Iklan Layanan

Cuplikan

Ngapain Aja Setahun Belakangan?


Ilustrator: Candra

Opini oleh: Eka Purwaningsih

    Hiruk pikuk suasana di kampus menjelang Ujian Tengah Semester tempo hari amat kental terasa. Tapi, bukan hanya bagian keakademikan saja yang sedang ramai, melainkan juga para pegiat-pegiat organisasi kampus. Banyak sekali UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) di IAIN Ponorogo yang berbondong-bondong memberikan surat undangan untuk menghadiri pergantian kepengurusan organisasi mereka. Hal itu berhubungan dengan fakta jika semester genap pada tahun ini akan segera menuju masa akhir, maka tidak dapat dipungkiri bila Organisasi Mahasiswa (Ormawa) intra kampus periode 2019/2020 juga harus menemui batas waktunya. Ya, benar, karena kepengurusan sudah berjalan hampir satu periode.

    Dalam kegiatannya, menurut Anggaran Rumah Tangga (ART) RM IAIN Ponorogo, Senat Mahasiswa Institut (SEMA-I) memiliki dua agenda besar yang wajib dilaksanakan setiap tahunnya, yaitu Sidang Paripurna I dan Sidang Paripurna II. Pada Sidang Paripurna I diselenggarakan untuk mengamandemen, merumuskan, dan menetapkan konstitusi Republik Mahasiswa (RM) IAIN Ponorogo dalam satu periode; merumuskan dan menetapkan undang-undang RM IAIN Ponorogo; merumuskan dan menetapkan ketetapan SEMA; merumuskan dan menetapkan produk hukum SEMA; serta merumuskan program kerja SEMA. Sedangkan untuk Sidang Paripurna II diselenggarakan untuk meminta dan mengevaluasi Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut (DEMA-I) dan merumuskan tentang Kongres RM IAIN Ponorogo.

    Untuk pelaksanaannya, Sidang Paripurna I idealnya dilaksanakan diawal-awal periode kepengurusan. Karena tujuannya seperti yang sudah dijelaskan di atas, maka hal itu yang akan jadi acuan pelaksanaan bagaimana kapal RM ini akan berlayar kedepannya, maka seharusnya Sidang Paripurna I dilaksanakan diawal periode jabatan. Tapi, ada yang ‘sedikit’ mengganjal dari SEMA-I belakangan ini, yaitu terkait pelaksanaan Sidang Paripurna I. Iya, dimana waktu pelaksanaan yang idealnya berada di awal kepengurusan malah berada di akhir kepengurusan. Hal ini terbukti dari surat Nomor 21/031.SU.001/SEMA-I/III.02.2020 yang dilayangkan untuk kegiatan Sidang Paripurna I yang dilaksanakan pada Jum’at, 28 Februari 2020. Tertulis di surat itu, tujuannya adalah permohonan delegasi tapi dalam penutupnya malah peminjaman fasilitas. Kemudian surat itu direvisi, walaupun tetap saja tidak tertulis permintaan untuk mengirim delegasi di isi surat, seperti sekedar memberitahukan jika ada kegiatan saja.

    Dengan pelaksanaan Sidang Paripurna I yang dilaksanakan di akhir kepengurusan, penulis kembali mempertanyakan apa saja yang telah mereka kerjakan selama hampir satu tahun kebelakang ini. Apakah iya selama satu tahun kepengurusan hanya dibuat untuk menggodok UU yang disahkan di akhir kepengurusan? Penulis curiga, Sidang Paripurna I menjelang akhir jabatan merupakan kekhilafan SEMA-I semata. Khusnudzon saja mungkin SEMA-I sedang ada kesibukan masing-masing, jadi yaa agak terlupakan.

    Penulis juga mempertanyakan dasar atau pijakan yang digunakan oleh SEMA-I dalam melayarkan kapalnya selama satu tahun kepengurusan ini. Ketika Sidang Paripurna I dilaksanakan di akhir kepengurusan, maka pembahasan mengenai undang-undang, peraturan dan sebagainya juga baru dilakukan. Jika begitu, nggak salah jika penulis berpikiran mereka masih menggunakan peraturan dari kepengurusan yang lama. Lha wong sidang untuk pembentukannya belum dilaksanakan sebelum bertugas. Kalau seperti itu, apakah kepengurusan seperti ini bisa dikatakan sehat?

    Lalu, jika Sidang Paripurna I dilaksanakan di akhir kepengurusan, maka (jika sesuai dengan ART) SEMA-I juga baru merumuskan Program Kerja (Proker) satu periode yang akan datang. Kalau Prokernya baru dirumuskan di akhir kepengurusan, siapa yang akan menjalankan Proker tersebut? Kepengurusan selanjutnya? Helooooo…. Tapi, dari Sidang Paripurna I kemarin mereka tidak membahas proker kok, jadi kecurigaan penulis terpatahkan.

    Di samping itu, pada Sidang Paripurna I juga dibarengi dengan sosialisasi Produk Hukum dari SEMA-I. Salah satu produk hukum yang dibahas pada sidang adalah Undang-undang Kongres Mahasiswa RM IAIN Ponorogo, di mana pada waktu pelaksanaannya Kongres Mahasiswa nanti akan melibatkan seluruh mahasiswa yang masih aktif. Sehingga, pembahasan mengenai undang-undang yang mengatur terkait Kongres Mahasiswa tersebut bisa dibilang penting bagi para mahasiswa, terutama bagi Maba yang baru bergabung ke gelapnya  organisasi kampus.

    Namun pada sidang tersebut peserta yang datang hanya ada sedikit. Lalu bagaimanakah peserta yang tidak datang dapat mengetahui sosialisasi tersebut? Apakah SEMA-I kembali mengadakan sosialisasi? Nyatanya tidak. Padahal, tidak bisa dipungkiri, Kongres melibatkan seluruh mahasiswa aktif di kampus, jadi tentu saja infonya harus tersampaikan secara menyeluruh. Sehingga, harusnya SEMA-I juga melakukan sosialisasi kepada seluruh mahasiswa, bukan hanya delegasi yang diundang saja.

    Seperti yang kita ketahui, Kongres Mahasiswa merupakan forum musyawarah tertinggi yang dilaksanakan oleh SEMA-I di ranah kampus sehingga semua mahasiswa dapat ikut berpartisipasi dalam memilih siapa calon pemimpin mereka kedepannya. Oleh karena itu, sebelum agenda akbar Kongres Mahasiswa dilaksanakan, maka perlu setiap tahunnya untuk melakukan sosialisasi kongres, dimana sosialisasi ini bertujuan untuk mengenalkan apa itu kongres pada khalayak, terutama mahasiswa baru yang masih polos-polosnya sehingga mudah dikadalin. Mahasiswa baru yang notabenenya adalah penghuni baru kampus perlu dengan jelas mengetahui apa itu Kongres, agendanya apa, pelaksanaannya bagaimana, serta hal-hal lainnya yang masih satu garis lurus dengan kongres mahasiswa.

    Namun lucunya, dalam undang-undangnya tidak dijelaskan sama sekali tentang apa itu Kongres, juga tentang tata pelaksanaannya. Di dalamnya hanya dibahas tentang Pemira (Pemilihan Umum Raya Mahasiswa) dan serangkaian badan-badan untuk menyukseskan agenda tersebut. Dalam draf UU nya hanya disebutkan lima kali yaitu pada bagian judul; pasal 10 ayat 4, 5, 7; pasal 21 ayat 2. Tapi kenapa, dalam undang-undang tersebut, justru hal intinya yaitu tentang Kongres mahasiswa sendiri tidak dijelaskan?

    Penulis bertanya-tanya, sebenarnya, istilah dari kongres sendiri itu apa sih? Apakah iya kalo kongres itu sama dengan pemilihan umum? Seperti contoh kasus di atas, dimana UU yang seharusnya mengatur tentang kongres tapi nyatanya malah hanya berisi tentang Pemira dan hal-hal yang searah dengannya dan tidak menjelaskan sedikitpun tentang kongres. Sedikit iseng karena rasa kepo dari penulis yang sangat keterlaluan, maka penulis mencoba membuka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) untuk mengetahui apa itu kongres sebenarnya. Di situ dijelaskan, bahwa kongres merupakan pertemuan besar para wakil organisasi (politik, sosial, profesi) untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan mengenai pelbagai masalah; muktamar; rapat besar. Selain itu, masih dalam KBBI, kongres bisa juga diartikan dewan legislatif yang terdiri atas senat dan dewan perwakilan di Amerika Serikat, yang pada dasarnya bertugas mengawasi dan mencocokkan kegiatan pemerintahan. Nah, dari istilah umum kongres tersebut, bisa diambil kesimpulan jika kongres tidak hanya sekedar pemilihan umum saja.

    Dari sini kita bisa lihat, bahwa Undang-Undang yang telah dibuat oleh SEMA-I tentang Kongres Mahasiswa IAIN Ponorogo, sebagai produk hukumnya mengalami cacat ‘tipis’. Mungkin kita bertanya-tanya, kenapa hal itu bisa terjadi? Apakah waktu satu tahun kurang untuk mengkaji dan mengamandemen undang-undang sebelumnya? Entahlah…

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.