Iklan Layanan

Cuplikan

Gubuk Juang Ajak Masyarakat Membuka Kesadaran Melalui Buku

Mutia Senja (tengah), Labud (kanan)
Cuaca yang hangat menemani persiapan Peringatan Hari Buku Sedunia pagi itu. Banner putih membentang, ratusan buku berbaris rapi untuk merayu para pembaca dan siap memikat para pembeli. Dua orang berseragam polisi datang  menghampiri salah seorang laki-laki bernama Ilham, salah satu panitia dan juga pegiat literasi untuk berbincang tentang acara di pagi itu.
Perayaan Hari Buku pada 26 April lalu diadakan oleh beberapa komunitas literasi yang dinaungi oleh Gubuk Juang. Antara lain Pustaka Kaki Lima, Komunitas Peduli Pendidikan Indonesia, Scooter Literary, Langit Malam, dan Sawi Rasa. Pun didukung oleh berbagai elemen seperti Ruang Diskusi, Pustaka Pinggiran, Perpustakaan Ekologi, Omah Shoro, Rumah Tetirah, Warkop Jangkrik, Kodjam Coffee, serta UKM Seni dan Budaya dan LPM aL-Millah.
Setiap mata yang menginjakkan kaki ke taman Kelonosewandono seakan tertuju pada kerumunan para penikmat buku  yang larut ke dalam buku. Jajaran buku seolah melambaikan tangan pertanda siap untuk dibaca oleh semua orang. Tak memandang siapa yang akan mengambil dan membacanya. Baik itu tua, muda bahkan anak kecil sekalipun.
Salah satu pegiat komunitas literasi Pustaka Kaki Lima, Nica, mulai bergerak mengajak sekelompok anak kecil untuk belajar bercengkrama dengan buku. Tiga anak kecil itu mulai nyaman dengan dunia buku, memilah, sesekali membaca dengan gaya mereka. Ada yang tengkurap, bersandar di tepian taman, dan merunduk. 
Di tengah ramainya tempat itu terdapat warung kopi yang siap melayani pesanan para pembaca dan kerumunan orang yang sedang berbincang sembari menunggu temannya.
Hari mulai beranjak siang, para pengunjung mulai datang dan pulang secara bergantian. Suara gitar terdengar di salah satu ujung taman, membuat para pembaca seakan lupa dengan apa yang ia bawa. Berbagai penampilan disuguhkan untuk membangunkan suasana yang sunyi. Seperti nyanyian, kemudian musikalisasi puisi yang dimulai oleh Riza dari Universitas PGRI Madiun, lalu diteruskan oleh para sukarelawan yang ingin menampilkan persembahan nya kepada orang-orang yang hadir.
Jam menunjukkan pukul 13:00 ketika dimulainya acara yang di pandu oleh Nica dan Ilham. Mereka mulai berdiskusi dengan komunitas literasi dari berbagai daerah yang terdiri dari Ponorogo, Ngawi, Jogja, dan Medan. Kopi dan sepiring camilan yang menambah hangatnya siang menjelang sore itu. Meski sebelumnya tak ada kedekatan antara mereka, namun tidak ada kesenjangan antar komunitas.
Iwan, pegiat literasi asal Medan sempat berpendapat mengenai komunitas. “Mengalir, bergulir dan terus diperbaiki,  kalau masalah organisasi itu harus konsisten dan menarik orang untuk ikut berpartisipasi lakukan secara konsisten meskipun dalam skala kecil, seperti membuat kajian, nobar atau hal lainnya,” kata pria bertopi itu.
Semua mata tertuju pada Fuaddin yang memetik gitar mengiringi pembacaan puisi oleh Rica sembari menunggu kedatangan pemateri. Penonton mulai khitmat ketika kedua pemateri dan seorang moderator melangkah pelan ke arah panggung yang telah disediakan oleh panitia. Tema yang diambil dalam sarasehan ini adalah “Dengan buku kita buka pintu kesadaran menuju keutuhan.”
Pembacaan puisi
Kedua pemateri yang dihadirkan dalam acara ini merupakan pemuda pegiat literasi. Seorang perempuan berkacamata dan berjilbab hitam duduk. Ialah Mutia Senja (nama pena), perempuan alumni IAIN Surakarta yang datang dari Sragen. Dia adalah Duta Baca Sragen 2018. Muthi’ah (nama asli) aktif  membimbing anak-anak SMP dan SMA dalam Komunitas Sragen Menulis di bawah naungan Perpustakaan Daerah Sragen.
Seorang laki-laki menyusulnya. Ia adalah pemateri kedua, Labud Nahnu Najib. Sekarang, ia aktif di dua komunitas literasi. Perpustakaan Ekologi Ponorogo dan Rumah Baca Srawung di Solo yang digerakkan bersama mahasiswa.
Adzka selaku moderator menyampaikan, acara ini berawal dari kegelisahan bahwa banyak orang yang sudah membaca buku, yang memandang orang yang tidak membaca  buku seperti orang yang bodoh. Kemudian diharapkan dengan acara ini bisa menggabungkan keduanya agar mempunyai pandangan untuk tidak saling menghujat satu sama lain.
Perbincangan lalu mulai cair antara Labud dan Mutia Senja. Adzka melempar pertanyaan pada mereka secara bergantian. Segala hal mengenai buku diperbincangkan. Buku mengambil peran yang besar dalam kehidupan keduanya. Mutia Senja yang sudah mulai cinta buku sejak SMP, dan Labud sejak di bangku kuliah.
Menurut Mutia Senja, dalam lingkup perkuliahan perlu peningkatan minat untuk membaca. Karena saat ini banyak mahasiswa kurang membaca buku dan hanya mementingkan diri sendiri.
Begitupun Labud, ia berpendapat bahwa membaca adalah kesadaran. Kesadaran untuk butuh dan memberi nutrisi oleh otak. Ia juga menekankan, bahwa terkadang perlu untuk memaksa diri agar terus membaca. Ukuran baik dari suatu buku baginya ketika buku itu memiliki banyak referensi yang terpercaya, bukan hanya bermodal blogspot.
Keduanya juga membincang tentang komunitas literasi. Labud mengatakan, butuh kedewasaan untuk menjalankan suatu komunitas. Sedangkan Mutia Senja berpendapat butuh adanya tauladan untuk merawat minat baca tulis.
Pada akhir perbincangan, Labud menutup dengan satu pesan. Dengan buku kita akan tau, dengan diskusi kita akan mengerti, dan dengan memahami kita akan saling bergenerasi,” ujarnya.
Mutia juga meyakini bahwa literasi dibangun untuk memahami peran kita. “Mengapa literasi dibangun? Untuk memahami peran kita entah sebagai manusia, mahasiswa atau sebagai apapun. Kita akhirnya cukup menjalani, memartabatkan diri, hingga pikiran kita dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk sesama”, tuturnya. Sebagai penutup Sarasehan, Mutia Senja membacakan puisi karya Alfin Rizal yang disambut riuh tepuk tangan penonton.
Waktu menjelang maghrib, pemuda-pemudi yang tadinya menyebar diajak menandatangani banner untuk kenang-kenangan. Labud dan Mutia Senja mengawalinya, lalu disusul panitia dan hadirin. Tak lupa, mereka mengabadikan momen bersama sembari berharap agenda ini tidak jadi yang terakhir bagi komunitas-komunitas literasi di Ponorogo.
Reporter: Utami, Yaya
Foto: dok. aL-Millah




No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.