Iklan Layanan

Cuplikan

MAU DIBAWA KE MANA SUARA KITA ?


 
Foto: Proses Pemungutan Suara
Opini oleh Arina Mana Sikana
Pemungutan suara yang dilakukan oleh BPK (Badan Penyelenggara Kongres) untuk menentukan ketua Senat Mahasiswa (SEMA), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), dan Himpunan Mahasiawa Jurusan (HMJ) telah terlaksana, horee. Pesta demokrasi ini melibatkan  seluruh mahasiswa Republik Mahasiswa IAIN Ponorogo. Mahasiswa ibarat rakyat dalam sebuah negara. Suara rakyat menjadi suara penentu kesuksesan PEMILWA.
Hal inilah yang mungkin mendorong para calon pemimpin maupun panitia  mengumpulkan dukungan suara sebanyak-banyaknya. Banyak sekali kata-kata dan slogan-slogan  persuasive yang bernada mengajak agar mahasiswa tidak golput. Selain di media sosial ada juga calon yang menggalang dukungan dalam bentuk media cetak seperti pamflet.
Sayang seribu sayang, gencarnya pemberitahuan tentang PEMILWA nyatanya tidak menjadikan mahasiswa semangat memilih, Hadeeh.
Hanya sedikit mahasiswa yang mengetahui rentetan kongres, selebihnya memilih tidak mau tahu. Dilihat dari antusiasme yang terlihat, sedikit sekali mahasiswa yang datang untuk memilih. Dari seluruh mahasiswa, hanya sebagian yang datang menyalurkan hak suaranya. Ambil contoh FEBI, dari 1899 DPT hanya 507 yang menggunakan hak pilihnya. Hanya sekitar1/4 mahasiswa berbagi waktu dan dukungan untuk PEMILWA tahun ini.
Bahkan hingga waktu yang ditentukan habis, masih banyak mahasiswa yang tidak datang untuk memberikan hak suaranya. Semakin mengaburkan pandangan kita tentang PEMILWA. Apakah mahasiswa umum merasa tidak merasa berkepentingan? Jika tidak, lalu kepentingan siapa?
Suara mahasiswa tentunya sangat berpengaruh bagi calon pemimpin saja. Karena legitimasi kemenangan bisa dievaluasi bergantung pada suara pemilih. Namun, apa yang akan didapatkan oleh para pemilih setelah memberikan hak suaranya? Apakah suara mahasiswa hanya dibutuhkan untuk memilih pada saat ini saja. Lalu setelah ini disuruh bungkam, tidak dihiraukan, Entahlah.
Pemimpin yang baik harus mendengarkan dan mencari solusi dari permasalahan-permasalahan rakyatnya, bukan hanya mau terima suara saja, ya gak sih? Jangan setelah dipilih dan terpilih malah lepas tanggung jawab sama rakyatnya. Memangnya mahasiswa pemilih itu permen karet apa? Habis manis, sepah dibuang, hehe.
Suara dan dukungan kita tidak hanya untuk kepentingan segelintir orang. Pesta demokrasi adalah milik bersama dan guna kepentingan semua, bukan cuma dia. Harus selalu diingat, suara mahasiswa (meski hanya sebagian) adalah titipan harapan dan kepercayaan mahasiswa untuk para Ketua OMIK beserta organisasinya.
Suara mahasiswa jangan sampai dipersempit maknanya sebagai suara yang diwakili dengan kertas suara. Suara mahasiswa sebaiknya dimaknai aspirasi, permasalahan dan gagasan dari mahasiswa yang seharusnya bisa diakomodir. Jangan sampai suara-suara itu berakhir di PEMILWA dan tinggal cerita. Jangan sampai.

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.