Mempertanyakan Kebijakan Pemerataan UKT bagi Penerima Beasiswa
lpmalmillah.com - Seorang mahasiswa bernama Indriani,
mahasiswa semester 3 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, jurusan Pendidikan
Agama Islam Universitas Islam Negeri Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo, mengaku kaget
saat mengetahui nilai uang kuliah tunggal (UKT) naik ketika ia diterima menjadi
salah satu penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Sebelumnya,
UKT yang harus dibayarkan senilai Rp1.800.000 per semester. Namun, saat jadi
penerima beasiswa KIP-K, UKT-nya melonjak tinggi mencapai Rp2.400.000 per
semester. Padahal, saat itu tidak ada informasi yang memadai dari kampus
mengenai kenaikan UKT. Atas kenaikan itu, dia sempat bertanya kepada
teman-temannya yang juga mendapatkan beasiswa KIP-K.
“Saya kaget UKT-nya kok tiba-tiba
naik. Sebelumnya, tidak ada penjelasan dari pihak kampus, bahwa penerima
beasiswa KIP-K, nilai UKT-nya naik,” kata Indriani.
Sebagai penerima beasiswa KIP,
Indriani mendapatkan bantuan biaya pendidikan sebesar Rp6.600.000 per semester.
Beasiswa itu digunakan untuk membayar UKT dan untuk keperluan kuliahnya.
Sehingga nilai beasiswa yang diterima setelah dipotong UKT tersisa Rp4.200.00. Uang
sisa ini yang digunakan untuk memenuhi biaya perkuliahan lainnya selama satu
semester.
Hal senada juga dialami Aprilia Selvi
Marta, mahasiswa semester 5 jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas
Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, penerima beasiswa Bank Indonesia (BI). Aprilia
juga mengalami kenaikan UKT setelah mendapat beasiswa BI, sebelumnya ia
mendapatkan UKT senilai Rp1.550.000, tetapi setelah mendapat beasiswa UKT-nya
naik menjadi Rp1.995.000 sesuai dengan golongan tertinggi di jurusannya.
Aprilia mengaku tidak mempermasalahkan jika UKT dinaikkan.
Nilai beasiswa yang diterima, kata
Aprilia, sebanyak Rp12.000.000 per tahun dengan dua kali pencairan. Sehingga
nilai beasiswa yang diterima setelah dipotong tersisa Rp10.005.000. Dengan
adanya beasiswa ini, ia sangat terbantu dalam pemenuhan kebutuhan
perkuliahannya. “Adanya beasiswa ini sangat membantu dalam finansial saya,”
ujarnya.
Kenaikan nilai UKT untuk penerima
beasiswa tidak datang begitu saja. UIN Kiai Ageng Muhammad Besari atau UIN
Ponorogo menggunakan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 386 tahun
2025 tentang Uang Kuliah Tunggal pada
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Tahun Akademik 2025-2026 sebagai landasan hukumnya. Dalam regulasi
itu pada poin keempat berbunyi “Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam Negeri sebagaimana
dimaksud dalam DIKTUM KESATU terdiri atas beberapa kelompok yang ditentukan
berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua atau pihak lain yang
membiayai”.
UKT di UIN Ponorogo terbagi
berdasarkan jurusan dan terbagi menjadi beberapa kelompok: a. Kelompok I
Rp0–Rp400.000, b. Kelompok II Rp1.000.000–Rp1.750.000, c. Kelompok III
Rp1.200.000–Rp2.400.000, c. Kelompok IV Rp1.400.000–Rp.3.000.000, d. Kelompok V
Rp1.500.000–Rp3.500.000, e. Kelompok KIP-K Rp2. 400.000.
Adanya penentuan pemeretaan UKT untuk
mahasiswa KIP-K sesuai dengan KMA nomor 386 tahun 2025 pada kelompok sendiri,
dengan nominal Rp2.400.000. Sedangkan penerima beasiswa BI, nilai UKT diratakan
sesuai dengan golongan tertinggi pada masing-masing jurusan penerima.
Menanggapi hal ini, Asanam Rifai
selaku Kepala Bagian Umum dan Layanan Akademik pada Biro Administrasi Umum
Akademik dan Kemahasiswaan UIN Ponorogo, mengklaim bahwa sebelum mahasiswa
menerima beasiswa KIP-K, sudah ada sosialisasi tentang kenaikan bagi penerima
beasiswa. Sosialisasi tersebut tidak hanya tentang kenaikan UKT saja, tetapi
juga mengenai pelaporan penggunaan keuangan. Nantinya mahasiswa penerima beasiswa
KIP-K diminta untuk membuat laporan pertanggungjawaban keuangan yang mereka
pakai.
"Sebelum mendapatkan sudah ada
sosialisasi, jadi mahasiswa penerima KIP-K sudah tahu itu. Jadi nanti dapatnya Rp6.600.000
terus dipotong untuk membayar UKT Rp2.400.000, sisanya Rp4.200.000. Kemudian
uang sisa tadi, mahasiswa diminta membuat laporan penggunaan (dana) untuk apa
saja,” jelas Asanam.
Sedangkan untuk beasiswa Bank
Indonesia, Didiek Noeryono Basar selaku pembina beasiswa Bank Indonesia di UIN
Ponorogo menjelaskan bahwa ketentuan kenaikan UKT bukan atas dasar keinginan
sendiri, tetapi dari arahan pimpinan (Wakil Rektor 3 dan Pimpinan dari beasiswa
Bank Indonesia). UKT penerima beasiswa ini naik dengan menyesuaikan golongan
tertingi pada jurusan masing-masing. Namun, pemberlakuan kenaikan UKT ini hanya
berlangsung selama mahasiswa masih menerima beasiswa BI. Jika masa perolehan
beasiswanya habis, maka kembali kepada UKT lama penerima.
“Menaikkan UKT itu sangat berisiko.
Dan itu sudah kebijakan pimpinan, dan memang dinaikkan di UKT tertinggi sesuai
dengan jurusan masing-masing,” papar Didiek.
Didiek juga menjelaskan bahwa jumlah
yang diperoleh penerima beasiswa BI lebih banyak dibandingkan dengan beasiswa
lainnya selain KIP-K. Karena penerima beasiswa BI mendapatkan Rp12.000.000 per tahun,
sedangkan beasiswa KIP-K mendapatkan Rp6.600.000 per semester. Meskipun begitu
Didiek berpendapat bahwa penerima mendapatkan manfaat beasiswa dengan jumlah
yang tidak sedikit, lalu mereka masih mendapatkan sisa dari pembayaran UKT.
Seharusnya mahasiswa penerima beasiswa dapat memanfaatkannya untuk pembelajaran
dan lainnya.
Tidak heran jika beberapa mahasiswa
banyak yang protes dan mengeluh dengan penentuan UKT karena berkaitan dengan
kemampuan finansial. Apalagi mereka yang awalnya mendapatkan UKT golongan
rendah, namun setelah dinyatakan lolos beasiswa, UKT mereka dinaikkan. Sebagian
orang merasa tidak mempermasalahkan adanya penyamarataan, tetapi ada beberapa
mahasiswa penerima beasiswa merasa keberatan.
Mahasiswa juga mempertanyakan
penyamarataan UKT ini nantinya akan masuk ke mana dan dialokasikan sebagai apa.
Pasalnya beberapa mahasiswa merasa masih kebingungan dan minim kejelasan
tentang informasi kenaikan UKT, salah satunya Indirani. “Awalnya agak keberatan
karena minim penjelasan. Saya dan (mungkin) teman-teman pasti ada yang mikir
uang pemerataan (UKT) masuknya ke mana. Tapi lama-lama ya sudah, karena kan
(UKT saya) sudah dibayarkan oleh pemerintah juga,” ujar Indri.
Perihal kenaikan UKT dapat memunculkan
keluhan dari salah satu penerima beasiswa, ketika pembayaran UKT telah tiba.
Menurut Indri sebagai penerima beasiswa KIP-K merasa kesulitan, apalagi
pencairan beasiswa sering kali molor sekitar 2 bulan dari jadwal pembayaran
UKT. Sehingga Indri sedikit berusaha dalam mengatur keuangannya agar bisa
memenuhi kebutuhan dan membayar UKT.
“Kesulitannya ada di waktu pencairan
yang selalu molor, sih. Biasanya molor sekitar 2 bulan, jadi kita harus bisa survive
dari dana pencairan sebelumnya sampai pencairan selanjutnya” keluh Indri.
Adanya keresahan yang dirasakan oleh
mahasiswa, Asanam menjelaskan ke mana uang penyamarataan UKT yang dibebankan
mahasiswa penerima beasiswa. Dana penyamarataan UKT mahasiswa penerima beasiswa
nantinya akan masuk ke anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tidak
hanya UKT penerima beasiswa, tetapi seluruh UKT mahasiswa masuk ke dalam
anggaran PNBP.
Setiap tahunnya kampus diberi target
oleh pemerintah pusat harus mengumpulkan sesuai dengan jumlah yang telah
ditentukan, untuk tahun ini PNBP UIN Ponorogo harus mencapai Rp40 miliar. Dan
anggaran PNBP paling besar itu bersumber dari pembayaran UKT. Apabila belum
memenuhi, kampus mencari berbagai solusi agar bisa sesuai dengan jumlah yang
telah ditetapkan.
“Misalnya pendapatan UKT dari semester
1 sampai semester 14 jumlah total terkumpul semua dalam satu tahun misalnya Rp35
miliar. Berarti (kita) kurang Rp5 miliar, kita harus memenuhinya, sehingga
beberapa anggaran dipotong, lalu diberikan ke PNBP. Hingga nantinya tanggungan Rp40
miliar terpenuhi. Dan dana dari penyamarataan UKT penerima beasiswa otomatis
jadi pemasukan PNBP,” jelas Asanam.
Tidak hanya dari UKT mahasiswa yang
menjadi sumber utama PNBP kampus, Asanam menjelaskan beberapa sumber lain untuk
pemasukan PNBP. Seperti sewa Graha Watoe Dhakon, sewa kantin, dan penyewaan
lahan untuk bank seperti, Bank BSI, Bank BRI, Bank BNI, dan lain sebagainya.
Karena harga dari persewaan itu nominalnya cukup memadai untuk menambahi
pendapatan PNBP. Sehingga pendapatan PNBP kampus tidak hanya bersumber dari UKT
mahasiswa saja tetapi juga dari pendapatan eksternal.
Feona Kusumakrisna Damayanti (32.23.251)
Catatan:
Redaksi menyampaikan koreksi atas kekeliruan penulisan dalam rubrik Kampusiana berjudul “Mempertanyakan Kebijakan Pemerataan UKT bagi Penerima Beasiswa” yang diterbitkan di majalah edisi 42.
Pada versi sebelumnya tertulis nominal Rp12.000.000 per semester. Adapun nominal yang benar adalah Rp12.000.000 per tahun. Atas kekeliruan tersebut, redaksi menyampaikan permohonan maaf kepada pembaca.


Tidak ada komentar
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.