Iklan Layanan

Cuplikan

Minim Sosialisasi, Mahasiswa Belum Mengetahui Layanan Kesehatan Kampus


Foto: Kondisi ruangan LKK

Meski menjadi salah satu fasilitas yang krusial, Lembaga Kesehatan Kampus (LKK) IAIN Ponorogo masih asing di telinga mahasiswa. Menurut absensi LKK, sepanjang Desember 2019 hingga Januari 2020 baru dua mahasiswa yang berobat ke sana. Mengapa LKK kurang dikenal di kalangan mahasiswa? 

LKK adalah lembaga yang bertujuan untuk membantu permasalahan kesehatan civitas akademika yang berdiri pada Agustus 2019. LKK berada di Kantor Rektorat lantai satu. Bisa dikatakan semacam klinik kesehatan yang diperuntukkan bagi mahasiswa, dosen dan karyawan yang ada di IAIN Ponorogo. 

LKK di bawah pengurusan perawat dan dokter. Menurut keterangan dari Manda Wakid Mailanto perawat lulusan AKPER dr. Soedono Madiun, orang yang datang dan periksa kesehatan rata-rata mengeluh pusing, cek tensi darah dan cek gula darah. Sementara ini belum ada yang terindikasi penyakit serius, tetapi jika ada akan dirujuk ke Rumah Sakit DARMAYU. 

Sejauh ini kunjungan pemeriksaan kebanyakan baru dari kalangan dosen dan petinggi kampus. Padahal menurut Wakid, pengobatan di LKK gratis. Mahasiswa hanya perlu membawa KTM atau KTP saat berobat.

Survei kualitas layanan kesehatan yang dilakukan Lembaga Penjamin Mutu (LPM) menunjukkan hasil yang baik. Salah satu pertanyaannya adalah “menurut saudara, bagaimana kualitas proses pemberian informasi yang jelas tentang layanan kesahatan pada mahasiswa saat ini?”. Pertanyaan tersebut mendapatkan hasil “baik” sebanyak 55,78%. Begitu pula pertanyaan mengenai kualitas, keramahan, ketepatan waktu, kemudahan akses dan kenyamanan. Hasilnya, menunjukkan pilihan “baik” kisaran 55,78% hingga 57,90% mengungguli pilihan lainnya. 

Padahal, tidak semua mahasiswa mengetahui adanya layanan kesehatan di kampus ini. Survei yang disebarkan oleh aL-Millah membuktikan sebanyak 96,87% responden setuju akan pentingnya keberadaan LKK. Namun tidak sedikit pula yang mengaku kurang mengetahui adanya layanan kesehatan ini sebesar 61,45%. Sebagian yang mengetahui pun mengaku belum tahu lokasi layanan kesehatan tersebut.

Hasil survei LPM aL-Millah kepada sebagian mahasiswa IAIN Ponorogo. Survei ini tidak bermaksud men-generalisir, hanya sebagai gambaran sebagian populasi.

Wakil rektor III, Syaifullah mengakui minimnya sosialisasi keradaan LKK ini.  Menurutnya, berhubung baru dirintis 2019 jadi hanya kalangan staf akademik saja yang baru mengetahui hal tersebut. “Adanya layanan kesehatan ini untuk sementara membantu mahasiswa yang membutuhkan pertolongan pertama, ya... Karena peralatannya yang belum terlalu lengkap,” ujar Syaifullah. 

Ia melanjutkan, upaya kampus untuk mensosialisasikan keberadaan LKK ini melalui berbagai jalur, salah satunya pada saat PBAK atau orientasi mahasiswa baru. Di situ layanan kesehatan diperkenalkan kepada mahasiswa baru, dan untuk mahasiswa lama pihak kampus juga turut mensosialisasikan LKK melalui pengisian kuesioner saat KRS. 

Menurut Ahmad Nuramin Mujahiddin selaku ketua KSR periode sebelumnya (2019-2020), belum ada kerja sama antara UKM KSR dengan pihak klinik kampus. Ahmad mengaku sudah mencoba mengajak kerja sama dengan pihak klinik kampus, hanya saja terkendala dengan perizinan pihak klinik sendiri. “Kita (KSR) sebenarnya ingin kolaborasi hanya saja terkendala. Karena kita belum tahu siapa yang berwewenang di klinik. Sebelumnya salah satu anggota sudah pernah kesana tetapi ya itu tadi pihak kliniknya belum berani mengambil keputusan,” ujarnya. 

Ahmad berharap, ke depannya klinik dapat disosialisasikan entah malaui SEMA dan DEMA ataupun membuka stan, setidaknya mahasiswa tahu keberadaannya. Ia menyontohkan klinik kesehatan yang dimiliki IAIN Tulungagung, di mana hubungan kerjasama antara klinik kampus dan KSR. Dokter dan perawat bertugas memeriksa kesehatan pasien sedangkan yang memberi obat-obatan ialah anggota KSR. Hal ini dirasa dapat dicontoh dan dilakukan oleh pihak klinik kampus dan KSR IAIN Ponorogo.

Selaras dengan itu, Windya Sholihah mahasiswa PGMI semester enam juga merasa kurang mengetahui keberadaan layanan kesehatan kampus ini. “Jika diadakan layanan kesehatan diharapkan untuk mensosialisasikannya ke seluruh mahasiswa. Karena tidak semua mahasiswa mengetahui apa aja  fasilitas yang dimiliki kampus,” ujarnya.  

Tempatnya yang kurang strategis yang menjadikan LKK ini kurang terekspos publik. Syaifullah berharap, “karena suatu saat nanti semua akan pindah ke kampus II saya harap di sana klinik atau layanan kesehatan baik sarana maupun prasarananya lebih diunggulkan lagi dan dibangun gedung atau ruangannya tersendiri, karena ruangannya yang berada di kampus I ini saya rasa masih kurang mewadahi.” 

Sepadan dengan pernyataan sebelumnya, Ramadhan Maulana mahasiswa PBA  semester dua juga belum mengetahui keberadaan ruangan layanan kesehatan tersebut. Menurutnya, tersedianya layanan kesehatan kampus sangat penting, sebab dapat membantu mahasiswa yang sakit saat di kampus. “Jika sudah ada layanan kesehatan, diharapkan untuk memenuhi fasilitas baik sarana maupun prasarana dan juga kelengkapan obat-obatan,” tuturnya.

Reporter; Shery, Wachid, Nuryani
Penulis; Nuryani


No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.