UKT Kok Naik Terus?
Ilustrasi oleh : Candra |
Opini oleh Siti Umi Nafi’ah
Tuntutlah
ilmu setinggi langit, begitu
nasehat lama bicara. Ungkapan tersebut
menjadi motivasi untuk lebih menempuh pendidikan tingkat tinggi. Sama
dengan meraih langit, pendidikan tinggi amat sulit dijangkau. Menjadi mahasiswa
tidak gratis. Biaya menjadi momok besar bagi masyarakat ekonomi menengah
kebawah karena nominal yang semakin hari semakin tinggi. Masihkah Uang Kuliah
Tunggal (UKT)dinilai relevan bagi Mahasiswa ?
Menurut
Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Nomer 39 Tahun 2017 pasal 1 ayat 5, Uang Kuliah Tunggal yang selanjutnya
disingkat UKT adalah biaya yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan
kemampuan ekonominya. Mengutip pasal
tersebut, UKT seharusnya relevan dan tidak memberatkan bagi mahasiswa.
UKT pertama kali berlandaskan pada
SE Dikti No. 21/ET/2012, dan SE Dikti No. 274/E/T/2012. Selain itu juga ada SE
No. 305/E/T2012 tentang Larangan Kenaikan Biaya Pendidikan tinggi. Setelah itu
SE Dikti sudah tidak berlaku dan berubah menjadi Permendikti. Peraturan yang
melandasi UKT telah berkali-kali berganti, antara lain Permendikbud no. 55
Tahun 2013, Permendikbud No. 22 tahun 2015, Permenristekdikti No.39 Tahun 2016
dan yang terbaru Permenritekdikti No. 39 Tahun 2017.Sedangkan di lingkup PTKIN,
UKT diberlakukan melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) yang dikeluarkan setiap
tahun.
Kini,
sejumlah perguran tinggi setiap tahunselalu menaikkan UKTnya. Contohnya di IAIN
Ponorogo, UKT telah mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan
pengamatan yang bersumber dari situs pmb.iainponorogo.co.id. Tahun 2017 kebijakan kampus memberlakukan
tiga dari empat golongan UKT bagi mahasiswa. Nominal UKT saat itu juga
meningkat dibandingkan dengan 2016.
Kemudian,
tahun 2018 UKT 2 tidak digunakan dan mahasiswa disamaratakan menerima UKT 3.
Selanjutnya, tahun 2019 mahasiswa diberlakukan UKT 3, 4 dan 5 sedangkan UKT 2
tidak diberlakukan. Indikasi bertambah mahalnya UKT terlihat dari tahun ke
tahun.
Memang,
ada Bidikmisi dan UKT 1 untuk mengakomodir mahasiswa yang kurang mampu, tapi
persentasenya sangat sedikit. Belum lagi jarak UKT 1 dan 3 yang terlampau jauh.
Salah
satu UKT yang mengalami peningkatan drastis adalah Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI). Berikut
rincian UKT FEBI menurut Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia dalam tiga tahun terakhir.
KMA
2017 Nomor 157 tahun 2017
Jurusan
|
UKT
1
|
UKT
2
|
UKT
3
|
UKT
4
|
Bidikmisi
|
Ekonomi
Syariah
|
0-400.000
|
1.200.000
|
1.450.000
|
1.700.000
|
2.400.000
|
Perbankan
Syariah
|
0-400.000
|
1.200.000
|
1.450.000
|
1.700.000
|
2.400.000
|
Manajemen
Zakat Wakaf
|
0-400.000
|
950.000
|
1.100.000
|
1.200.000
|
2.400.000
|
KMA
Nomor 211 Tahun 2018
Jurusan
|
UKT 1
|
UKT 2
|
UKT 3
|
UKT 4
|
UKT 5
|
Bidik
Misi
|
Ekonomi
Syariah
|
0-400.000
|
1.200.000
|
1.450.000
|
1.700.000
|
1.900.000
|
2.400.000
|
Perbankan
Syariah
|
0-400.000
|
1.200.000
|
1.450.000
|
1.700.000
|
1.900.000
|
2.400.000
|
Zakat
Wakaf
|
0-400.000
|
1.000.000
|
1.100.000
|
1.200.000
|
1.400.000
|
2.400.000
|
KMA
Nomor 151 tahun 2019
Jurusan
|
UKT
1
|
UKT
2
|
UKT
3
|
UKT
4
|
UKT
5
|
Bidik
Misi
|
Ekonomi
Syariah
|
0-400.000
|
1.400.000
|
1.600.000
|
1.800.000
|
2.100.000
|
2.400.000
|
Perbankan
Syariah
|
0-400.000
|
1.400.000
|
1.600.000
|
1.800.000
|
2.100.000
|
2.400.000
|
Zakat
Wakaf
|
0-400.000
|
1.000.000
|
1.100.000
|
1.200.000
|
1.400.000
|
2.400.000
|
Kenaikan
UKT yang mencapai Rp. 200.000 per tahun bukanlah nominal yang sedikit. Biaya
UKT yang berdinamika setiap tahun tersebut tentunya membingungkan mahasiswa.
Terlebih, mahasiswa tidak mendapatkan rincian alokasi UKT. Juga, tidak
dijelaskan mengapa UKT dinaikkan.
Padahal
menurut KMA, UKT didasarkan pada ekonomi orangtua mahasiswa atau yang
membiayainya. Di tahun 2018, apakah semua mahasiswa benar-benar setara
ekonominya sehingga digolongkan rata UKT 3? Juga, apakah kemampuan ekonomi
mahasiswa meningkat sehingga UKT naik di tahun 2019? Penerapan kebijakan seolah
tidak tepat sasaran dan semakin menyulitkan.
Sedangkan,
perguruan tinggi sebenarnya punya andil dalam menentukan nominal UKT. Seperti
menurut Permenristekditkti No. 39 Tahun 2017 pasal 3. Diperaturan itu sebutkan
bahwa pengelompokan ‘diusulkan’ oleh PTN (Perguruan Tinggi Negri) kepada
Menteri untuk ditetapkan.
Menaikkan
UKT menjadi tidak relevan apabila UMR Ponorogo masuk pada daftar terendah di Jawa Timur. Dilansirdari situs upahminimum.info, UMR
rendah dimiliki oleh beberapa kota seperti Situbondo, Pamekasan, Madiun, Ngawi,
Ponorogo, Pacitan, Trenggalek dan Magetan sebesar Rp. 1.763.267. Belum lagi,
tidak semua masyarakat sudah bisa mendapatkan gaji sesuai UMR.
Selain
itu terdapat kejanggalan dalam pemberian UKT lebih pada penerima beasiswa Bank
Indonesia (BI) berdasarkan SK Rektor IAIN Ponorogo No. 65 Tahun 2019. Dalam
Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 211 Th. 2018 nominal UKT golongan 5tidak
sebesar yang dibebankan pada penerima beasiswa BI. Misalnya, Jurusan Ekonomi
Syariah yang dalam KMA ditulis Rp. 1.900.000, tetapi dibebankan pada penerima
beasiswa BI sebesarRp. 2.100.000 (sama seperti yang ditetapkan KMA No. 151
Tahun 2019).
Padahal,
KMA Nomer 151 Tahun 2019 belum disahkan. Selain itu, KMA khusus
dikeluarkan bagi mahasiswa baru angkatan tertentu. Tidak mungkin menerapkan KMA
tahun 2019 pada penerima beasiswa BI yang notabene angkatan 2016-2017. Regulasi
rektor tersebut bisa dikatakan cacat karena tidak sesuai dengan ketetapan yang
telah ditentukan.
Setelah
menelusuri celah demi celah. Akhirnya penulis yang juga mahasiswa ini
bertanya-tanya. Mengapa UKT terus mengalami kenaikan, padahal UMR di kabupaten
Ponorogo terbilang rendah? Atau, pendidikan diam-diam telah dijadikan ladang
bisnis penimbun pundi-pundi rupiah ?
heuheu
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.