Usaha Ternak Sapi Perah Banaran: Kendala Minim Hasil Menjanjikan
Beberapa sapi perah milik koperasi desa |
Banaran merupakan salah satu desa di Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorgo.
Desanya
terpencil dengan akses jalan berliku dan menanjak. Tingkat kesuburan tanah yang
dimiliki cukup baik karena keadaan geografisnya yang merupakan daerah
pegunungan.
Dengan
kondisi wilayah tersebut, sebagian besar mata pencaharian warga Banaran ialah
petani. Adapun tanaman yang dibudidayakan seperti jagung, ketela, cengkih dan
jahe. Dulunya tanaman unggulan warga adalah cengkih, akan tetapi mulai tahun
2016 penyakit Die
Back (penyakit mati ranting) mulai menyebar luas di Banaran. Hal ini
mengakibatkan banyak tanaman cengkih mati sehingga penghasilan cengkih
berkurang.
Pada
tahun 2017, desa Banaran tertimpa bencana tanah longsor yang menyebabkan
tingkat perekonomian desa menurun. Hal ini dikarenakan lahan pertanian warga
tertimbun tanah, sehingga hasil pertanian banyak berkurang. Berita bencana ini
telah menyebar ke berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Berita ini menarik
para relawan berdatangan ke daerah tersebut, salah satunya Yayasan Darut Tauhid
Peduli milik Abdullah Gymnastiar (Aa’ Gym).
Yayasan
Darul Tauhid Malang mengadakan peninjauan langsung ke Banaran. Kemudian mereka
melakukan sosialisasi dan mengajukan opsi program yang akan dikelola bersama
dalam rangka meningkatkan kembali ekonomi. Warga sepakat memilih usaha sapi
perah dengan alasan warga Desa Wagir Kidul berhasil mengembangkan usaha sapi perah dan hasilnya
cukup memuaskan.
Sarnu,
Kepala Desa Banaran kemudian mengajukan proposal ke pihak yayasan dan mendapatkan
modal sebesar Rp100.000.000,00 untuk mengembangkan usaha
sapi perah. Modal tersebut digunakan untuk membeli 5 ekor sapi dan 1 mesin
pemotong rumput. Sedangkan tanah dan kandangnya berasal dari dana pribadi Sarnu. Sistem
kerja sama yang dijalankan berupa bagi hasil dengan rincian 60% untuk
pengelola, 30% yayasan, dan 10% bagi desa.
Sistem
kerja sama tersebut dianggap warga sangat menguntungkan dan menambah pendapatan.
Setiap pengelola mendapatkan hasil sekitar Rp500.000,00/perbulan. Hal ini
yang menjadi daya tarik warga untuk berusaha mengembangkannya lebih lanjut. Seperti yang
diungkapkan Agus, salah satu dari 25 anggota pengelola. “Pengelola
dapat merasakan hasil yang lumayan dari usaha ternak sapi ini, dibandingkan
dengan usaha pertanian yang modal dan kendala ditanggung sendiri. Kalau ini kan
bisa sendiri dan bisa bagi modal dan hasil dengan yayasan,” ujarnya.
Usaha bersama tersebut dimulai sejak tahun 2018 hingga
saat ini. Hasil yang didapat sangat bermanfaat untuk setiap pengelola. Misalnya
dari hasil tersebut Agus bisa membeli sapi perah sendiri sebanyak dua ekor
setelah usaha tersebut berjalan.
Sebelum usaha bersama ini ada, di Dusun Krajan sudah
ada Andri yang beternak sapi perah di Desa Banaran. Jumlah sapi yang
dipelihara sebanyak 10 ekor. Dalam satu hari, setiap sapi dapat
menghasilkan sekitar 15-17 liter/hari, sehingga per-harinya
Andri dapat menyetor susu sebanyak 150 liter.
Untuk
harga per-liternya sendiri mencapai Rp5.200,00 hingga Rp6.000,00 tergantung
harga pakan dan kualitas susu yang dihasilkan. Jadi rupiah yang didapat Agus rata-rata perharinya adalah Rp1.000.000,00. “Usaha
ternak sapi perah ini cukup memuaskan dibandingkan usaha ternak sapi limosin
yang pernah saya lakukan sebelumnya. Hasilnya bisa saya dapatkan setiap hari,
dan kendalanya pun tidak begitu banyak dalam proses pemeliharaanya,” terang Andri dengan jelas.
Akan
tetapi, tingkat konsumsi susu warga rendah, sehingga menyebabkan peternak sapi
perah Desa Banaran tidak mengolah sendiri hasil susunya. Mereka lebih memilih
mengirim langsung ke pengepul. Seperti yang dikatakan Sarwan, “tingkat
konsumsi warga Banaran tidak seperti kota, hanya anak-anak yang suka susu,
selain mereka tidak mau mengonsumsi makanan berbahan susu.”
Adapun penyetoran
susu perah langsung ke pengepul yang berada di desa Wagir, karena belum adanya
pengepul di desa banaran sendiri. Penyetoran susu harus tepat waktu sesuai
jadwal, untuk pagi jam 07.00-07.30 WIB dan sore pada pukul 16.45-17.15 WIB. Hal ini karena susu
tersebut akan dijadikan satu dalam mesin pendingin. Jika ada susu yang
terlambat disetorkan, maka bakteri yang terkandung di dalamnya akan semakin
berkembang dan kualitas susu berkurang.
Dikarenakan hal tersebut, maka
pihak pengepul sangat menghimbau para peternak untuk tepat waktu dalam
menyetorkan susu. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sarwan, salah satu
pengepul desa Wagir, “Untuk menjaga kualitas susu yang disetorkan, saya
menghimbau kepada para peternak untuk tepat waktu dalam penyetorannya.”
Kemudian
setelah dari pengepul, susu disetorkan ke Pasuruan tepatnya di pabrik Nestle sekitar 500 liter/hari . Penyetoran
dilakukan setelah susu melalui tahap pendinginan selama 2-3 jam dengan suhu
minimal 0,7áµ’C. Pengepul biasanya menyetor pada jam 8 malam ke pabrik
menggunakan mobil pick up.
Sementara
itu, terkait
dengan prospek kedepan dari usaha ini tambahnya pengetahuan warga terkait pengembangan usaha
sapi perah. Setelah warga bisa mengelolanya dengan baik, maka warga bisa mengalkulasi
berapa hasil usaha, pengeluaran yang dibutuhkan dan laba yang didapatkan.
Kemudian dari situ bisa memotivasi warga lain turut mengembangkan usaha sapi
perah, yang pada akhirnya jumlah produsen dan hasil produksi sapi perah di desa
Banaran semakin bertambah. “Kedepannya kami harap jangan sampai ekonomi
warga menurun kembali, melalui usaha ini semoga bisa menambah jumlah peternak
dan penghasilan warga,” ungkap Sarnu.
Reporter: Syamsul, Arina, Jannah
Penulis: Jannah
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.