Iklan Layanan

Cuplikan

TELAGA NGEBEL RIWAYATMU KINI



Oleh Arini Sa’adah


lpmalmillah.com,  Ponorogo (25/05/2017) - Salah satu destinasi bagi penikmat weekend atau libur akhir pekan masyarakat Ponorogo dan sekitarnya adalah Telaga Ngebel. Telaga ini terletak di desa Ngebel kecamatan Ngebel kabupaten Ponorogo. Tempat wisata andalan Ponorogo ini berada di kaki gunung Wilis dengan ukuran keliling danau sekitar 5 km. Telaga Ngebel merupakan salah satu aset wisata alam yang dimiliki oleh kabupaten Ponorogo. Terletak sekitar 30 km arah timur dari pusat kota. Lantas bagaimana suasana Telaga Ngebel sebagai andalah wisata Ponorogo ini?
Selama perjalanan menuju telaga, kami disuguhi oleh hijaunya pepohonan, tebing dan jurang di kanan kiri jalan. Sangat cocok untuk menyegarkan mata dan otak dari berbagai debu keseharian di kota. Jalan menanjak dan berkelak-kelok semakin membuat kami semangat untuk segera sampai ke lokasi telaga. Beberapa meter di depan kami terlihat gapura masuk telaga yang dijaga oleh penjual tiket masuk. Satu tiket masuk seharga 6 ribu rupiah berada di genggaman kami masing-masing.
Perjalanan yang menempuh sekitar 40 menit dari kampus IAIN Ponorogo, tibalah kru kami di telaga yang menakjubkan. Debit air yang meningkat mungkin karena sisa musim hujan kemarin membuat kami takjub. Air telaga hampir menyentuh daratan. Warna air danau yang hijau disebabkan oleh banyaknya tumbuhan ganggang hijau di bawah permukaannya. Kami sejenak berkeliling sambil menikmati udara segar dan berbagai pemandangan yang disuguhkan. 
Selain danau yang luas dan pohon-pohon yang rindang, terlihat juga para pengunjung yang sedang menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan sembari me-nyeruput kopi panas di warung pinggir telaga. Kualihkan pandanganku ke mereka yang bersuka-ria bersama sanak-saudara, sekadar menikmati hari libur untuk merefleksikan otot-otot akibat aktivitas yang padat. Motor kami pun masih terus melaju sambil mencari tempat yang cocok untuk berteduh dan bercengkerama. Dan kulihat disana-sini banyak pasangan muda-mudi yang tengah memamerkan kebahagiaannya kepada pohon dan rerumputan. Asik memadu kasih di tepi telaga seakan dunia milik berdua. 
Lalu kami berhenti sebentar sambil menunggu rombongan yang lain. Kulihat anak-anak seumuran SMP dan SMA tengah bersuka-ria mengendarai motornya masing-masing, seakan mereka sedang memerankan dunia khayalan sinetron “Anak Jalanan”. Kumaklumi, biarkan mereka menikmati masa-masa indah itu untuk sekedar berekspresi dan menunjukkan adanya eksistensi.
Selain pemandangan para pengunjung yang sedari tadi aku amati, aku pun juga menjumpai banyak rumah makan dengan menu khas ikan nila yang baunya sangat mengganggu indra penciumanku. Telaga Ngebel memang identik dengan makanan khas ikan nila, entah dibakar, digoreng, maupun dalam bentuk masakan lainnya. Apabila sedang berkunjung ke telaga Ngebel maka belum lengkap jikalau belum merasakan makanan yang satu ini.
Motor kami pun melaju lagi dan kami dapati banyak kios penjual buah-buahan. Bau yang pertama kali tercium adalah bau khas durian. Memang buah yang paling khas di sekitar telaga Ngebel ini adalah durian. Para pecinta durian terlihat sedang mengerubuti kios-kios yang menjual beraneka macam durian. Harganya pun bervariasi dari yang murah hingga yang mahal. 
Kami pun berhenti dan menggelar tikar yang kami bawa. Menghirup udara sedalam-dalamnya sambil menjulurkan kaki melepas lelah akibat perjalanan. Diantara kami ada yang berfoto ria dan bercanda. Aku pun duduk sedikit menjauh dari mereka. Kunikmati suasana di telaga yang membuatku berpikir sekaligus bersyukur. Berpikir tentang bagaiman Tuhan menciptakan alam seindah ini dengan desain yang menakjubkan; mengapa jua Tuhan menyediakan keindahan ini untuk manusia yang rakus dan serakah; dengan kenikmatan yang luar biasa ini bagaiamana juga kebanyakan manusia masih tidak mampu untuk mengucap kata syukur.

Saat Sampah Jadi Persoalan Pelik Pariwisata

Selagi pikiranku asik bermain dalam pertanyaan-pertanyaan, mataku mengernyit ketika kulihat banyak sampah plastik, botol bekas dan lainnya mengapung di pinggir telaga. Beberapa detik yang lalu aku sempat memikirkan kelembutan dan kasih sayang Tuhan kepada manusia. Tetapi manusia yang berlalu lalang mengaku khalifah di bumi alih-alih membuat telagaku yang mempesona ini menjadi kotor. 
Pertanyaan yang muncul pertama kali di benakku adalah bagaimana peran pengelola tempat wisata ini; tentu hal ini sudah langsung diurus oleh Dinas Pariwisata Kabupaten. Apakah Dinas Pariwisata setempat tidak menyediakan tempat sampah sehingga para pengunjung dapat membuang sampah pada tempatnya. Jika memang tidak disediakan maka kesalahan memang terletak pada pemerintah pengelola wisata. Tetapi jikalau memang tempat sampah itu telah disediakan dan berbagai sampah masih berserakan di pinggir telaga berarti manusianya yang memang perlu dibenahi pola pikir dan juga pemahamannya.
Beberapa waktu berlalu, acara ngobrol inspirasi kami telah usai. Banyak sampah yang kami hasilkan dari acara tersebut. Sisa makan siang, kertas-kertas dan plastik bekas bungkus nasi dan makanan lainnya menumpuk. Aku dan kawanku mengumpulkannya dan memasukkan ke beberapa kantong plastik besar. Niatnya akan dibuang di dekat warung supaya sekalian di bakar oleh pemilik warung. Tapi kami malah terkena marah pemilik warung tersebut. Perburuan tempat sampah masih berlanjut dan akhirnya mataku melihat ada sebuah tong yang sudah sangat usang. Disitulah aku menaruh sampah-sampah yang aku tenteng sedari tadi. Dengan maksud apabila ada petugas kebersihan keliling, sampah itu dapat diamankan di tempat yang selayaknya.
Dari cerita itu saya dapat mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya persoalan sampah dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, kurangnya perhatian dari pengelola wisata telaga yang bersangkutan. Seharusnya tempat sampah disediakan di banyak titik sehingga pengunjung tidak kesusahan membuang sampah, yang pada akhirnya mereka membuangnya ke telaga. Bahkan nyaris tidak ada tempat sampah di sekitaran telaga. Hal ini sangat berakibat fatal pada pencemaran pemandangan dan suasana telaga yang seharusnya bersih. Lebih parah lagi sampah-sampah tersebut dapat menyebabkan pencemaran air.
Kedua, dilihat dari perspektif individu yang kurang kesadaran akan kebersihan lingkungan. Kebiasaan membuang sampah sembarangan akan selalu terbawa kemanapun. Hal ini perlu diatasi dengan usaha peningkatan kesadaran dan pengetahuan akan lingkungan dan alam. Manusia perlu  memahami dan bersahabat dengan alam. Ketika kita, sebagai individu sekaligus masyarakat telah menyatu dengan alam maka alam pun akan terjaga dan senantiasa tetap lestari. Pada akhir perjalanannya keseimbangan lingkungan terpenuhi dan keindahan alam pun dapat kita nikmati bagaikan surga selagi kita masih bernyawa. 
Telaga Ngebel sebenarnya adalah tempat yang asri apabila dapat dijaga dan dilindungi. Terlebih lagi pengelolaan yang maksimal dari pihak pengelola wisata sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas wisata andalan Ponorogo ini. Sebagai pengunjung sudah selayaknya kita membantu usaha tersebut dengan senantiasa menjaga kebersihan ketika berkunjung.

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.