Sekelumit Cermin pendidikan yang Sarat akan Nilai Kebhinekaan
Sekelumit Cermin Pendidikan yang Sarat akan Nilai Kebhinekaan
Oleh : Riza
Muhammad
“Pendidikan
adalah senjata paling kuat yang bisa kamu gunakan untuk merubah dunia”
sebuah kutipan dari Nelson Mandela ini memang terbukti bahwa dengan pendidikan
yang tinggi kamu akan dihargai oleh masyarakat dan segala yang kamu bicarakan
akan dipercaya oleh publik asalkan lantang, tegas, logis, dan berwibawa. Pendidikan secara umum adalah semua yang
ada di depan mata, dibawah hidung, dan apapun yang ada disekitar kita. Pendidikan
menurut filosofi jawa harus bisa menerapkan empan
papan yaitu bisa menempatkan diri dengan porsi yang tepat pada suatu
masyarakat, dengan begitu diri kita bisa menjadi insan yang mengerti apa yang
dimaksud dengan pendidikan.
Sesuai dengan amanat
Undang-undang Dasar 45 pasal 31: (1) Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
Undang-Undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. (medcofoundation.org)
Makna dari Pasal 31 UUD
1945 tersebut adalah setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa
kecuali. Pada kenyataannya, dengan kondisi negara Indonesia yang sangat luas
dan terdiri dari ribuan pulau, mulai Sabang sampai Merauke, kita dihadapkan
dengan berbagai permasalahan pelayanan pendidikan bagi masyarakat. Padahal
pendidikan merupakan faktor utama dalam menentukan kemajuan sebuah bangsa.
Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, maka akan semakin baik sumber daya
manusia yang ada, dan pada akhirnya akan semakin tinggi pula daya kreatifitas
pemuda Indonesia dalam meningkatkan pembangunan sebuah bangsa. Namun di
Indonesia, untuk mewujudkan pendidikan yang baik dan berkualitas sesuai dengan
standar nasional saja masih sangat sulit karena terkendala oleh pemerataan yang
tak kunjung merata serta anggaran yang selalu saja digerogoti para penguasa.
Berbicara mengenai
anggaran pendidikan, sudahkah anggaran tersebut sepenuhnya tersalur kepada
seluruh lembaga pendidikan? ataukah hanya dibagi oleh para penguasa yang
berkedok sebagai wakil rakyat yang terus menerus mengeruk rupiah dari rakyat?
Banyak korupsi merajalela mulai dari kasus dugaan korupsi pengadaan alat peraga
bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan tahun 2012 dan 2013 dengan
total anggaran sebesar Rp 8,1 miliar oleh mantan Wakil Bupati Ponorogo hingga
kasus korupsi dana pendidikan oleh Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur
(NTT) yang diduga merugikan keuangan negara senilai 4,2 miliar menandakan
anggaran pendidikan pun tak luput dari korupsi.
Indonesia dari zaman nenek
moyang hingga sekarang sudah terkenal dengan ribuan suku dan pulau yang
tersebar dari Sabang sampai ke Merauke. Dengan begitu secara otomatis pastilah
rakyat Indonesia mempunyai latar belakang yang beragam dengan kekayaan alam dan
budaya yang selalu menghiasi khazanah Indonesia. Mulai dari Aceh yang terkenal
dengan sebutan kota serambi mekah berciri khas dengan mengedepankan syariat
Islam yang sangat kuat dan kental hingga pada hukum yang diciptakan disana
merujuk pada hukum Islam secara utuh yang bersumber pada Al quran dan hadits.
Hingga pada ujung paling timur Indonesia yaitu di Papua yang mayoritas
penduduknya menganut agama Kristiani, serta berbagai suku-suku yang sangat
beragam tersebut dapat hidup berdampingan dengan bungkus Bhineka Tunggal Ika
yang berarti ‘Berbeda-Beda Tetapi Tetap Satu Jua.
Alangkah indahnya bila
Indonesia tetap bisa menjadi Indonesia yang guyub rukun dengan segala perbedaan
yang ada. Itu semua tidak bisa didapatkan tanpa adanya perjuangan dari para
pahlawan yang mati-matian berkorban demi Indonesia tercinta, maka dengan
merawatnya dan selalu berjuang menggapai cita-cita bangsa Indonesia mereka akan
bahagia dan tenang di alam sana.
Dalam realita di Dusun
Sodong, Desa Gelang Kulon, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo yang
didalamnya terdapat masyarakat yang menganut dua keyakinan agama yaitu Islam
dan Budha menerapkan pendidikan bermasyarakat yang berasaskan Bhineka Tunggal
Ika, mereka dapat hidup berdampingan dengan rukun di tengah kehidupan modern
yang mulai menyatu dengan kehidupan konvensional masyarakat yang syarat akan
unsur kebersamaan. Mereka menganggap bahwasanya agama itu semua mengajarkan
tentang kebaikan, kedamaian dan agama adalah hak pribadi, sehingga dalam
kehidupan bermasyarakat mereka tidak pernah mempermasalahkan tentang apapun agamamu,
keyakinanmu.
Dusun Sodong yang barada
di tempat terpencil, yang mana dikelilingi oleh pegunungan masih menerapkan
sistem gotong royong dalam bermasyarakat. Dusun yang dihuni oleh dua keyakinan
tersebut menganggap bahwasanya bermasyarakat itu tidak membeda-bedakan golongan
terbukti ketika perayaan hari waisak umat Budhis (sebutan untuk umat Budha.red)
dan umat Islam bahu membahu membantu menyiapkan acara tersebut mulai dari kerja
bakti di lingkungan hingga keamanan, mereka bantu dengan suka rela. Begitu juga
sebaliknya kaum Budhis antusias membantu menyiapkan kegiatan hari besar Islam seperti
idul fitri dan idul adha, mereka juga membantu kerja bakti serta ikut halal
bihalal, karena pada hakikatnya halal bihalal adalah saling memaafkan antar
umat manusia, kedua umat tersebut sungguh dapat menjadi gambaran kerukunan
beragama yang diinginkan atau dicita-citakan bangsa Indonesia yang
mengedepankan pluralisme dengan mencari persamaan dalam perbedaan yang ada.
Dengan semakin
morosotnya karakter bangsa yang salah satunya disebabkan oleh globalisasi,
menuntut semua pihak agar membentengi dirinya sendiri dengan pendidikan, yang
tak lain adalah pendidikan karakter. Karakter sendiri merupakan sebuah istilah
yang digunakan untuk penggabungan sebuah istilah etika, akhlak, nilai dan
sesuatu yang berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan
netral. Namun jika ditelisik dengan baik istilah karakter sendiri merupakan
istilah mengenai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, pengertian tersebut sesuai dengan pernyataan yang ada
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008). Pada Kurikulum 2013 Pendidikan
karakter menjadi tujuan utama dari sebuah pendidikan dengan prosentase 70% dan
30% pelajaran umum, dengan menggunakan aspek olah hati, olah pikir, olah rasa,
dan olah raga, serta menerapkan rasa sadar bernegara yang berasaskan pancasila
dan bhineka tunggal ika. (Kompas.com)
Dengan sistem
pendidikan yang begitu terstruktur dengan keinginan bangsa Indonesia yang
begitu besar tertuang pada pembukaan Undang-undang dasar 1945 yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa maka apakah pantas kita saling menyalahkan dalam berbagai
kasus perbedaan yang harusnya malah menyatukan kita? apakah para penegak hukum
masih saja memainkan hukum dengan seenaknya sendiri? apakah para koruptor tidak
berfikir masa depan bangsa yang membesarkannya?. Harusnya mereka melihat
contoh-contoh kecil kehidupan bermasyarakat yang rukun seperti yang ada di
Dusun Sodong yang mencerminkan
kebersamaan serta kesamarataan dalam bermasyarakat, walau banyak perbedaan
dapat mereka jadikan alat untuk bersatu.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.