Iklan Layanan

Cuplikan

PIHAK BARU DALAM KEPANITIAAN PBAK



PIHAK BARU DALAM KEPANITIAAN PBAK

Oleh Ariny 


OPAK (Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan) merupakan agenda tahunan IAIN Ponorogo yang saat ini berganti nama menjadi PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan). Pergantian nama tersebut akibat dari transformasi statuta kampus dari STAIN menjadi IAIN. Seperti kita ketahui semua, pergantian tersebut juga berakibat pada perombakan sistem kemahasiswaan. PBAK sendiri merupakan upaya pengenalan dunia kampus kepada mahasiswa baru untuk siap beradaptasi terhadap pola-pola baru yang akan dijalaninya selama menempuh studi.
Menurut keputusan Direktur Jendral Pendidikan Islam Nomor 4962 tahun 2016 PBAK adalah serangkaian kegiatan bagi mahaisswa baru dan mahasiswa lama yang belum mengikuti PBAK dan kegiatan sejenis. Hajatan tahunan kampus kali ini mengusung tema Membangun Mahasiswa yang Cerdas, Disiplin dan Berkarakter. Acara pembukaan PBAK yang dilaksanakan pada Senin pagi (28/08/2017) tersebut dibuka oleh Rektor IAIN Ponorogo, Maryam Yusuf.
Berbicara tentang hal baru di kampus hijau, entah namanya OPAK maupun PBAK, itu hanyalah persoalan yang tidak perlu dirumitkan. Sebab perubahannya dalam skala yang relatif “mungil” dengan prosesinya yang juga sama seperti tahun sebelumnya. Akan tetapi yang pantas diapresiasi kebaruannya adalah hadirnya dosen dan karyawan ke dalam kepanitiaan yang sebelumnya belum pernah ada. Hal ini lagi-lagi akibat Surat Keputusan Dirjen Pendis yang telah disebutkan di atas.
Keputusan tersebut diasumsikan dapat mempererat relasi yang baik antara dosen dengan mahasiswa. Menjalin silaturahmi dalam konteks kepanitiaan merupakan pilihan yang cukup menarik. Sebenarnya selain SK Dirjen Pendis di atas, adakah tujuan-tujuan civitas akademika mengkolaborasikan kepanitian PBAK? Ataukan ada unsur-unsur kepentingan lain selain agar suksesnya PBAK 2017 dibalik kepanitiaan tahun ini?
Pembagian dua kutub kepanitiaan “dosen versus mahasiswa” tentunya dibarengi dengan kerjasama atas kinerja keduanya yang benar-benar bersinergi dalam usaha mensukseskan acara PBAK 2017. Pada akhirnya tema yang diusung oleh panitia dapat mencapai target yang dituju. Akan tetapi benarkah di antara mahasiswa dan dosen bekerja bersama-sama secara kompak dan harmonis? Bagaimanakah  keduanya bersinergi dalam mensukseskan acara yang merupakan awal bagi mahasiswa baru?
Kepanitiaan PBAK yang melibatkan unsur pimpinan, dosen, mahasiswa dan karyawan adalah sebagai bentuk ketaatan kampus terhadap kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan. Mahasiswa dengan kreativitas dan ide-ide cemerlang yang semestinya diimplementasikan secara bebas dalam sebuah event, sedikit mengalami unfreedom akibat terlibatnya dosen dalam kepanitiaan. Memang inisiatif mahasiswa tetap dapat disalurkan, akan tetapi mereka (mahasiswa.red) sendiri merasa sedikit canggung dengan hadirnya para dosen.
Selain itu juga terdapat tanggapan-tanggapan yang mengatakan bahwa hadirnya dosen hanya sebatas struktural, pihak eksekutor dan ide kreatif tetaplah dari mahasiswa. Sehingga beberapa dari mahasiswa yang diserahi tanggungjawab sebagai panitia penyelenggara memilih untuk tidak berkonsultasi dengan pihak dosen. Karena berkonsultasi ataupun tidak sama sekali tidak ada perbedaan. Bahkan ditemui pula ketika pembukaan acara PBAK terlihat ada seorang dosen yang tak tahu menahu soal tugasnya hari itu. Di sini terlihat adanya miskomunikasi antara kedua pihak.
Meskipun begitu terdapat banyak di antara dosen yang diserahi tanggungjawab telah melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Mahasiswa merancang tugas-tugasnya sedangkan dosen membimbing dan menyetujui hasil rancangan. Eksekutor dipegang penuh oleh pihak mahasiswa sebagai pelaksana. Bahkan juga ada yang membagikan snack untuk konsumsi ketika rapat. Apabila relasi terjalin dengan harmonis seperti itu maka pelaksanaannya pun berjalan mulus tanpa perang caci di hati semua pihak.
Ketua panitia PBAK yang dipegang oleh pihak dosen, Muhamad Munir, menyoal tidak tersalurkannya impresi atau ide mahasiswa dalam kepanitiaan tahun ini. Ia mengatakan bahwa memang tidak semua gagasan dapat diaplikasikan, akan tetapi inovasi-inovasi yang diungkapkan tersebut dimusyawarahkan bersama.
Problematika yang dirasakan oleh panitia adalah sebuah kewajaran, karena merupakan prosedur awal setelah peralihan status kampus. Ketidaknyamanan dengan orang yang lebih tua dirasa menjadi hal yang lumrah. Ditambah lagi penampilan luar yang unfriendly atau tidak bersahabat dari pihak dosen maupun mahasiswa mengakibatkan rasa malas bahkan bosan untuk saling berkonsultasi dan konfirmasi. Apalagi sikap acuh tak acuh yang berakibat saling menjauhkan keduanya yang berakhir fatal pada ketidakterlaksananya tugas dan fungsi.
Telaah ringkas atas problem serta keluh kesah yang diungkapkan tersebut menghasilkan beberapa solusi yang bisa diaplikasikan untuk menekan rasa “tidak enak”. Pertama memanfaatkan pertemuan antara dosen dan mahasiswa. Jadi ketika diagendakan pertemuan sebisa mungkin memanfaatkannya dengan bertutur sapa untuk membuka relasi secara ramah. Kedua positive communication, yaitu membangun komunikasi yang baik antar sesama panitia, sehingga kerjasama dapat terlaksana dengan senang hati dan kompak. Ketiga, berfikir positif, artinya menjadi panitia adalah sebuah kepercayaan yang diberikan kampus sehingga berusaha semaksimal mungin untuk bekerja keras sebagai teladan bagi mahasiswa baru yang menjadi bakal calon pemegang tongkat estafet kepengurusan.

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.