SOSIALISASI (HANYA) SIMBOL?
Opini
oleh Adzka Haniina dan Ahmanda
sumber gambar: allesovercenten.be |
Sebagai
agenda perumusan kepengurusan selanjutnya, Kongres Mahasiswa menduduki peran
penting. Sabtu kemarin (07/07) telah diadakan ‘Sosialisasi’ Kongres oleh
Sema-I. Semua Organisasi Mahasiswa Intra Kampus (OMIK) diundang untuk
mengirimkan delegasi. Bahkan ditekankan pada ketua OMIK untuk wajib hadir. Namun
pada kenyataannya, tajuk agenda tak sama dengan isi yang disampaikan.
Kongres
menurut Anggaran Dasar Republik Mahasiswa IAIN Ponorogo tahun 2017 BAB I pasal
1 tentang Ketentuan Umum, bahwa kongres adalah musyawarah tertinggi di Republik
Mahasiswa. Di dalam kongres, akan ada pemilihan ketua OMIK melalui PEMILWA dan
pengesahan undang-undang. Sema-I sebagai lembaga legislatif bertanggungjawab
penuh atas pelaksanaan Kongres.
Makna
sosialisasi menurut KBBI Kemendikbud edisi V adalah upaya memasyarakatkan
sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dihayati, oleh masyarakat. Dengan
adanya sosialisasi, diharapkan informasi bisa sampai ke masyarakat dan suatu program
dapat dilaksanakan dengan maksimal.
Jika
dipahami, sosialisasi Kongres seharusnya berisi pemberian informasi mengenai
Kongres. Penjelasan terkait pelaksanaan kongres, kepentingannya bagaimana,
kapan diadakan, dan bagaimana mekanisme kegiatannya. Tetapi delegasi yang hadir
dalam sosialisasi tersebut tidak mendapatkan hal-hal yang semestinya. Mereka
justru disodori produk hukum dari SEMA berupa ART (Anggaran Rumah Tangga), UU
DEMA tentang PEMILWA, dan GBHO (Garis Besar Haluan Organisasi). Bahkan dari Sema-I
sendiri yang diketuai oleh Rohman Rifai, membuka pertanyaan, usul dan saran.
Hal itu dilakukan dengan alasan untuk menyerap aspirasi dari para delegasi yang
dianggap sebagai representasi dari mahasiswa.
Dengan
demikian, sosialisasi Kongres tidak menuntaskan tujuannya untuk memahamkan
mahasiswa sebagai rakyat. Informasi terkait mekanisme kongres yang seharusnya
didapatkan dari sosialisasi tidak diberikan. Kata sosialisasi hanya menjadi ‘simbol’
semata yang mencari eksistensi bahwa Kongres akan segera diadakan.
Sosialisasi
yang tidak maksimal ini menggambarkan ketidaksiapan Sema untuk pelaksanaan
Kongres. Padahal, kegiatan yang tidak lagi sakral seperti kongres sudah
seharusnya disosialisasikan sebaik-baiknya. Agar semua mahasiswa termasuk
lembaga-lembaga dan UKM mampu memahami dengan baik kegiatan apa yang akan
dilaksanakan ke depannya. Sehingga pesta demokrasi ini bisa dirasakan bukan
hanya oleh segelintir, tapi juga seluruh lapisan mahasiswa.
Di
samping masalah sosialisasi, jadwal kegiatan Kongres menunjukkan
ketidakwajaran. Tanggal 8-11 Juli 2018 diadakan rekrutmen anggota KPUM institut
dan fakultas. Menurut Rohman Rifa’I Ketua Sema-I, untuk KPUM tingkat Institut
akan diperpanjang hingga tanggal 12 Juli. Ia juga mengatakan bahwa Kongres akan
dimulai pada tanggal 13 Juli. Maka, jarak perekrutan dan Kongres hanya satu
malam. Mungkinkah Kongres kali ini juga mengikuti sistem SKS (Sistem
Kebut Semalam) layaknya suasana mahasiswa IAIN Ponorogo yang kebetulan sedang
UAS?
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.