Iklan Layanan

Cuplikan

Belum Sempat Terlaksana di IAIN Ponorogo, SE Dirjen Pendis Ditarik Kembali

SE Dirjen Pendis No. B-752/DJ.I/HM.00/04/2020 dan No. B-802/DJ.I/PP.00.9/04/2020

    lpmalmillah.com- Munculnya Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Islam No. B-752/DJ.I/HM.00/04/2020 pada (06/04/2020) tentang pengurangan UKT/SPP PTKIN akibat pandemi Covid-19 seakan menjadi angin segar bagi mahasiswa PTKIN, tak terkecuali mahasiswa IAIN Ponorogo. Terlebih, sejak awal pembelajaran daring dilaksanakan, tuntutan mahasiswa mengenai kuota internet seakan belum menemui titik terang dari pihak kampus.

    Kebijakan penurunan UKT ini disambut baik oleh mahasiswa. Salah satunya Chusnul Ida Masfufah, mahasiswi semester dua jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) mengungkapkan bahwa penurunan UKT merupakan hal yang diharapkan oleh mahasiswa yang pengeluarannya tak sebanding dengan pemasukan. “Ini salah satu hal yang diharapkan oleh sebagian mahasiswa di IAIN Ponorogo. Melihat situasi dan kondisi yang seperti ini, dimana pengeluaran semakin banyak, sedangkan pemasukan bisa dibilang sangat minim dikarenakan adanya social distancing,” ungkapnya.

    Senada dengan Chusnul, Dharu Akbar, mahasiswa semester empat jurusan Ekonomi Syariah (ES) merasa bahwa penurunan UKT sudah menjadi kewajiban kampus. “Ya harus, karena posisi kita sekarang sudah tidak memakai fasilitas kampus dan cashback itu memang sudah kewajiban bagi PTKIN seluruh Indonesia,” jelasnya.

    Menanggapi hal tersebut, Agus Purnomo selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi dan Perencanaan Umum IAIN Ponorogo mengatakan bahwa informasi ini benar adanya. “Jadi kalau disebut kesepakatan, sebetulnya bukan kesepakatan bentuknya, tapi lebih kepada edaran Dirjen, jadi tidak semuanya sepakat. Kami rapat untuk dimintai informasi dan masukan, itu memang iya, tapi hasil akhir itu tetap berupa edaran atau keputusan yang dikeluarkan oleh Dirjen,” ujarnya.

    Terkait besaran potongan UKT, pihak kampus belum memberikan informasi resmi. Akan tetapi, dalam surat tersebut sudah tertulis bahwa kampus setidaknya harus memberikan potongan sebesar 10% kepada mahasiswa pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2020/2021.

    Perihal besaran pemotongan UKT, Chusnul mengaku setuju berapapun besaran pemotongan UKT yang ditetapkan kampus. “Dipotong 10% pun sudah adil, Insya Allah. Sebenarnya mau berapa persenpun silakan, yang pasti semoga benar-benar ada pemotongan UKT,” ujar Chusnul.


    Ahmad Fauzi Hari Badjuri, mahasiswa Hukum Keluarga Islam (HKI) semester empat, berharap besaran pemotongan UKT bisa melebihi 10%. “Kalau saya pengennya 15%, karena dampak dari pandemi covid 19 sangat besar terhadap ekonomi,” jelasnya.

    Berbeda dengan Ahmad, Dharu berpendapat bahwa jumlah pemotongan UKT harus dikalkulasikan terlebih dahulu. “Menurut saya besaran pemotongan UKT itu dikalkulasikan sama dengan berapa lama kita kuliah daring, kalau untuk mengkalkulasikan sendiri berapa persen saya tidak bisa,” jelasnya.

    Agus pun menyatakan bahwa kemungkinan besar pemotongan UKT mengambil angka minimal, yakni 10%. “Sesuai dengan kemampuan dana yang kita miliki mungkin besaran pemotongannya 10%, itupun sudah berat kondisinya,” ungkapnya.

    Agus menambahkan bahwa rencana pemotongan UKT sebesar 10% itu sudah banyak mengurangi alokasi dana tahun ini yang menyebabkan hampir semua kegiatan terhenti total. “Hampir seluruh kegiatan sepertinya sudah zero semua, karena yang 10% itu sudah mengurangi alokasi ditahun ini, yaitu sudah 2 Miliar,” tambahnya.

    Terkait dengan tuntutan mahasiswa mengenai pemberian kuota internet untuk menunjang pembelajaran daring, Agus mengatakan bahwa kampus telah mengusahakannya. “Mengenai hal ini, pada pertengahan Maret lalu, sebenarnya kita sudah ngomong dengan Telkom berkali-kali, tetapi ternyata masih ada 130 antrean,” ungkap Agus.

    Agus juga menambahkan lagi jika subsidi kuota internet juga terkendala oleh sumber dana serta cara pendistribusiannya kepada mahasiswa. “Nah kalau soal kuota, sumbernya dari mana belum ada dan cara pendistribusiannya belum tau, maka dari hasil kesepakatan/rapat itu yang jelas disepakati adalah soal pemotongan UKT,” tambahnya.

    Menurut Agus, dengan dana yang ada saat ini, hak mahasiswa yang urgen akan lebih diutamakan. “Yang ada itu hak mahasiswa yang betul-betul urgen, seperti hak ujian skripsi harus terjadi, hak untuk praktikum harus terjadi, dan hak-hak yang lain yang primer harus terpenuhi sebisa mungkin,” ujarnya.

    Agus pun berharap dalam kondisi ini semua pihak bisa saling mengerti. “Oleh karena itu mudah-mudahan ini bisa dipahami semuanya. Kita tetap harus memenuhi tuntutan negara dengan kondisi memerlukan dana dan kita juga tidak mengabaikan tuntutan masyarakat (mahasiswa. red),” harapnya.
   Aji Binawan Putra selaku Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa tingkat Institut (DEMA-I) pun berharap agar kampus segera mengeluarkan kebijakan untuk seluruh masyarakat kampus. “Kita sangat berharap kampus bisa mencermati situasi dan kondisi mahasiswa akibat adanya wabah COVID-19, dengan itu kampus bisa merespon dan mengeluarkan kebijakan yang benar-benar bijak untuk kebaikan seluruh masyarakat kampus, khususnya mahasiswa,” harapnya.

    Akan tetapi, sebelum pelaksanaan pemotongan UKT ini menemui titik terang, pada (20/04/2020), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam kembali menerbitkan Surat No. B-802/DJ.I/PP.00.9/04/2020 mengenai Penerapan Kebijakan dan Ketentuan UKT pada PTKIN yang menginstrusikan kepada Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk tetap menerapkan kebijakan dan ketentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagaimana telah diatur KMA yang berlaku. Tak hanya itu, surat ini sekaligus mencabut Surat Plt. Dirjen No. B-752/DJ/I/HM.00/04/2020 tentang pengurangan UKT/SPP PTKIN akibat pandemi COVID-19.

    Hal ini seakan membuat harapan para mahasiswa pupus begitu saja. Pasalnya kebijakan yang sebelumnya dianggap bisa sedikit meringankan mahasiswa, namun kini justru ditarik kembali.
Reporter: Titah, Hanif, Ryan

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.