Iklan Layanan

Cuplikan

Dibalik Manisnya Tape Paringan


 (Tape Manis Madu / Foto: Azizah)

Features Oleh: Nur Azizah Fitriandienyk

Hari ini tampak beda. Pagi hari penuh dengan semangat yang membara. Aku bersama teman perempuanku, Ica, berkendara menuju suatu tempat yang belum pernah ku datangi, bahkan nama desanya pun baru sekali ku dengar. Ditemani Mbak Afri sebagai penunjuk jalan, kami memulai perjalanan. Sempat tertinggal entah kemana, kami memutuskan untuk menunggu di pinggir jalan sembari berkeringat kepanasan. Setelah Mbak Afri muncul, kamipun lanjut berkendara. Hingga akhirnya, sampailah kami pada gapura melengkung berwarna merah bertuliskan Desa Paringan.

Desa tersebut terletak di Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo. Kami menyusuri jalan penuh tikungan, berliku dan tanjakan. Namun, tidak sedikitpun semangatku surut. Bagiku desa ini sangat menyita perhatian. Awal masuk jalan pedesaan ini sudah disuguhi dengan pemandangan yang tak biasa kami jumpai di kota. Sesampainya di base camp, yang sebenarnya merupakan rumah milik seorang kenalan yang bernama Mas Anam, kami beristirahat sejenak. Sembari memikirkan apa saja yang bisa kamu temui di desa ini.

Aku sempat membaca di website desa bahwa desa ini memiliki beberapa home industry, tetapi aku tertarik pada produk unggulan desa ini. Rasa ingin tahu kami tentang produk unggulan desa ini semakin bertambah besar lantaran mendapatkan informasi mengenai produk tape rumahan yang bisa menembus pasar global. Tak lama kemudian kami pun bergegas mencari alamat tempat produksi tape tersebut. Saat perjalanan menyusuri alamat tersebut, kami melewati rumah-rumah berpagar besi dan pasti terdapat dua tempat sampah didepannya. Tidak selang lama, kami menjumpai persawahan luas yang ditengahnya terdapat pohon kelapa. Selain itu, terdapat pula gubuk kecil berwarna kuning di tengah sawah yang menjadikan keindahan tersendiri tempat tersebut. Untuk menuju home industry tape, kami harus dihadapkan dengan tanjakan menikung, serta jalan yang tak semulus bayanganku, bertambah lagi turunan yang tajam.

Sampai di sana, rumah tempat home industry tape pun nampak damai, hanya terdapat wanita tua duduk di depan rumah. Dengan penuh keraguan kami bertanya. "Ngapunten e, Mbah. Niki nopo leres panggen tape? (Permisi, Mbah. Ini apa benar tempat tape?)

Dengan spontannya sang wanita pun menjawab, "Nggih, Mbak. Niko teng wingking (Iya Mbak, itu di belakang),” tangannya sembari menunjukan arah ke tempat produksi yang berada di belakang rumahnya.

Kami mengucapkan terimakasih, lalu bergegas menuju tempat yang ditunjuk. Di sana, kami mendapati pintu terbuka menghadap ke barat. Layaknya seorang tamu, kami pun mengucap salam. Salam kami dibalas oleh seorang wanita yang berada di dalam ruangan. Kami pun mulai berbincang mengenai produk tape bersama wanita yang akhirnya kami ketahui bernama Ibu Fatmawati. Ia sekilas bercerita mengenai produk tape serta awal mula tape manis madu ini mampu menembus pasar global. Bahkan, saat ini produk home industry tape manis madu Paringan ini telah berkembang selama tiga tahun lamanya dan memiliki seller-seller di Hongkong. "Sebenarnya hanya tetangga yang mencoba (membawa tape), kemudian berlanjut sampai sekarang," ujar Ibu Fatmawati menjelaskan bagaimana tape ini bisa sampai Hongkong.

Lebih lanjut, Fatmawati mejelaskan bahwa tape ini tahan lama sehingga bisa matang ketika sampai di tangan konsumen luar negeri. “Produk tersebut bisa sampai ke Hongkong lantaran dibawa tetangga sebagai buah tangan. Selanjutnya, banyak yang berminat karena tahan lama dan sampai di konsumen pada saat matang,” ungkap Ibu Fatmawati.

Setelah penjelasan singkat dari wanita itu, suasana hening membuatku berpikir. Apakah tape manis madu Paringan yang tahan lama memiliki cara produksi yang berbeda? Untuk menjawab rasa penasaran, kami pergi menemui seorang laki-laki berumur 40 tahun bernama Pak Pariyono. Beliau adalah pemilik sekaligus suami dari Ibu Fatmawati. “Disini punya khas sendiri, secara pengolahan dan pembuatan itu beda, makanya bisa bertahan sampai 2-3 minggu. Di dalam freezer bahkan bisa (tahan) sampai satu bulan lebih. Tergantung dari bahan baku, kalau singkongnya bagus, tapenya (tahan) lebih lama. Bedanya dari tape pada umumnya, 1-2 hari sudah keluar airnya,” jelas Pak Pariyono, sang pemilik home industry unggulan Desa Paringan.

Di balik kesuksesan produk unggulan tape manis madu Paringan yang dapat menembus pasar global, terdapat berbagai usaha pantang menyerah dari si pemilik home industry tersebut. Menurut penuturan Pak Pariyono, ia bahkan menghabiskan satu ton bahan baku dalam percobaannya mendapatkan rasa yang pas seperti yang diproduksi saat ini. “Dalam menciptakan tape sebaik ini perlu beberapa kali percobaan selama satu bulan dan memerlukan bahan baku satu ton banyaknya. Itu pun dalam perjalanannya masih ada kurang lebihnya dalam produksi. Namun sekarang seiring berjalannya waktu, kekurangan tersebut sudah kami benahi,” jelasnya.

Keunikan lain dari tape manis madu Paringan adalah ketika proses pembuatan, tape tersebut dioven. Singkong yang digunakan pun tidak sembarang singkong. Singkong yang digunakan harus singkong warna kuning dan harus singkong kondisi sehat. Tape-tape ini pun langsung didistribusikan ketika baru selesai produksi menuju agen-agen bahkan ke konsumen langsung.

Penjelasan mengenai Tape Manis Madu Paringan yang kami dapatkan sudah cukup membuatku terkesan. Akhirnya, kami pun berpamitan kepada Pak Pariyono. Sembari menikmati perjalan malam menyusuri jalanan desa, terlintas pikiran bahwa sesuatu yang awalnya terlihat biasa saja akan menjadi istimewa ketika kita mampu menekuninya dengan penuh usaha pantang menyerah.


No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.