Melek UKT dalam Public Discussion
Foto: Wahyu Agung Prasetyo menyampaikan materi |
IAIN
Ponorogo- UKT menjadi bagian tak terpisahkan dari mahasiswa.
Disadari atau tidak, kian hari UKT bertambah mahal. Lewat Public Discussion,
Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (SEMA FEBI) bersama Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM) aL-Millah mencoba memberi ruang bagi mahasiswa untuk mengetahui
tentang UKT serta transparansi dari pangalokasiannya. Agenda yang diadakan di
Auditorium FEBI ini mengusung tema “Apa Kabar UKT?: Menelaah Perkembangan
dan Penerapan Uang Kuliah Tunggal”.
Momen
Hari Pendidikan Nasional pada Kamis, (02/05/19) dirasa tepat untuk mengadakan
diskusi ini, seperti yang disampaikan oleh Bagus Ervin (Ketua SEMA FEBI) dalam
sambutannya. “Kami sengaja memilih hari ini untuk mengadakan diskusi, karena
pendidikan adalah hak segala bangsa,” katanya.
Diskusi
publik ini menghadirkan Wahyu Agung Prasetyo, Badan Pekerja (BP) Advokasi
Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) dan H. Didiek Noeryono
Basar, M.M, Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan dan Keuangan IAIN Ponorogo
sebagai pemateri. Ahmanda Fitriyana, salah satu anggota devisi Pengembangan
Sumber Daya Manusia (PSDM) LPM aL-Millah IAIN Ponorogo memandu acara selaku
moderator.
Diskusi
dibuka oleh Wahyu dengan memberikan penjelasan mengenai UKT dan sejarahnya,
kemudian berlanjut ke kasus yang sedang terjadi terkait UKT. Wahyu mengatakan, menurut
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia (PMA RI) nomor 96 Tahun 2013, UKT
adalah sebagian Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang ditanggung oleh setiap mahasiswa
pada setiap jurusan/program studi untuk program diploma dan program sarjana.
Menurutnya,
sistem UKT bertujuan untuk menerapkan pembiayaan yang disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi mahasiswa, orangtua atau pihak lain yang membiayai mahasiswa tersebut.
Selain itu, PMA melarang Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) untuk
memungut uang pangkal dan uang lainnya selain UKT.
Wahyu
juga sempat mengatakan jika kondisi diskusi atau audiensi di IAIN Ponorogo jauh
lebih santai dibandingkan di UIN Maulana Malik Ibrahim. Di UIN Maliki, ketika mahasiswa
bertanya mengapa UKT naik dan tidak ada kesesuaian, pihak kampus mengimbau mahasiswa
untuk tidak menanyakan lebih detail. Dikarenakan, jika mahasiswa menanyakan
transparansi dana, sama dengan menanyakan “aurat kampus”. Mendapati respon
seperti itu, Wahyu mengatakan bahwa dia hanya menganggapnya sebagai candaan dan
bukan sesuatu hal yang buruk, melainkan hal yang positif . “Dengan
begitu, mahasiswa bisa lebih kritis, kenapa sih hal seperti itu menjadi aurat,”
katanya.
Di
IAIN Ponorogo, penentuan UKT didasarkan pada renking akademik, tidak pada
kemampuan ekonomi, seperti yang disampaikan oleh Didiek. “Kalo penetapan UKT
berdasarkan kemampuan ekonominya itu berat dan sulit. Ditakutkan nantinya pihak
kampus salah atau malah dalam memberikan daftar 5% (untuk UKT 1.red) tersebut,”
terangnya kepada audiens.
Ia
menerangkan, mahasiswa yang kurang mampu diberi ruang untuk daftar Bidik Misi
dengan kuota terbatas. Jika Bidik Misi sudah terisi, maka yang tidak lolos akan
di-ranking kembali untuk dilakukan verifikasi dan telaah faktual untuk
diletakkan pada porsi UKT bawah. Hal tersebut berlaku pada 3 jalur, SPAN,
UM-PTKIN dan Mandiri dengan kuota yang telah ditentukan.
Didiek
menyampaikan, UKT 2 pada tahun 2018 memang tidak dipergunakan. Sementara, untuk
UKT 2 pada tahun 2019 akan digunakan dengan syarat mahasiswa yang memiliki
profil keluarga kurang mampu menyetorkan persyaratan yang ditentukan.
Ia
juga sempat menyinggung, bahwa semakin tinggi penerimaan oleh kampus, maka
semakin baik di mata Kementrian Keuangan, karena Kementerian Agama ini
mempunyai nilai sebuah perputaran uang yang menggerakkan ekonomi. “Dan tidak tahunya kita juga ngos-ngosan sama pusingnya
yang menjadikan hal tersebut ukuran tingkat kinerja” ujar Didiek.
Diskusi
berjalan interaktif, hingga Ahmanda membuka 3 termin dengan 9 pertanyaan.
Seluruhnya mempertanyakan UKT dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Perubahan
jumlah UKT yang harus dibayarkan bagi mahasiswa penerima beasiswa BI di tengah
masa kuliah juga menjadi bahasan dalam diskusi. Didiek mengatakan bahwa kunci
pembayaran UKT berada di semester 1, tidak berubah selama menjadi mahasiswa. “Jika
terjadi perubahan nilai yang dibayarkan setelah menerima beasiswa bisa
dikonfirmasikan ke fakultasnya”, ujar Didiek.
Mengenai
transparansi dana kampus yang sempat ditanyakan oleh Haris, mahasiswa jurusan
Ekonomi Syariah. Didiek mengatakan harus tahu terlebih dahulu apa urgensinya
mengetahui hal itu. “Seperti yang dikatakan mas Wahyu tentang UU
Transparansi dan Keterbukaan Publik,itu memang mengatur, akan tetapi kita harus
tahu diri apa urgensinya. Saya juga berwewenang menjaga rahasia Negara. Jika
ingin mengetahui alokasi dana lebih lanjut bisa ditanyakan pada pihak fakultas”,
ujar Didiek.
Menurut
Wahyu, ada 3 hal kenapa kampus tak transparan. Pertama, mahasiswa tidak
membaca peraturan (seperti UU KIP, UU Pendidikan Tinggi, Statuta Kampus dan
Buku Akreditasi). Kedua, pihak kampus tidak membaca aturan. Ketiga,
mahasiswa maupun pihak kampus sama-sama tidak membaca peraturan. “Temen-temen
bisa kok tanya ke kampus untuk transparansi. Tapi kajian dulu, jangan langsung
bawa draf KIP ke fakultas,” pesannya.
Menurutnya, kritik dan transparansi penting agar kampus tidak memutuskan kebijakan yang memberatkan mahasiswa. "Ketika biaya UKT IAIN Ponorogo tidak lebih tinggi dari kampus lain, bukan berarti tidak boleh mengkritik. Kritik sesuai dengan kebebasan mimbar akademik,” ungkap Wahyu.
Reporter: Shofia dan Eka
Foto: dok. aL-Millah
Foto: dok. aL-Millah
njajal komen ahh.....
ReplyDelete:noprob:
Tak reply dewe
Delete