Iklan Layanan

Cuplikan

Pendidikan di Tengah Desa Sentra Sapi Perah

 

(Foto: suarasurabaya.net)

Features oleh: Iza

Langkah seseorang dapat tergerak atas keresahan hatinya, begitu pula yang dilakukan oleh Didik Eko Suryanto. Berangkat dari keprihatinannya terhadap kondisi pendidikan masyarakat di Pudak, berdirilah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 1 PEMDA cabang Pudak. Sebagai pendiri sekaligus kepala sekolah pertama, ia mengatakan bahwa tingginya pernikahan dini dan minimnya sekolah tingkat atas menjadi faktor utama penyebab putusnya pendidikan remaja di Pudak. Di samping itu, lelaki paruh baya tersebut juga merasa prihatin atas maraknya limbah kotoran sapi yang mencemari sungai warga. Hal ini tentu tak lepas dari mayoritas penduduknya yang bekerja sebagai peternak sapi perah.

 Pendidikan di mata Didik sangatlah penting. Menurutnya, salah satu kunci untuk memutus kemiskinan adalah melalui pendidikan. SMK 1 PEMDA Pudak sendiri menawarkan program pendidikan yang relevan dengan kondisi masyarakat Pudak, yakni jurusan Agribisnis Ternak Ruminansia. Lewat pendidikan pula, masyarakat Pudak khususnya, ia yakini akan lebih mampu mengelola peternakannya dengan lebih baik. “Untuk memutus rantai kemiskinan ya dengan pendidikan. Sementara orang-orang Pudak, walaupun punya sapi 10-20 [ekor], mereka tetap mengeluh juga. Karena, ya nggak punya ilmu manajemen dalam peternakan, strategi dan mengatur keuangannya,” ungkapnya.

 Sekolah berbasis teaching industry ini mulai beroperasi Juni 2021 lalu, kurang lebih baru genap setahun. Awalnya, SMK 1 PEMDA Pudak tidak melakukan pembelajaran di gedung seperti umumnya anak bersekolah. Didik harus mencari tempat untuk menampung siswa selama pembelajaran, kadang menyewa rumah warga atau menumpang di gedung Sekolah Dasar (SD) setempat. Hingga akhirnya, dibangunlah gedung belajar pertama SMK 1 PEMDA Pudak pada Januari 2022 atas biaya yang diperoleh dari program inovasi SMK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

 Uniknya, pelaksanaan pembelajaran di SMK 1 PEMDA Pudak gratis, tak dipungut biaya sepeserpun. Namun, siswa diminta untuk membawa kotoran hewan ternak sebagai gantinya. Kotoran ini nantinya akan diolah secara mandiri oleh siswa-siswa di SMK menjadi pupuk organik. Pupuk-pupuk ini kemudian dijual dan hasilnya digunakan untuk pengembangan SMK 1 PEMDA Pudak itu sendiri di samping pembiayaan yang berasal dari pusat, yakni SMK 1 PEMDA Balong.

 Dikarenakan umur kebanyakan murid yang sudah melebihi batas usia belajar, mayoritas sudah fokus bekerja sebagai peternak sapi. Maka dari itu, Didik melakukan sistem pembelajaran yang berbeda dari sekolah biasanya, yakni lebih fleksibel dengan waktu pembelajaran 3 jam saja dalam sehari. Pembelajaran juga menyesuaikan aktivitas siswanya, karena di pagi hari rata-rata siswa pergi merumput untuk ternak, maka pembelajaran baru dimulai pukul 12.00 – 15.00 WIB.

 Durasi pembelajaran yang pendek membuat pembelajaran seringkali kurang maksimal. Terlebih, para siswa seringkali absen karena sibuk bekerja. Hal ini pun menimbulkan keprihatinan di antara para guru SMK 1 PEMDA. Akhirnya, mereka berinisiatif untuk menyalurkan ilmu secara langsung ke rumah siswanya. “Kami selalu berusaha mendatangi dari rumah ke rumah siswa untuk melakukan pembelajaran,” tutur Didik lagi.

 Didik, bersama para guru lainnya, patut disanjung sebagai sosok teladan yang punya keuletan membangun sekolah agar anak-anak tetap bisa melanjutkan pendidikannya tanpa harus pergi jauh ke luar daerah. Ketekunannya dalam mengedukasi masyarakat soal pentingnya pendidikan diharapkan benar-benar mampu menimbulkan kesadaran untuk terus belajar dan menambah wawasan melalui pendidikan formal. Waktu manusia terbatas, maka jangan menyia-nyiakannya; lakukan apa yang dapat menjadi manfaat, bagi diri sendiri ataupun orang lain.

PJTD 2022



No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.