Abdi Mulia Hamdan dan Kawan-kawan
Oleh: Vega Eka Saputri
“Kris, hari ini kamu sibuk atau tidak?” Tanya
Hamdan kepada Krisna yang merupakan sahabat karibnya.
“Tidak Ndan, ada apa?” jawab Krisna
sambil asyik memainkan gadgetnya.
“Ayo nanti sore
ke masjid, kita temui Pak
Sumarno. Aku ada ide
nih.” sahut Hamdan kemudian
Krisna langsung
meletakkan gadgetnya dengan raut wajah keheranan, Karena aktivitas sore yang
biasa dilakukan Hamdan adalah memandikan burungnya, ini kok malah ngajakin ke
masjid.
“Kesambet apa kamu
Ndan, tumben banget nih. Hahaha,” tanya Krisna dengan nada
mengejek.
“Gini loo, aku
lagi ada niatan baik nih, gimana kalau kita kembangin TPA Masjid Baitul
Muttaqin ini, biar anak-anak kecil itu lebih semangat ngajinya,” terang Hamdan kepada Krisna.
“Wahhhh, baik
itu Ndan, setuju aku. Kalau
gitu kita temui pak Marno dulu aja bagaimana?” sahut
Krisna.
“Kita temui
nanti saja Kris, waktu Pak Marno ngajar TPA gimana?” saran hamdan kepada Krisna.
“Delapan
enam, bos Ndan,” jawab Krisna kepada Hamdan
dengan sebutan bos, karena Hamdan yang selalu menggerakkan pemuda desanya,
seperti dalam kegiatan karang taruna di Desa Banaran. Desa
tersebut merupakan tempat tinggal Hamdan yang berada di dataran tinggi. Dalam
mengembangkan pendidikan baca tulis Al-Qur’an ini, Hamdan memilih
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) di masjid
Baitul Muttaqin karena masjid tersebut dekat dengan rumahnya. TPA Baitul
Muttaqin ini sebenarnya sudah ada sejak dulu, pendirinya adalah Bapak Sumarno.
Namun, metode pengajarannya masih seperti pada zaman dahulu sangat sederhana, sehingga Hamdan
tergretak untuk memperbaiki metode pembelajaran tersebut dengan mengajak pemuda
lain di desanya.
Setelah menemui
Krisna, kemudian Hamdan pulang dan kembali melanjutkan aktivitas biasanya yaitu
merawat burung peliharaannya. Beberapa menit kemudian, terdengar suara adzan Ashar.
Hamdan langsung bergegas untuk mandi, dan persiapan untuk ke masjid. Setelah
mandi, Hamdan mengenakan baju koko dan sarung yang semakin membuatnya terlihat
tampan dan sholeh. Kemudian, Hamdan
melangkahkan kakinya menuju sumber suara adzan tersebut. Di tengah perjalanan, Hamdan
melihat Tara yang mengenakan mukena putih berjalan dari seberang jalan yang
sepertinya juga mau menuju ke masjid.
“Tar, Tara.. Hei
Tara...” Hamdan mencoba
memanggil Tara, tetapi Tara tak mendengarnya.
“ Taraaaaaaa,
hallo Tar, Tara dengar suaraku nggak sih,”
teriak Hamdan sekali lagi dengan jengkel.
“ Hei mas Hamdan,
mas Hamdan panggil saya ya?”
jawab Tara dengan ragu, sebab jarak mereka cukup jauh sehingga Tara kurang
mendengar panggilan Hamdan.
“Iya Tar, sini Tar.
Aku ada tawaran baik nih untuk kamu,”
ujar Tara.
“Iya mas sebentar,
tunggu disitu yaa!!”
jawab Tara sambil berjalan tergesa-gesa.
Tara menyebrangi
jalan dengan tidak menengok kanan kiri. Tiba-tiba
Tinnnnnnn….
Tin…. Sittttttt
BRAKKKK!!!!!!
“Allahuakbar.!
Taraaaaa…” teriak Hamdan dengat wajah
pucat pasi melihat Tara tertabrak sepeda
motor.
Seketika warga yang
melihat kejadian tersebut langsung mengerumuni Tara. Tara tampak tak sadarkan diri.
Kemudian Tara di bawa kerumah Pak Lamidi yang dekat dengan masjid. Namun, tidak
ditemukan luka sedikit pun pada tubuh Tara. Setelah beberapa menit, terdengar iqomah. Maka warga langsung bergegas
menunaikan sholat ashar di masjid. Tara di tunggu oleh Bu Lamidi.
“Nduk.. nduk..
sadar nduk.. kok bisa begini tadi gimana to?” tanya Bu Lamidi.
“Uhuk.. uhukkk,” Tara sadar diri, dan
kebingungan.
“Alhamdulillah
nduk, akhirnya kamu sadar,” ujar Bu Lamidi.
“Apa yang terjadi,
bu?” tanya Tara pada Bu
Lamidi.
“ Kamu tadi
tertabrak sepeda motor ketika kamu mau ke masjid nduk,” jawab Bu Lamidi.
“Aku belum sholat bu. Boleh saya numpang
sholat disini?” tanya
Tara Pada Bu Lamidi.
“Kamu beneran
sudah sembuh nduk? ” Bu
Lamidi masih khawatir dengan keadaan Tara.
“InsyaAllah sudah bu,” jawab Tara meyakinkan Bu
Lamidi.
Bu Lamidi kagum
kepada Tara, setelah kena musibah tertabrak sepeda motor tetapi Tara tetap
ingat akan kewajibannya menunaikan sholat. Beberapa menit kemudian Hamdan dan
Krisna menghampiri Tara di rumah Bu Lamidi, dan mereka memberi tawaran kepada Tara
untuk ikut mengajar di TPA Baitul Muttaqin.
“Tar, bagaimana
keadaanmu ? Sudah sembuh betul?” tanya
Krisna pada Tara.
“Alhamdulilah
sudah mas,” jawab Tara.
“Tar, kamu kan mahasiswi
jurusan Pendidikan Agama Islam. Bagaimana kalau kamu ikut mengembangkan TPA di masjid ini Tar?” tanya Hamdan.
“Ohh iya mas
saya mau banget, justru
saya malah senang mengajar anak-anak mas,” sambung Tara.
“Oke, kalau
begitu, mari kita temui Pak Sumarno, kamu bisa jalan kan, Tar?” tanya Hamdan lagi.
“Iya mas, bisa
kok. Tara gapapa,” jawab Tara.
Kemudian mereka
bertiga menuju masjid menghampiri Pak Marno
yang sedang mengajar TPA. Kemudian mereka masuk, dan seketika semua anak kecil
menengok ke arah Hamdan, Tara, dan Krisna.
“Eeee mbak Tara,
eh ada mas Hamdan sama mas Krisna juga,” ujar Vano yang merupakan
salah satu murid di TPA itu.
“Assalamu’alaikum,” Hamdan mengucap salam
dan langsung masuk ke masjid bersama Krisna dan Tara.
“Waalaikumussalam
mas, ada apa ya? ada yang bisa bapak bantu?” jawab
Pak Sumarno.
“Oh begini pak,
kami bertiga ingin turut serta mengembangkan TPA ini, kira-kira diperkenankan atau
tidak?” ujar Hamdan kepada Pak
Sumarno.
“Loo, saya
justru senang sekai jika pemuda pemuda sini mau mengajar, karna saya kan sudah
tua, jadi ganti kalian lah yang harus melanjutkannya.”
“Alhamdulilah..
Siap pak, kami sangat siap,”
jawab Krisna dengan
penuh kesanggupan.
“Mulai sekarang
kita ikut mengajar ya pak?”
tanya Tara kemudian.
“Boleh boleh,” jawab Pak Marno
meyakinkan mereka bertiga.
Akhirnya mereka
bertiga mulai rutin mengajar di TPA tersebut, dan membuat program kerja bahwa
kegiatan belajar baca tulis Al Qur’an dilaksanakan setiap
hari Kamis, Jum’at, dan Sabtu. Setiap akhir bulan selalu mengadakan ziarah atau tamasya untuk
membuat anak-anak semakin semangat dalam mengaji.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.