Iklan Layanan

Cuplikan

Tak Disetujui Warga, Pembangunan Tower di Jl. Ukel Tuai Kontroversi

     


    lpmalmillah.com - Pembangunan Menara Telekomunikasi yang berlokasi di Jl. Ukel RT 04 RW 03 Kelurahan Kertosari, Kecamatan Babadan, Ponorogo menuai kontroversi. Pasalnya warga sekitar tidak menyetujui pembangunan menara tersebut, namun ternyata malah hampir rampung dibangun. Warga setempat yang berada di sekitar lokasi pendirian menara menuntut untuk segera menghentikan proyek tersebut.

    Menara atau tower yang berada tepat di lahan milik keluarga Timbul Pranowo ini merupakan proyek dari PT Centratama Menara Indonesia dengan tinggi 32 m. Menara mulai dibangun pada akhir Desember 2019  hingga Juni 2020.

    Sekertaris RT.04, Djuni Santoso menerangkan bahwa telah terjadi serah terima jabatan kepengurusan RT baru pada (06/12/2019). Namun, beberapa hari setelah serah terima jabatan, pemilik tanah megadakan sosialisai dengan menghadirkan 12 warga tanpa melibatkan ketua RT baru. “Sosialisasi yang diadakan di rumah Pak Timbul itu membahas tentang pembangunan tower,”  tutur Djuni.

    Hal itu dibenarkan oleh Dudin Siswanto selaku ketua RT baru, menurutya terkait pembangunan tower ia tidak mendapatkan pemberitahuan. “Sekitar dua minggu setelah sosialisasi terjadi pembangunan (vondasi) tanpa persetujuan warga dan pemberitahuan ke saya,” jelas Dudin.

    Ia pun juga menambahkan, akibat sikap sepihak yang dilakukan pemilik tanah dan pengembang kepada sebagian warga sekitar yang dirasa tidak adil, akhirnya Dudin dan warga sepakat untuk menindaklanjuti. “Kami menindaklajuti dengan merencanakan demo dalam rangka penolakan pembangunan. Meskipun akhirnya kami memilih untuk mediasi,” tambahnya.

    Di dalam proses mediasi, warga menyampaikan penolakan. Menurut mereka terkait perizinan masih cacat. Karena hal itu, akhirnya pembangunan tower dihentikan. Di samping itu, alasan lain penolakan pembangunan tower yaitu lokasi pembangunannya yang berada di area padat penduduk. “Sebenarnya dari prosedur perizinan saja sudah salah, ditinjau dari pembangunan tower dibangun sebelum IMB (Izin Mendirikan Bangunan) keluar,” tegas Dudin.

    Namun selang empat bulan, IMB ternyata keluar dan tanpa adanya pemberitahuan kepada warga, kemudian pembangunan dilanjutkan kembali. Hingga awal Juli kemarin, pebangunan tower hampir mencapai 100%. “Sebenarnya tower ini sudah jadi tinggal menunggu reaksi dari warga, jika selama 90 hari warga tak memberikan reaksi apapun, maka akan dioperasikan,” tutur Dudin.

    Di kutip dari dct.co.id, menurut kepala Badan Infokom, izin persetujuan oleh warga hukumnya wajib. Apabila ada warga yang tidak setuju, maka tower tidak dapat didirikan dan dioperasikan. Pendirian tower RT/RW harus mendapatkan izin dari warga yang terdampak pada radius yang setara dengan tingginya tower. Untuk satu rumah yang dimiliki atau ditinggali warga, diberikan satu izin, walaupun dalam satu rumah tersebut terdapat lebih dari satu KK. Izin warga tidak berlaku untuk tanah kosong, sungai jalan dan pemakaman.

    Menurut data dari Dudin, sebanyak 48 dari 54 kepala keluarga, menandatangani surat peryataan penolakan dibangunnya/didirikannya tower. Sehingga hal tersebut sudah menjadi alasan yang kuat untuk tidak dilanjutkannya pembangunan tower tersebut. Akan tetapi, entah mengapa pihak pengembang bisa mendapatkan surat izin kelanjutan pembangunan.

    Djuni menuturkan, menurutnya kasus ini bila dikaji ke ranah hukum masuknya ke kesalahan administrasi, hanya saja masyarakat tidak punya biaya untuk menindaklanjuti. Akhirnya sebagai bukti bahwa warga tetap menyuarakan penolakan meski tower telah berdiri, mereka sepakat untuk memberikan sangsi sosial kepada pemilik tanah. “Menurut saya pribadi sangsi tersebut mencakup 3 hal jangka pedek, menengah, dan panjang. Pendek bila pemilik tanah mengadakan acara saya tidak datang, menegah bila sakit saya acuh, panjang bila pemilik tanah meninggal terpaksa kami tetap acuh,” tuturnya.

    Crew mencoba mencari informasi lain dengan mendatangi rumah pemilik lahan, namun setelah didatangi, Timbul tidak ada di rumah. Anaknya mengaku jika ayahnya sedang ada pengajian. Kemudian crew meminta nomor WhatsApp Timbul kepada anaknya. Berkali-kali panggilan crew direject oleh Timbul, yang lebih parah nomor crew diblokir oleh Timbul. Crew mencoba menghubungi dengan nomor lain, namun tak juga direspon, bahkan diblokir juga.


    Rabu (15/07/2020) warga melakukan demonstrasi di kantor kelurahan Kertosari. Mereka menuntut agar kepala kelurahan menyelesaikan perkara tersebut, karena ada tanda tangan dari kepala kelurahan dalam berkas yang diajukan oleh pihak pengembang kepada dinas terkait. Dalam demonstrasi tersebut warga meminta agar pihak STKIP juga dihadirkan dalam demonstrasi, pasalnya pihak STKIP yang awalnya mengeluarkan surat yang isinya menolak pembangunan tower tersebut, namun selang beberapa hari kemudian mengeluarkan surat kembali dengan maksud tidak mendukung dan tidak menolak. Warga menyayangkan hal itu, karena seakan-akan pihak STKIP tak mau tahu dengan adanya kontroversi tentang menara yang meresahkan warga RT. 04.

    Dalam demonstrasi tersebut sempat terjadi adu mulut antara warga dengan kepala kelurahan dan pihak STKIP. Namun karena warga tetap kukuh menolak pendirian tower, tak lama setelah adu mulut, akhrinya dilangsungkan audiensi di salah satu ruangan di kantor kelurahan Kertosari. Dalam audiensi tersebut, turut dihadirkan Camat Babadan, pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Ponorogo, Kapolsek, dan Kepala Pol PP. Namun dalam audiensi tersebut belum menemui titik terang, dan akan dilanjutkan audiensi dengan waktu yang belum ditentukan.

    Kemudian pada Kamis (30/07/2020) audiensi kembali digelar. Namun, pihak pengembang tak juga turut hadir dalam audiensi tersebut. Menurut Djuni, dalam audiensi tersebut belum juga menemui titik terang. “Belum selesai, masalahnya akan ditinjau ulang. Kemarin pihak pengembang juga tidak hadir,” ungkap Djuni.

    Akhirnya pada Rabu (12/08/2020) lalu, audiensi dilaksanakan kembali. Dalam audiensi ini pihak pengembang nampak hadir. Setelah sebelumnya yaitu (07/08/2020) telah ditinjau ulang masalahnya, dan terungkap bahwa terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pengembang, ada kecacatan di IMB. “Melanggar pasal 24 ayat 3 huruf D Perda no 11 tahun 2011. Harusnya minta persetujuan warga yag diketahui oleh Kasun atau ketua RT, baru naik ke atas,” jelas Djuni.

    Pasal 24 ayat 3 huruf D tersebut berbunyi “Surat pernyataan persetujuan warga sekitar dalam radius yang sesuai dengan ketentuan ketinggian menara, yang diketahui oleh dukuh, RT, kepala desa, camat setempat”. Berangkat dari hal ini, IMB akhirnya dibekukan dan tower disegel.

    Dengan dibekukannya IMB dan disegelnya tower, sebagian warga sudah puas dan menerima. Namun berbeda dengan Djuni, ia mengaku belum puas atas hasil tersebut. “Sebenarnya saya belum puas, saya pinginnya tower itu dirobohkan agar tidak bisa beroperasi, tapi banyak warga yang sudah puas dengan penyegelan itu,” ujar Djuni.

Reporter: Erfin, Nana, Syarifa



No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.