Iklan Layanan

Cuplikan

Hukum dan Pembubaran Mimbar Aspirasi



lpmalmillah.com- Menyampaikan pendapat merupakan hak yang melekat pada diri setiap orang. Hal tesebut merupakan salah satu poin dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dihormati. Karena kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan tulisan, lisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab.

Mimbar aspirasi yang diprakarsai oleh beberapa dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo pada 1 November silam, kemudian dibubarkan oleh beberapa mahasiswa yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Mahasiswa Peduli Intelektual memunculkan pertanyaan besar. Apakah Perguruan Tinggi masih dapat dianggap sebagai tempat para akademisi dan pengembangan pengetahuan yang menjadi barometer penerapan demokrasi, khususnya berbicara aturan dan landasan hukum di negeri ini.

Bagaimanakah aturan dan landasan hukum kemerdekaan menyampaikan pendapat di Indonesia dalam menyikapi pembubaran mimbar aspirasi? Inilah petikan wawancara kru LPM aL-Millah dengan Wahyudi, S.H., M.Hum., seorang advokat di kantor advokat Wahyudi, S.H., M.Hum., dan Patner. Wawancara berlangsung pada Minggu, 6 November 2016 di Kampus STAIN Ponorogo.

Berbicara terkait Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan berpendapat merupakan salah satu poinnya. Bagaimana hukum di Indonesia menjamin hal tersebut?
Indonesia menjamin kebebasan berpendapat, seperti yang tertuang dalam Pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945. Lebih spesifik lagi ada pada Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Apakah anda sudah mengetahui mimbar aspirasi yang dilakukan oleh beberapa dosen di STAIN Ponorogo pada 1 November 2016 silam?
Sudah, saya lihat dari beberapa media massa yang memberitakan peristiwa itu, yang ada itu dosen vs mahasiswa, ada lagi yang judulnya demo dosen dibubarkan mahasiswa, tapi kalau isinya sama, cuma sedikit, terus cuma menjelaskan bahwa aksi demo di STAIN Ponorogo dibubarkan oleh mahasiswa yang merasa proses belajarnya terganggu karena dosen-dosenya demo. Itu yang saya tahu.

Menurut anda, apakah mimbar aspirasi itu sudah memenuhi ketentuan peratutan yang ada di Indonesia?
Mengenai hal ini saya tidak tahu, lebih jelasnya silahkan cross check kepada para dosen yang mengadakan rapat umum (pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu), jadi bukan mimbar bebas (kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan secara bebas terbuka tanpa tema tertentu), karena itu ada judulnya, bisa dilihat di UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Lantas, bagaimana langkah penyampaian pendapat yang sesuai prosedur hukum?
Jadi kalau berbicara prosedur, ini ada di Pasal 10 Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang isinya:
(1)   Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib
diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
(2)   Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan pemimpin, atau penanggungjawab kelompok.
(3)   Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat ) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.
(4)    Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
Jadi bukan izin lho ya, tapi pemberitahuan, jangan salah, soalnya kemarin saya tanya mahasiswa kenapa kamu melakukan itu (pembubaran), katanya mereka (dosen) tidak punya izin, (saya tanya lagi) izin dari mana? Jawabnya malah Babinsa.
Pemberitahuan kepada polisi, kemudian kepolisian menindaklanjuti membuat berita acara penerimaan pemberitahuan, jadi (polisi) tidak boleh melarang kecuali terkait dengan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) terus ada kekerasan, setelah itu polri akan berkoordinasi dengan korlap atau penanggung jawab demo, kemudian apabila itu dilakukan dalam suatu lembaga, polisi akan berkoordinasi dengan pihak lembaga.
  
Jika seperti itu, apakah ada penyampaian aspirasi atau demo yang ilegal?
Iya ada, jika tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan ini, dikatakan illegal atau melanggar, seperti yang tertulis pada pasal 15:  Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhiketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10, danPasal 11.
Pasal 6
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk:
a.       menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
b.      menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;
c.       menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.      menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan
e.       menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 9 ayat (2)
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:
a.       di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit,
pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api
, terminal angkutan darat, dan obyekobyek vital nasional;
b.      pada hari besar nasional.
Ayat (3)
Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.
Pasal 11
Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal l0 ayat (1) memuat:
a.       maksud dan tujuan;
b.      tempat, lokasi, dan rute;
c.       waktu dan lama;
d.      bentuk;
e.       penanggung jawab;
f.       nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;
g.      alat peraga yang dipergunakan; dan atau
h.      jumlah peserta.

Kemudian, aksi pembubaran mimbar aspirasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut apakah ada unsur pidana di dalamnya?
Kalau pembubaran itu jelas salah, negara kita kan negara hukum, jadi kalau ada seperti itu, mestinya tindakannya bukan membubarkan secara anarkis. Membubarkan kegiatan seperti ini, pidananya maksimal bisa satu tahun. Kalau ada kejadian seperti itu mestinya prosedurnya dilalui, misalkan ini tidak ada pemberitahuan, itu kan ilegal, laporkan saja kepada kepolisian.

Itu pidana pasal berapa pak?
Itu pasal 18 UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
(1)   Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.
Jadi barang siapa itu ya siapapun, entah itu polisi, mahasiswa atau siapapun tidak boleh membubarkan. Terus ancaman kekerasan, misalnya kalau tidak diselesaikan akan dibakar atau dirubuhkan, itu kan ancaman kekerasan.  Kemudian menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. Ini coba di kroscek dulu, apakah mimbar aspirasi tersebut sudah sesuai perundang-undangan atau belum, jika sudah, (pihak) yang membubarkan itu bisa dipidana maksimal satu tahun.
Akan tetapi jika (mimbar aspirasi) itu tidak memenuhi peraturan perundang-undangan, tetap saja (pembubaran) itu tidak bisa dibenarkan, harusnya ya lapor ke pihak yang berwenang.
  
Apakah tindak kekerasan itu bisa dikenakan dengan pasal lain?
Bisa saja, tergantung penyelidikan pihak kepolisian di lapangan. Jika ada kekerasan terus ada yang tidak terima, bisa masuk kategori penganiayaan, pasal 351 KUHP. Tapi kan ada asas lex specialis derogat legi  generalis (aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum), tindak pidananya masuk ke ranah specialis atau generalis. Artinya bisa lex specialis atau lex generalis. Karena kejadian tersebut terjadi dalam lingkungan  kampus dan kegiatan tersebut tidak mengganggu kepentingan umum, yang terganggu civitas akademikanya saja.

Sebagai bahan evaluasi bersama, apa yang harus diperhatikan oleh dosen dan mahasiswa, khususnya perhatian pada landasan dan akibat hukumnya?
Jadi bagi dosen, selain prosedur pelaksanaan mimbar aspirasi, alangkah baiknya juga memperhatikan komunikasi dengan pihak-pihak yang lain, entah itu lembaga atau mahasiswa. Kemudian bagi mahasiswa sendiri sebaiknya berpikir dewasa dan jauh ke depan atau punya landasan yang jelas, sebelum melangkah dipikirkan dulu.

Kemudian, agar tidak terjadi perseteruan panjang antara dosen dan mahasiswa setelah pembubaran mimbar aspirasi tersebut, langkah apa yang anda sarankan?
Menurut saya, lebih baik mereka bisa damai dan diselesaikan secara nonlitigasi, tidak perlu sampai pengadilan. Selain itu jangan sampai mahasiswa itu akhirnya dirugikan, terlebih yang tidak tahu apa-apa atau hanya ikut-ikutan, masa depan mereka di kampus ini masih panjang. Penyelesaian masalah bisa negosiasi atau mediasi. Kalau melalui jalur mediasi silahkan cari mediator yang memiliki pengaruh (disegani) di kampus ini atau yang lain. Kasian jika hubungan dosen dan mahasiswa itu renggang.*



Ihsan fauzi




1 comment:

  1. Ini soal pertarungan ideologis mas, coba sampean perhatikan, logiskah alasan yang digunakan para mahasiswa yang membubarkan aspirasi para dosen itu? Sama sekali tidak logis!!

    ReplyDelete

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.