Iklan Layanan

Cuplikan

Sepasang Manyar Hendak KPM di Langit Watoe Dhakon

 
gpan.or.id

Oleh: Yulia A.

    Pagi tiba, matahari tak pernah murung. Tak seperti mahasiswa semester enam yang dikagetkan dengan pelaksanaan Kuliah Pengabdian Mencintai Masyarakat Dari Rindu Rumah (KPM-DR), salah satunya di kampus yang memiliki graha terbesar di Ponorogo.

    Dua hari lalu, tepatnya Rabu, media WhatsApp sudah dipenuhi dengan e-pamflet sosialisasi KPM-DR. Tak hanya itu, bahkan grup KPM-DR per-wilayah telah dibentuk, mulai dari per kabupaten/kota, per-bagian wilayah 4 mata angin dari tiap kabupaten/kota sampai tiap kecamatan. Naasnya, sempat ada geli sekaligus haru bagi mahasiswa yang sudah pulang ke kampungnya di luar Jawa, mereka pun membuat grup per pulau, diantaranya bertajuk “KPM-DR Kalimantan.” Hehe mantanya siapa to? Astaga. Antusias.

    Grup WhatsApp dan story pun menjadi ramai memperbincangkan seputar KPM-DR. Tak hanya angkatan 17, kakak tingkat angkatan 16 pun ikut membully adik-adik tingkatnya yang tak bisa merasakan KPM secara langsung. Beberapa story kakak tingkat nampak foto KPM mereka tahun lalu dengan caption, “Adik tingkat gatau aja gimana pacar ditikung pas KPM, gatau aja gimana jadi pelakor, gatau aja betapa baru kenal bisa ghibah bareng, gatau aja rasanya cinlok.” hass uasem tenan. Tapi itu tak membuat dua orang mahasiswa sejoli merasa iri. Mereka adalah Joni dan Jogu, saudara karib yang tidak kembar tentunya, mereka juga adalah mahasiswa semester 6 dari dua fakultas yang gedungnya saling berhadapan. (Joni: jodoh yang dinanti, Jogu: jodoh yang ditunggu)

    Sore hari, setelah seharian mereka berkutat membantu orang tua di sawah, akhirnya mereka pulang boncengan menaiki sepeda motor milik Joni. Tiba-tiba Jogu membuka percakapan ketika teringat selama di sawah mereka pun menyempatkan untuk menyaksikan sosialisasi KPM-DR melalui Youtube di ponsel Jogu. “Perempuan itu kenopo to, kok ya kasih pilihan selalu sulit,” tanya Jogu sambil memainkan ponselnya saat dibonceng Joni.

    “Maksudmu ki opo to?” tanya Joni kembali.

    “Lha ini lo, yang tadi dibilang Ibu yang ngurus KPM, pesannya diterusno cah-cah nok grup,” jawab Jogu.

    “Piye?” tengok Joni pada Jogu melalui kaca spion.

    “Karena keadaannya seperti ini, KPM dilakukan dari rumah, agak nyesek tapi mau bagaimana lagi, yang pengen bergabung KPM-DR ya selamat mengabdi. Bagi yang menghendaki KPM tahun depan ya silakan.” Joni pun tertawa mendengar Jogu, disusul tawa Jogu.

    “Tapi di setiap pilihan mesti ono pilihan seng terbaik to,” ucap Joni.

    “Iyo ancen, tapi kenopo ndak dihapus sisan yo? Opo ndak kelihatan formalitas,” celoteh Jogu.

    “Ndak ada jaminan, semua mahasiswa bakal mengabdi lak ndak diwajibno, ndak ada jaminan semua bakal berkarya lak ndak disuruh. Ngabdi iku urusan diri sama ati, iklas ndak e itu yang manen kan kamu. Lagian kalo dijalani pasti cepet beres.” Jawab joni sambil beberapa kali menatap wajah Jogu di spion yang nampak kesal.

    “Tapi yo ndak ada jaminan to lak ndak dilakoni kita jadi kenopo-kenopo kedepannya pas keadaan begini. Lagian pelaksanaan tanpa DPL, tanpa living cost, tanpa kerjasama kampus sama daerah, siapa yang dibilang nunut branding KPM kaya gini? Ya kampus to,” jawab Jogu agak ceriwis.

    Joni hanya terdiam. Entah, baginya selalu ada hal indah di setiap yang begitu terasa mengekang.

    Sepeda motor mereka melaju ke arah Jalan Pramuka, tentu mereka melewati kampus. Seketika Joni melihat sepasang burung Manyar terbang menuju ke arah Graha Watoe Dhakon.

    “Lihaten itu!” ucap Joni sambi mendangakan kepala ke atas kanan.

    “Opo?”

    “Manyar.”

    “Terus kenopo?”

    “Terkenal kalo bikin sarang yang bagus, ada ceritanya.”
Joni pun mulai bercerita tentang burung Manyar. “Manyar Jantan itu pejuang yang sabar dan ulet, mengumpulkan tangkai rumput puluhan ribu  dari segala tempat sampai berbulan-bulan suwene. Dibuat untuk membuat sarang yang bagus lan apik kanggo si betina. Yen ditolak, ndak putus asa, kalo sarangnya dihancurne, terus membuatnya lagi sampai karyanya diterima si betina.”

    Jogu hanya diam. Sesampainya di rumah ia pun turun dari motor. Joni berkata padanya sebelum masuk rumah. “Saat kayak gini, ndak ada pilihan kecuali tetap sehat. Wis sana.”

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.