Iklan Layanan

Cuplikan

Air Milik Bersama


Cerpen Oleh: Wandia

  Malam itu, udara terasa dingin. Namun, suara riuh warga memecah keheningan di Balai Desa kala itu. Sedang diadakan rapat darurat mengenai sumber air desa yang diklaim oleh sebuah perusahaan. “Kalau sumber air bersih kita diambil secara besar-besaran seperti itu bukankah namanya eksploitasi, Pak Kades?” ujar salah seorang pria paruh baya yang duduk di barisan paling depan. 

“Lha yo to Pak Kades, masa sampai ada preman yang menghadang warga untuk ambil air. Kalau gini terus lama-lama kita gak bisa ambil persediaan air,” kata pria berkumis tebal dengan nada seperti sedang menahan amarah.

Sementara, seorang pria berkacamata itu sedang memijat pelipisnya seperti merasa pening yang luar biasa. Pak Kades, sedang memimpin warga untuk mengadakan rapat darurat di Balai Desa. “Bapak-bapak mohon tenang dulu. Kita cari solusinya dengan kepala dingin,” ujar Pak Kades dengan nada tenang, mencoba untuk meredakan amarah warganya.

Masalah ini bermula sekitar tiga bulan lalu, di mana secara tiba-tiba ada sebuah perusahaan mendirikan pabrik di sumber air desa tanpa perizinan perangkat maupun warga desa. Parahnya lagi, mereka sampai menyewa preman untuk menjaga tempat itu dan menghadang warga yang akan mengambil air. Jika terus menerus dibiarkan, ditakutkan nantinya warga tidak bisa menggunakan air dari sumber itu lagi.

“Begini bapak-bapak, bagaimana jika nanti kita adakan pertemuan dengan perwakilan dari pabrik dan kita bicarakan mengenai masalah sumber air ini supaya bisa ketemu jalan tengahnya,” saran Pak Kades. 

Warga semakin riuh, saling berbicara satu sama lain seperti saling mengutarakan pendapat masing-masing kepada orang di sampingnya. “Gimana mau mencari jalan tengahnya, Pak. Mau bertemu saja langsung dihadang sama preman-premannya,” tutur salah satu warga. Rapat tersebut berlangsung lama hingga akhirnya warga percaya dengan ucapan Pak Kades dan menyetujui idenya.

Beberapa hari berlalu, warga tetap kesulitan mengambil air karena dihadang oleh preman-preman suruhan perusahaan tersebut. Sementara Pak Kades mencari cara untuk menghubungi pihak perusahaan, namun hasilnya nihil. Pihak perusahaan itu tetap menolak untuk berdiskusi dengan warga desa. Pak Kades dan warga desa mulai kewalahan mencari cara untuk berunding dengan pihak perusahaan. Pada akhirnya Pak Kades memikirkan suatu cara yang cukup berbahaya dan sangat rahasia.

Pak Kades memanggil dua orang warga untuk diberi tugas khusus, yaitu menjadi mata-mata perusahaan tersebut. Karno dan Dendi adalah dua pemuda yang ditunjuk Pak Kades untuk menjalankan tugas khusus tersebut. “Kalian aku beri tugas untuk menjadi mata-mata di perusahaan tersebut. Kalian harus berpura-pura menentang warga dan mendukung perusahaan untuk mendirikan pabrik. Kalian harus mencari tahu siapa pemiik pabrik itu dan segala seluk-beluk mengenai pabrik itu supaya kita bisa menghubungi pemiliknya atau paling tidak petinggi perusahaan,” jelas Pak Kades kepada dua pemuda itu. 

“Bagaimana kalau kami ketahuan oleh preman-preman itu, Pak?” Tanya Karno kepada Pak Kades. 

“Santai saja, jangan terlalu tegang. Nanti kalau terlalu tegang kalian malah akan ketahuan. Aku percaya pada kalian berdua,” jelas Pak Kades.

Keesokan harinya, mereka mulai menjalankan tugas, memberikan woro-woro kepada masyarakat bahwa mereka mendukung berdirinya pabrik air demi mendapat simpati pihak perusahaan tersebut. Di sisi lain, mereka harus menanggung resiko dibenci warga desa. Lambat laun, Karno dan Dendi mulai mendapat kepercayaan dari petinggi perusahaan dan mendapat koneksi dengan petinggi perusahaan tersebut. Mereka berusaha mencari segala informasi agar dapat melapor ke Pak Kades.

Setelah diusut, ternyata perusahaan tersebut belum memiliki izin resmi untuk mendirikan pabrik air minum. Informasi ini sedikit memberikan titik terang. Pak Kades mulai menemukan ide bagaimana untuk mengusir perusahaan itu dari desa mereka. Membawa permasalahan ini ke meja hijau adalah cara paling ampuh jika pihak perusahaan menolak bertemu dengan warga desa untuk kesekian kalinya.

Pak Kades memberikan kesempatan terakhir kepada pihak perusahaan agar mau menemui warga untuk membahas masalah sumber dan pabrik air ilegal itu. Pak Kades memberi sedikit ultimatum dan mengancam akan membawa masalah pendirian pabrik dan legalitasnya kemeja hijau jika mereka menolak lagi. Dengan  adanya koneksi dari Karno dan Dendi, Pak Kades bisa langsung menemui petinggi perusahaan dan mengutarakan keinginannya. Akhirnya pihak perusahaan mau berunding dengan warga desa.

Hari yang selama ini dinantikan warga pun datang, pihak perusahaan akhirnya bertemu dengan warga di Balai Desa. Rapat pun dimulai, warga mulai mengutarakan keresahan yang mereka alami. Mulai dari preman yang menghadang mereka mengambil air, sampai jarak jauh yang harus mereka tempuh untuk mencari sumber air pengganti. Setelah musyawarah yang cukup lama, mereka semua sepakat dengan suatu perjanjian yaitu perusahaan tersebut boleh mendirikan pabrik asal lagalitasnya jelas dan tetap memperbolehkan warga mengambil air dari sumber tersebut. Masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan, tidak ada kekerasan ataupun tuntutan. Semua berakhir dengan damai.


No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.