Iklan Layanan

Cuplikan

KPM-DR, Hanya Sekadar Branding (?)

 
siksakampus.com

Oleh: Eka

    Tahun ajaran 2019/2020 di kampus hijau, IAIN Ponorogo telah mendekati masa akhir, kurang lebih tinggal beberapa hari lagi, menurut kalender akademik IAIN Ponorogo. Artinya, musim liburan bagi para mahasiswa penghuni kampus tersebut akan segera tiba. Yeaayyy…!!!, mungkin seperti itu sorak sorai para mahasiswa, mulai dari semester dua hingga semester ‘tua’ bagi yang belum bisa skripsian. Salah satu program kampus yang dinanti-nanti oleh mahasiswa semester ‘mendekati’ akhir adalah KPM (Kuliah Pengabdian Masyarakat), kalau di kampus umum sebutannya KKN (Kuliah Kerja Nyata).

    Bagi mahasiswa semester ‘mendekati’ tua, KPM adalah salah satu momen yang ditunggu-tunggu. Bayangan tentang cerita-cerita dari kakak tingkat dimana saat KPM adalah masa-masa yang tak terlupakan mulai membayang di angan-angan. Cerita tentang cinlok (cinta lokasi) dengan teman KPM, saling tikung gebetan temen, patah hati karena ditikung, ghibah sana-sini seakan menjadi kenangan ‘indah’ ketika usai nanti.

    Namun, yang namanya ‘bayangan’ selamanya mungkin hanya menjadi ‘bayangan’ kali yaa?? Wkwkwk... Hal ini karena belum lama ini kampus hijau kita telah mengeluarkan pengumuman terkait pelaksanaan KPM yang dilakukan dari rumah karena adanya wabah Covid-19.

    Dalam Surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor B-713/DJ.I/Dt.I.III/TL.00/04/2020 yang merupakan tindak lanjut dari Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 697/03/2020 di bidang Litapdimas (Penelitian, Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian kepada Masyarakat), dijelaskan jika mahasiswa yang mengikuti KKN dalam negeri dapat dilaksanakan dalam dua pola, yaitu KKN-DR (Kuliah Kerja Nyata Dari Rumah) dan KKN-KS (Kuliah Kerja Nyata Kerja Sosial). Edaran yang telah dikeluarkan di atas kemudian ditindaklanjuti oleh IAIN Ponorogo dengan mengeluarkan pengumuman pada portal web LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) IAIN Ponorogo bahwa KPM Nusantara, KPM Kolaborasi Brantas-Tuntas, dan KPM Reguler semua pesertanya dialihkan ke KPM-DR. Kasihan yang sudah optimis masuk KPM Nusantara dan KPM Kolaborasi dong.

    Tentu saja banyak mahasiswa yang kecewa, terutama para jomblo yang sudah menyiapkan strategi buat mencari gebetan di lokasi KPM. Lagi-lagi gagal, hadeuuuhhh... Namun, bukan hal itu saja yang cukup membuat mahasiswa-mahasiswa milenial ini merasa kecewa dan mungkin merasa sedih. Tidak hanya perubahan teknis pelaksanaan, dalam pedoman KPM-DR yang telah dibagikan kurang lebih seminggu yang lalu, di dalamnya ditulis dengan jelas jika “dalam KPM-DR ini, peserta tidak didampingi oleh DPL, tetapi oleh tokoh masyarakat atau tokoh agama yang ada di lingkungan mereka.”

    Tentunya, informasi tersebut cukup mengejutkan bagi peserta KPM. Bagaimana tidak, sistem KPM-DR ini adalah yang pertama kalinya, dan tentu saja para mahasiswa ini memerlukan bimbingan selama pelaksanaan kegiatan KPM agar bisa berjalan secara maksimal, yaitu dengan didampingi oleh DPL (Dosen Pembimbing Lapangan). Mahasiswa angkatan 2017 ini notabenenya juga belum melakukan KPM sebelumnya, jadi ya dirasa perlu adanya DPL.

    Banyak spekulasi yang muncul terkait diadakannya KPM-DR ini. Respon yang lumayan sering terdengar, meskipun lebih sering disebut lelucon oleh orang-orang adalah kenapa KPM tidak dihapuskan saja tahun ini? Semua nilainya bisa dipukul rata dan dianggap lulus, seperti keberadaan Ujian Nasional yang telah ditiadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kenapa KPM tidak dibuat sama seperti itu saja ya?

    Pemikiran tersebut tentu keluar bukan tanpa dasar. Pemicunya selain dari tidak adanya DPL, juga karena KPM-DR ini terkesan main-main atau bisa dibilang sekadar formalitas saja. Kenapa bisa dikatakan seperti itu? Ya tentu saja bisa. Mana ada KPM yang tidak ada kerjasama antara pihak kampus dengan tempat KPM?

    Biasanya kan ada surat pengantar atau surat izin dari kampus untuk tempat atau lokasi KPM, sedangkan KPM-DR ini tidak wajib ada. Bahkan pihak penyelenggara menyarankan agar perizinan secara lisan. Mon maap lo ya….lembaga sebesar kampus tidak mewajibkan adanya surat perizinan resmi? Heloooo… organisasi mahasiswa saja jika mengadakan kegiatan ada surat izinya, walaupun kegiatannya cuma sehari, lha ini kampus malah tidak. Hadeuhh…

    Berbagai macam kegiatan di lingkungan masing-masing peserta bisa dianggap sebagai KPM katanya. Intinya, ojo ngribeti awak e dewe. Seakan-akan pihak kampus hanya sekadar nunut branding melalui kegiatan-kegiatan harian mahasiswa di rumah. Yowislah....

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.