Iklan Layanan

Cuplikan

Peliknya Pembelajaran Daring IAIN Ponorogo

Teknologi.id

    Penyebaran COVID-19 menyebabkan banyak dampak di berbagai bidang, salah satunya dalam bidang pendidikan. Terhitung sejak (17/03/2020), IAIN Ponorogo menerapkan sistem pembelajaran online (daring) dalam rangka upaya pencegahan penyebaran COVID-19 serta wujud tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Agama RI Nomor 069-08/2020. Ternyata, penerapan sistem ini masih menemui banyak polemik, seperti proses pembelajaran yang kurang efektif, proses bimbingan bagi mahasiswa akhir yang kurang efektif juga, dan banyaknya kuota yang harus dikeluarkan serta tugas-tugas dengan deadline yang mepet.

    Penerapan proses pembelajaran daring ini mendapatkan berbagai tanggapan dari mahasiswa. Devi Oktafia, mahasiswa semester dua jurusan Tadris Bahasa Inggris (TBI) mengungkapkan bahwa penerapan sistem ini memiliki berbagai dampak. “Menurutku bagus, waktunya lebih fleksibel, bisa dilakukan dimana saja selama terhubung dengan jaringan internet dan lebih enjoy karena lebih banyak dilakukan di tempat yang kita rasa nyaman. Tapi, disisi lain kan terdapat beberapa tempat yang mungkin sulit untuk menjangkau internet, dan itu menyulitkan mahasiswa untuk mengikuti kuliah,” ungkapnya.

    Berbeda dengan Devi, Rosita Angguningtyas, mahasiswa semester dua jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) justru merasa bahwa perkuliahan daring kurang efektif dalam pelaksanaannya. “Kalau menurutku, kuliah online itu terlalu banyak tugas dari pada pembelajarannya. Selain itu juga kurang efektif apabila kita sedang presentasi karena tidak bisa secara gamblang ketika mau bertanya, menyanggah ataupun menanggapi,” ujar Rosita.

    Mahasiswa yang bermukim di pondok pun merasa penerapan sistem ini kurang efektif. “Saya pribadi merasa kurang efektif dan kesulitan dalam mengerjakan tugas karena terbatasnya waktu pegang HP dan harus bergantian. Di pondok juga masih ada kewajiban ngaji,” jelas Lilik Kusumawati, mahasiswa semester dua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang bermukim di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak.

    Pembelajaran daring sendiri dilaksanakan di berbagai platform sesuai kesepakatan mahasiswa dengan dosen pengampu mata kuliah terkait. Dosen umumnya menggunakan beberapa aplikasi untuk menunjang pembelajaran daring seperti Google Classroom (GC), WhatsApp Group (WAG), Email, YouTube, dan Zoom Meeting. Padahal IAIN Ponorogo sudah memiliki fasilitas e-learning, namun tampaknya penggunaan platform tersebut masih belum masif digunakan.

    Muhsin selaku Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan pun mengakui bahwa penggunaan e-learning masih belum maksimal. “Belum maksimal (penggunaannya). Karena kejadian perkuliahan daring saat ini terjadi bukan by design, tetapi karena darurat corona yang terjadi secara tiba-tiba,” ujarnya.

    Salah satu dosen yang menggunakan aplikasi WAG untuk menunjang pembelajaran daring adalah Muhammad Ali Murtadlo yang mengampu mata kuliah Fiqih di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FATIK). “Dalam perkuliahan online, awalnya saya menggunakan platform Google Classroom. Tetapi karena mahasiswa mengeluhkan banyak aplikasinya yang error, akhirnya disepakati memakai WA group,” ungkapnya.

    Muhammad Ali juga menambahkan bahwa WAG dinilai efektif sebab tidak memerlukan banyak kuota, storage yang besar, dan bisa diakses walaupun dalam keadaan sinyal yang lemah. “Memilih WA karena lebih mudah dan tidak butuh banyak kuota. Bahkan dengan kondisi sinyal lemah pun bisa terakses. GC saja banyak yang eror apalagi pakai Zoom, Skype atau aplikasi lain yg lebih besar storagenya,” tambahnya.

    Hal serupa juga diterapkan oleh Rizqi Rahmawati, dosen Manajemen Pembiayaan di Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI). Rizqi menggunakan Google Classroom untuk tugas dan Whatsapp Group untuk diskusi. “Dari sebelum adanya kasus ini kan saya sudah memakai GC, di situ saya pakai untuk menyimpan data, tugas, dan lain-lain. Karena ada kasus ini, saya tambahi dengan WA Group perkelas, agar memudahkan proses pembelajaran atau diskusi secara langsung,” jelasnya.

    Rizqi pun mengaku sudah tahu mengenai fasilitas e-learning milik kampus, namun ia belum pernah menggunakannya secara langsung. Menurutnya, e-learning lebih rumit penggunaanya dibanding platform yang saat ini ia gunakan. “Menurut saya agak susah implementasinya, saya agak keberatan karena saya harus mendaftarkan email ke anak-anak. Jadi saya memakai itu yang simpel menurut saya,” ucapnya.

    Tak hanya dalam proses pembelajaran, proses bimbingan skripsi pun harus dilaksanakan secara online. Beberapa mahasiswa akhir merasa bahwa bimbingan yang saat ini dilaksanakan masih kurang optimal. “Menurut saya kurang optimal. Karena sistemnya online, jadi kurang leluasa pada saat bertanya,” jelas salah satu mahasiswa akhir dari jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI).

    Tak jauh berbeda, hal ini juga dialami oleh salah satu mahasiswa dari jurusan Ekonomi Syariah (ES) yang tidak mau disebutkan namanya, sebut saja Pink. “Saya sendiri merasa kurang optimal mengingat respon dari beberapa pihak juga kurang. Namun pastinya setiap orang punya kesibukan, jadi harus saling pengertian,” ungkapnya.

    Proses pembelajaran yang berubah secara mendadak tentu menimbulkan berbagai kendala dan keluhan, khususnya dirasakan oleh mahasiswa. Mahasiswa sering terkendala oleh kuota yang terbatas untuk mengikuti proses pembelajaran daring. “Kuota ya pasti terbebani, boros banget penggunaanya. Selain itu kita juga ngga dapet uang jatah, ya. Aku juga masa baru dua minggu udah 50 ribu aja buat beli kuota, biasanya itu buat sebulan,” keluh Rosita.

    Rosita juga mengeluhkan tentang banyaknya tugas yang diterima semenjak sistem pembelajaran daring diterapkan dan harus dikumpulkan pada deadline yang sangat mepet. “Tugasku jadi banyak banget. Harusnya jangan hanya memberi tugas dan tanggal deadline karena nantinya pasti mahasiswa mikirinnya deadline mulu, ndak ilmunya,” tambahnya.

    Kendala lain yang dialami oleh mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran adalah sinyal dan alat komunikasi untuk mengaksesnya, terutama bagi mahasiswa yang bermukim di pondok. Mahasiswa pondok harus bergantian dalam mengikuti proses perkuliahan karena tidak semua santri diperbolehkan membawa handphone. “Satu kelas hanya ada satu HP. Jadi kita gantian, saya bareng-bareng pakai satu HP dengan enam orang,” ungkap Lilik.

    Hal ini mendapat tanggapan dari Muhsin. Muhsin mengatakan bahwa kendala yang dialami oleh mahasiswa yang bermukim di pondok akan diselesaikan lebih lanjut. “Untuk sementara ini, kita mengabaikan dulu dengan mahasiswa yang ada di pesantren, nanti kalau sudah reda wabah ini, bagi mahasiswa yang terkendala melakukan perkuliahan online, diselesaikan lebih lanjut,” ujarnya.

    Muhsin juga menambahkan bahwa beberapa pondok dengan jumlah mahasiswa terbesar seperti Mayak sudah diliburkan, maka kendala itu rasanya sudah bisa teratasi. “Beberapa Pondok Pesantren yang ketat dalam penggunaan HP dan kebetulan menampung mahasiswa yang terbesar, seperti Mayak, diliburkan; dan semua santrinya dipulangkan. Jadi justru mahasiswa yang notabenenya santri pesantren, sekarang sebagian besar sudah tidak ada kendala perkuliahan online,” tambahnya.

    Beberapa kendala juga dialami oleh mahasiswa semester akhir yang tengah menghadapi proses penyusunan skripsi. Mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam yang juga tidak mau disebutkan namanya, sebut saja Jingga. Ia mengaku waktu menjadi salah satu kendala dalam bimbingan online. “Untuk kendalanya di waktu. Karena dosennya sibuk atau banyak yang antre untuk bimbingan, jadi saya harus nunggu sekitar satu minggu baru (bisa) dibimbing,” ujarnya.

    Dengan adanya berbagai polemik ini, Pink berharap kampus mampu memberikan platform atau aplikasi untuk memudahkan proses bimbingan online. “Harapannya ada aplikasi dari kampus secara mandiri yang lebih hemat dan bisa digunakan oleh setiap mahasiswa IAIN, semacam aplikasi belajar online,” harapnya.

    Muhammad Ali juga berharap kampus bisa memberikan kebijakan terbaik dan menyediakan fasilitas yang mampu menunjang pembelajaran daring ini. “Semoga pihak kampus memberikan kebijakan terbaik terkait hal ini. Syukur-syukur kampus bisa menyediakan jaringan yang cepat dan tepat bagi civitas akademikanya, sehingga pembelajaran ke depan tidak ada kendala dan berjalan dengan maksimal,” ujarnya.

Reporter: Hanif, Titah


No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.