CAPRISO: Antara Potensi Dan Eksistensi
Perhutanan dan Perkebunan yang berada di Dusun Sodong. |
lpmalmillah.com, Ponorogo – Sodong merupakan nama sebuah dusun yang
terletak di desa Gelang Kulon, kecamatan Sampung, kabupaten Ponorogo dengan
mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Tinggal di daerah
dengan kontur lahan yang sempit, kurang subur dan tidak mencukupinya air untuk
irigasi sawah menyebabkan masyarakat tidak dapat menaman padi, dan hanya
bergantung dari palawija seperti jagung, kedela, singkong dan garut yang hanya
dapat dipanen setelah berumur setahun.Kalau sini mayoritas petani mas,
intinya ya ke sawah ke ladang menanam tanaman jagung, ketela, kedelai seperti
itu ujar Mulyono selaku Kasun (Kepala Dusun) Sodong.
Lahir dari keahlian warga dusun Sodong
memproduksi berbagai macam camilan berupa rengginang singkong, kerupuk sermier
dan emping garut menyebabkan para warga berinisiatif untuk membentuk UMKM (Usaha
Mikro Kecil Menengah) demi mencukupi kehidupan hari-hari. Kalau hanya
mengandalkan ladang ya kurang dek, makanya harus ada usaha lain entah membuat
ini atau kerja keluar Ujar Sumiati salah satu produsen camilan di Sodong.
Keahlian warga sodong dalam membuat rengginang singkong
dan sermier merupakan kreatifitas masyarakat sendiri tanpa ada pihak yang
melatih mereka. Adapun keahlian warga mengolah garut menjadi camilan emping itu
berasal dari pelatihan yang diberikan oleh LSM Plan ( sebagai perpanjangan
tangan dari oraganisasi Nirlaba Plan
Internasional, Plan Indonesia beroperasi sejak tahun 1969 bergerak untuk
memberdayakan orang-orang miskin ) pada tahun 1999 sampai tahun 2000-an, “Lak
emping garut niku angsale pelatihan sangkeng Plan dek ( Kalau emping garut itu dapatnya
dari pelatihan Plan dek) ujar Sumiati.
Pada
awalnya mereka membuat camilan tersebut hanya untuk kebutuhan pribadi saja tidak
untuk keperluan komersil. Baru setelah beberapa tahun, muncullah inisiatif dari
warga untuk memproduksi camilan singkong dan garut tersebut untuk keperluan
komersil. Salah satunya adalah Sumiati. Menurut penuturannya ia memulai membuat
emping garut untuk keperluan komersil sejak tahun 2012 hingga sekarang “Pun
gangsal tahunan mas, sejak tahun 2012 ( Sudah 5 tahun mas, sejak tahun 2012) kata
Sumiati.
Dengan adanya ketrampilan mengolah singkong
menjadi rengginang atau sermier dan mengolah garut menjadi emping atau tepung
sebenarnya sangat membantu para ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan
mereka sehari-hari. Dari 1 kg emping garut mereka dapat menjualnya sebesar Rp.
60.000 dan Rp. 18.000, Rp. 20.000 untuk rengginang singkong. Sedangkan
keuntungan yang mereka peroleh berkisar 25-30 persen dari hasil penjualan
camilan mentah tersebut, bahkan ketika mendekati idul fitri laba bersih yang
didapatkan bisa mencapai satu juta rupiah “Kalau emping garut itu dulu laba
bersihnya bisa sampai 20.000/ Kg sebenarnya itu ujar Fatimah salah satu
produsen emping garut dan rengginang singkong yang sekarang beralih profesi
menjadi produsen tempe.
Karena melihat potensi yang dimiliki UMKM ini
begitu besar maka beberapa orang dari kelompok tani ibu-ibu membuat sebuah kelompok yang bernama CAPRISO (Camilan Produksi
Sodong). Kelompok ini bertujuan untuk mensistematis dan mengefektifkan produksi
dan pedstribusian hasil olah garut dan singkong. Namun, kelompok ini tidak
bertahan lama, karena keterbatasan bahan yang dapat diolah oleh anggota
kelompok yang pada saat itu berjumlah 20-an, “Pertama dari bahan bakunya itu terus setelah
itu karena cuaca yang tidak mendukung, akhirnya putus asa sendiri-sendiri dan
ibu-ibu kan juga sibuk dengan kehidupannya masing-masing jadi kelompoknya sudah
tidak berjalan, sudah bubar terang Fatimah. Kami pun mecoba
mengkonfirmasi hal ini kepada kepala dusun Sodong dan ia pun membenarkanya, “Kendalane ngeh bahan niku mas ( Kendalanya ya
bahan itu mas)”,
terang Mulyono.
Walaupun
usaha olahan singkong dan garut ini memiliki potensi dan laba yang besar, kegiatan
unit mikro ini sempat tersendat karena berbagai macam faktor, sehingga banyak
dari masyarakat berhenti yang semulanya 20-an orang sekarang hanya tinggal 8
orang saja yang masih memproduksi olahan garut dan singkong ini. Faktor pertama
adalah karena kurangnya bahan yang akan diolah oleh produsen. Di samping karena
umur panen singkong dan garut yang panjang yaitu berkisar antara satu tahunan,
hama tikus juga menjadi kendala utama yang menyebabkan kurangnya bahan
produksi. “Riyen nggeh ndamel nanging sak niki mboten, soalne ditelasne
tikus niku lo (Dulu ya buat cuma sekarang tidak, soalnya dihabiskan tikus itu) terang Miasih salah produsen emping garut yang
sekarang sudah vakum. Upaya untuk mendatangkan bahan baku dari luar desa pun
sudah pernah dilakukan, akan tetapi karena kualitas bahan yang berbeda
menyebabkan turunnya kualitas produksi sehingga harganya pun ikut turun sekitar
20 persen “Kualitasnya itu beda lo mbak, dulu itu pernah didrop dari Carangrejo
juga kata Fatimah.
Faktor yang kedua yaitu mengenai cara pemasaran
hasil produksi. Ketidaktahuan mereka mengenai kemana mereka akan
mendistribusikan hasil produksi mereka mejadi kendala mereka yang lain,
sehingga pembuatan camilan akan dilakukan hanya ketika ada pesanan dari orang
lain atau ketika momen-momen tertentu seperti pada saat mendekati hari raya
idul fitri saja. Kesiapan masyarakat untuk memproduksi lebih pun sebenarnya
ada. mulai dari kesiapan tenaga dan alat produksi seperti penggiling tepung,
akan tetapi karena keterbatasan bahan dan ketidaktahuan mereka mengenai distributor
menjadi salah satu kendala mereka saat ini, “Setelah jadi misalnya, saya
sudah mebuat kripik tempe, kita itu tidak tahu harus di jual kemana ” ujar
Fatimah.
Sehingga dari permasalahan-permasalahan diatas
muncullah keinginan-keinginan warga untuk para pemangku kepentingan agar
beperan secara aktif, komprehensif dan berkesinambungan untuk ikut andil dalam
mengembangakan potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat sodong saat ini.
Misalnya dalam mengatasi hama tikus yang selama ini sangat meresahkan
masyarakat, harapan mereka adalah agar adanya penyuluhan dari dinas pertanian
untuk memberikan solusi membasmi hama tikus tersebut “Ya dikembangkanlah
intinya mas, apakah dikasih pupuk, bibit atau dikasih solusi untuk hama tikus
apakah dibersihkan sekitarnya atau bagaimana” ujar Mulyono. Di lain sisi, para
produsen berkeinginan agar diberikan pendampingan dari pemerintah, jadi bukan
hanya memberikan pelatihan, akan tetapi juga pendampingan dan pemberian solusi
kemana mereka akan memasarkan produk mereka nantinya “Harapannya ya tetap
perhatian-lah, perhatian dan pendampingan dari pemerintah terutama dinas pertanian
kata Fatimah.***
Penulis : Mofik, Farida
Reporter : Mofik, Farida, Nining
Good job sis
ReplyDeleteterimakasih :)
ReplyDelete