Peringati Hakordia melalui Kopdar Integritas, Pakar: Masyarakat Abai, Korupsi Tak Akan Berakhir
lpmalmillah.com - Dalam rangka memperingati Hari
Antikorupsi Sedunia (Hakordia), Kongan Cooperative bersama Mucoffee dan sejumlah
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Madiun menggelar kegiatan Kopdar Integritas.
Acara tersebut digelar di Gedung Ramayana, Jl. Pahlawan No. 57, Kota Madiun,
pada Rabu (10/12/2025) yang dimulai pukul 13.00 WIB. Kegiatan ini dihadirkan
sebagai ruang dialog publik untuk menumbuhkan kesadaran kolektif mengenai
pentingnya integritas, memperkuat literasi antikorupsi, serta mendorong
terciptanya gerakan sosial yang lebih luas dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi.
Acara dibuka dengan penampilan live
akustik oleh Daniel Rumbekwan, pertunjukan Semacam Wayang oleh Yudha Ibnu
Mutaqin, dan nonton bareng film “Catatan Merah Andika”. Setelah itu, diskusi
utama menghadirkan tiga narasumber, yaitu Dadang Trisasongko selaku Dewan
Pengawas Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Dewan Transparency
International Indonesia (TII), Aditya Wiguna Sanjaya selaku Pakar Hukum
Pidana dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA), serta Erlangga Adikusumah dari
Direktorat Jejaring Pendidikan (Jardik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
hadir via daring.
Dalam pemaparannya, Dadang
menjelaskan bahwa praktik korupsi di Indonesia telah mengakar dalam cara
masyarakat berpikir dan bertindak. Korupsi merupakan bagian dari fraud
atau kecurangan yang pada dasarnya merupakan bentuk penyalahgunaan kepercayaan.
“Korupsi secara umum itu adalah penyalahgunaan kepercayaan. [Semisalnya] saya
sudah dipercaya jadi pejabat, tapi saya salah gunakan itu,” kata Dadang.
Dadang pun menilai bahwa melemahnya
upaya pemberantasan korupsi turut dipicu oleh kondisi lembaga antirasuah. Ia
menyoroti revisi Undang-Undang (UU) KPK pada 2019 berdampak signifikan terhadap
kinerja dan independensi lembaga tersebut. “Kinerja KPK terus menurun dan independensinya digadaikan. Alat untuk memberantas
korupsinya saja melemah,” ujar beliau.
Lebih lanjut, Dadang juga memaparkan
bahwa gerakan antikorupsi di Indonesia bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu
reformasi struktural, perubahan cara berpikir dan perilaku, serta penegakan
hukum yang efektif dan berkeadilan. Di akhir, ia menekankan bahwa gerakan
antikorupsi dapat dimulai dari langkah-langkah sederhana dalam kehidupan
sehari-hari. “Apa yang bisa dilakukan oleh orang Madiun? Lakukan hal-hal yang
bisa dilakukan, sekecil apa pun,” tegasnya.
Usai pemaparan Dadang, sesi diskusi
dilanjutkan oleh Aditya Wiguna Sanjaya yang menjelaskan ketentuan dalam UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ia
memaparkan bahwa regulasi tersebut menguraikan secara lebih rinci 30 bentuk
perbuatan koruptif. Dari keseluruhan kategori tersebut, terdapat tujuh jenis
tindak pidana korupsi yang utama, yakni kerugian keuangan negara, suap-menyuap,
penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan
dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Aditya kemudian menjelaskan bahwa
efektivitas penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu substansi
hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Menurutnya, budaya hukum merupakan
respons terhadap substansi dan struktur hukum yang ada. “Jika masyarakat abai
terhadap budaya hukum, maka sampai kapan pun korupsi tidak akan bisa berakhir.
Integritas menjadi kunci,” tegasnya.
Sebagai narasumber terakhir, Erlangga
mengakui bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih menghadapi
tantangan. Ia menekankan bahwa peran masyarakat menjadi salah satu faktor
penting dalam upaya pencegahan. Dari aspek pengawasan, publik dapat
berkontribusi dengan memantau jalannya pemerintahan dan melaporkan dugaan
pelanggaran kepada KPK. “Masyarakat bisa mengawasi dan melaporkan ke KPK,”
ujarnya melalui sambungan daring.
Setelah seluruh narasumber
menyampaikan pemaparannya, kegiatan berlanjut pada sesi tanya jawab antara
peserta dan narasumber. Pada penghujung acara, rangkaian kegiatan ditutup
dengan pembacaan pernyataan sikap oleh perwakilan BEM Madiun bersama para
peserta yang hadir terkait penangkapan dua aktivis lingkungan asal Madiun,
Adetya Pramandira (Dera) dan Fathul Munif.
Menanggapi pelaksanaan kegiatan
tersebut, Sapta Rahita selaku Direktur Artistik Kongan menguraikan bahwa kopdar
ini lahir dari kepedulian dan keresahan teman-teman penyelenggara terhadap isu
korupsi yang makin kompleks. “[Acara] ini tidak hanya seremonial, tetapi
merupakan time stone, tonggak, atau penanda bahwa kami masih peduli
terhadap persoalan-persoalan seperti ini,” jelas Sapta.
Sapta berharap kegiatan ini dapat
membuka pemahaman publik mengenai persoalan korupsi yang lebih luas daripada
sekadar penyalahgunaan uang negara. “Sebagian dari kita mungkin hanya
mengaitkan korupsi dengan persoalan uang. Padahal korupsi jauh lebih luas dari
itu,” ujarnya.
Sementara itu, Ismail Hamdan,
Presiden Mahasiswa BEM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Bhakti Husada
Mulia menilai bahwa pemerintah belum menunjukkan keberpihakan penuh dalam
agenda pembersihan institusi negara serta upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi. “Ada banyak kebijakan yang justru dianggap melemahkan upaya
antikorupsi, sementara transparansi dan penegakan hukum masih belum konsisten,”
ujarnya.
Ismail menambahkan pesan bagi
pemerintah dan masyarakat agar terus menjaga komitmen terhadap gerakan
antikorupsi. “Untuk pemerintah, perkuat kembali komitmen, jangan alergi kritik,
dan jalankan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Untuk masyarakat, jangan
apatis karena korupsi merampas hak-hak dasar kita,” tegasnya.
Antusiasme peserta juga terlihat
dalam tanggapan Anggun, peserta asal Ponorogo. Ia mengaku tertarik mengikuti
acara ini karena topiknya relevan dan narasumbernya kompeten. Menurutnya, pesan
terpenting dari materi yang disampaikan adalah upaya memberantas korupsi harus
dimulai dari diri sendiri. “Yang paling penting tadi sebenarnya lebih ke diri
kita sendiri. Ada tiga elemen yang dijelaskan, yaitu sistem, orang, dan
peraturan atau policy,” ungkapnya.
Di akhir wawancara, Anggun
menyampaikan harapannya agar pemerintah menunjukkan integritas yang lebih kuat
dan menjauhi praktik koruptif. “Harapannya untuk penumpasan korupsi, semoga
para pelaku segera diberantas dengan tegas dan UU Perampasan Aset segera
disahkan,” pungkasnya.
Penulis: Arifin
Editor: Rena

Tidak ada komentar
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.