Diskusi LKBH: Dilema UU Pesantren
Foto: Panitia memberikan kenang-kenangan kepada Abdul Mun'im |
Acara dimulai dengan sambutan oleh Endrik
Safudin selaku Direktur bagian kajian dan pengembangan ilmiah LKBH. Setelah
itu, acara dibuka
oleh Nurul Umayyah selaku
moderator kemudian dilanjutkan
dengan penyampaian materi oleh Lukman
Santoso dan Abdul Mun’im.
Abdul Mun’im menyampaikan
bahwa pendidikan formal di pesantren mengalami
perkembangan yang luar biasa, sehingga banyak pesantren yang memiliki sekolah
unggulan dan favorit, dan pesantren kebanjiran peminat. “Pada umumnya,
perkembangan seperti ini dianggap sebagai hal yang positif oleh mayoritas umat Islam. Tetapi juga ada
minoritas yang menganggapnya sebagai kekalahan dunia pesantren dalam menghadapi
modernitas,” ungkapnya.
Lukman mengatakan, proses pembuatan undang-undang pesantren yang
terkesan cepat. “Undang-Undang
pesantren ini termasuk kilat
pemrosesannya, tidak serumit dan selama pembuatan undang-undang yang lainnya,” jelasnya.
Ia
menambahkan bahwa Undang-Undang dicurigai beberapa pihak non pesantren sebagai upaya pesantren untuk mencari dana ke pemerintah. “Pertanyaannya, apakah
pesantren butuh
balas budi? Ataukah
Negara yang butuh
eksistensi dari pesantren?” ujarnya.
Abdul Mun’im menyampaikan,
kehadiran Undang-Undang nomor 18 tahun
2019 tentang pesantren barangkali menandai tahap baru tentang keberadaan
pesantren di Indonesia bahwa pemerintah
lebih dalam lagi memasuki jantung pesantren.
Ia juga menerangkan isi konsideran butir C bahwa perlu adanya peraturan untuk rekognisi
(pengakuan), afirmasi (penekanan), dan fasilitasi (terhadap pesantren)
berdasarkan tradisi dan kekhasannya. Sehingga, pemerintah telah mewajibkan dirinya
untuk memenuhi fungsi-fungsi sebagaimana disebutkan.
Salah satu mahasiswa,
Abdul Fakih dari Hukum Keluarga Islam (HKI) mengajukan pertanyaan. “Dari setiap pondok memiliki kultur berbeda, apakah kultur tersebut akan
berubah dengan adanya undang-undang?” tanyanya. Kemudian Abdul
Mun’im menanggapi bahwa UU tidak akan mengubah sejeauh itu.
Diskusi ini menuai tanggapan dari
peserta, salah satunya Linda Dwi
Kumalasari mahasiswi
jurusan HKI. “Sebaiknya mahasiswa itu
harus lebih teliti agar lebih bijak dalam memandangundang-undang pesantren yang
disahkan oleh DPR,” tuturnya.
Reporter
: Yaya, Zanida
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.