Iklan Layanan

Cuplikan

ALOKASI DENDA PERPUS MENUAI PERTANYAAN

Sumber https://www.vebma.com/media/uang_receh1.jpg


www.lpmalmillah.cpm-- Perpustakaan merupakan salah satu fasilitas di perguruan tinggi yang memegang peranan penting bagi mahasiswa maupun dosen dalam hal literatur. Dalam perpustakaan sendiri tentunya terdapat buku yang tak sedikit jumlahnya. Maka, diperlukan manajemen yang baik guna mengatur siklus pinjam pengembalian buku dan pengunjung perpustakaaan itu sendiri. Hal ini demi ketertiban dan memudahkan pengunjung perpustakaan. Tak terkecuali perpustakaan IAIN Ponorogo, yang menetapkan seperangkat peraturan demi kelancaran aktivitas perpustakaan. Akan tetapi bagaimanakah sosialisasi perpustakaan dan kejelasan transparansinya?

Ashari selaku kepala perpustakaan, mengatakan ketika ada perubahan peraturan perpustakaan, hal tersebut disosialisasikan melalui siakad dan web. Akan tetapi setelah ditelusuri baik di siakad maupun web tidak pernah ada sosialisasi perubahan peraturan perpustakaan. Keniscayaan informasi tersebut didukung oleh Suyud selaku admin siakad. “Selama ini tidak pernah meng-upload peraturan perpustakaan di siakad. Semua yang berhubungan dengan kegiatan perpustakaan tidak ada yang pernah titip-titip (Red.Siakad),” jelasnya.

Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh Alwan selaku bendahara perpustakaan. “Memang iya, web perpustakaan tidak pernah di-update. Kita hanya mempunyai staf sebanyak 7 orang jadi harap dimaklumi. Jadi kita belum meng-upload karena tenaganya kurang,” terang Alwan ketika crew aL-Millah menemuinya di perpustakaan.

Secara detail masalah peraturan perpustakaan memang banyak yang tidak tahu menahu. Mahasiswa hanya mengetahui nominal denda dan penggunaan kartu perpustakaan. “Kalau setahu saya mahasiswa sudah tahu terkait cara masuk perpus, yaitu dengan menggunakan kartu perpus,” ungkap Nasrul Ulum mahasiswa MPI semester II.

Dalam hal ini mahasiswa sebagai peminjam buku seolah bersifat apatis terhadap peraturan yang sudah ditentukan. Seperti  pembayaran denda tanpa mempertanyakan alokasi uang denda.  “Saya tidak tahu terkait alokasi uang denda, saya disuruh bayar ya bayar,” jelas Nasrul.

Beberapa mahasiswa keberatan dengan ditetapkannya denda sebagai sanksi keterlambatan pengembalian buku. Akan tetapi mereka tidak menyangkal akan pentingnya hal tersebut, “keberatan sih iya, tapi kalo nggak gitu mahasiswa nggak patuh peraturan, tapi jangan sampai dinaikan karna akan memberatkan mahasiswa,” kata Evi Nowidiayanti mahasiswa jurusan KPI semester II.

Terkait dengan pendapatan perpustakaan dari denda, Ashari selaku ketua perpustakaan, menutupinya dengan alasan bahwa persoalan nominal denda adalah urusan internal perpustakaan dan bukan untuk umum. “Apakah perlu saya utarakan? Kalau kita bicara rupiah kayaknya kurang pas. Dana tersebut kita gunakan untuk keperluan perpustakaan. Untuk rupiah, tak perlu saya utarakan. Bahaya nanti,” terang ketua perpustakaan tersebut dengan beralasan.

Lain halnya dengan Alwan, ia mengutarakan nominal pendapatan denda secara gamblang. “Pendapatan denda perhari tidak tentu, kalau dirata-rata mencapai seratus ribu akan tetapi hal itu tidak tentu karena ada pula mahasiswa yang lolos dari denda,” tandas Alwan.

Dana dari denda yang selama ini tidak dipedulikan mahasiswa tersebut dialokasikan untuk pemeliharaan buku, pengadaan buku baru, dan sarana prasarana perpustakaan. Untuk memenuhi hal tersebut, memakan dana yang tidak sedikit. Pihak perpustakaan tak selalu menerima anggaran pengadaan buku setiap tahunnya. “Dana dari kampus tetap ada, tetapi tidak tentu setiap tahun. Makanya kita siasati dengan denda,” ujar Alwan.

Tak jarang mahasiswa memiliki tunggakan denda yang tidak sedikit. Ada pula mahasiswa terlambat mengembalikan buku dua hingga tiga bulan. Mahasiswa yang menanggung tunggakan seperti ini, disarankan untuk menemui langsung Alwan guna membicarakan sebab dan sanksi yang tepat. Beliau tak hanya menetapkan denda sebagai sanksi, terkadang beliau menyuruh untuk dibelikan buku. “Denda sendiri bersifat tidak mengikat, dalam artian jika tidak mau di denda maka segera dikembalikan, dikarenakan rasio jumlah buku dengan mahasiswa tidak seimbang. Makanya untuk bisa tertib kita kasih hukuman tapi tidak harus denda, tergantung situasi dan kondisi,” kata Alwan.

Selain itu, ketika mahasiswa maupun dosen memerlukan buku sebagai referensi, dan tidak terdapat di perpustakaan maka mereka bisa membeli menggunakan uang pribadi yang kemudian diganti menggunakan uang denda, dengan konsekuensi buku tersebut menjadi milik perpustakaan. Jadi, uang denda juga dapat digunakan untuk hal tersebut. “Terus kalau ada dosen ataupun mahasiswa membutuhkan buku dan buku itu tidak ada di perpustakaan, kita belikan. Atau kalau kamu punya buku, kamu fotocopy, fotocopyannya kamu berikan perpustakaan, itu nanti diganti. Dana tersebut diambilkan dari dana denda,” pungkas Alwan.


Reporter: Irfan, Zona, Candra, Umar
Penulis : Irfan, Zona

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.