Iklan Layanan

Cuplikan

Talkshow DEMA FASYA, Layyin Mahfiana: Semua Warga Kampus Bisa Jadi Stakeholder Pencegahan Kekerasan Seksual

(Foto: Dewi)

lpmalmillah.com - Selasa (14/12/2021), Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah (DEMA FASYA) mengadakan talkshow dengan judul ‘Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus, Yakin Kamu Tidak Terlibat?’ Acara dimulai pada pukul 13.20 WIB, berlokasi di Gedung Graha Watoe Dhakon dengan kuota 150 peserta. Acara ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran terkait kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Dalam sambutannya, Khusnatin Rofiah selaku Dekan Fakultas Syariah (FASYA) mengatakan bahwa pengangkatan isu talkshow pada saat ini sangat tepat dengan momentum Menteri Pendidikan yang menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. ”Pengangkatan isu ini sangat tepat momentumnya karena menteri baru saja mengesahkan peraturan tentang kekerasan seksual di kampus. Kasus kekerasan seksual jika di lingkungan kampus tidak hanya terjadi pada mahasiswa, namun bisa jadi juga menimpa kaum dosen. Bahkan, kata-kata ‘sayang’ juga bisa termasuk pelecehan,” ungkapnya.

Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi yang dipandu oleh moderator Silvia Nahla Sari. Pemaparan materi pertama oleh Arita Nurdiyani, Ketua Gerakan Perempuan Ponorogo dan Pelaksana Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mengenai perbedaan pengertian seks, seksual, dan gender. “Berbicara tentang kekerasan seksual terlebih di lingkungan kampus, kita harus mengenal dahulu apa itu seks, seksual, dan gender. Karena kekerasan seksual tidak akan lari dari tiga hal tersebut. Pertama, seks adalah anugerah dari Allah yang tidak bisa ditukarkan kepada yang lainnya, baik tubuh maupun fungsinya. Lalu, seksualitas adalah norma yang berkembang. Kemudian, gender adalah perbedaan fungsi sosial yang bisa ditukarkan. Kekerasan seksual adalah segala sesuatu yang membuat orang lain tidak nyaman. Sekecil apapun yang menyebabkan kita merasa terhina, itu disebut kekerasan seksual,“ jelas Arita.

Arita juga menambahkan bahwa mahasiswa harus menjadi pelopor dalam pencegahan dan pelapor dalam kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. “Kita sebagai insan kampus harus bisa menjadi pelopor pencegahan kekerasan seksual dan pelapor kekerasan seksual. Jika ada yang bercerita menjadi korban tindakan kekerasan, kita bisa menjadi salah satu orang yang mendengarkan,” tambahnya.

Selanjutnya, materi kedua disampaikan oleh Layyin Mahfiana, Dosen Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta (UIN RMS). Ia menyampaikan bagaimana refleksi perlindungan kekerasan seksual dan bagaimana usaha dalam melawan kekerasan seksual.  “Kekerasan seksual semakin ke sini semakin luar biasa kasusnya. Hal ini menjadi bentuk keprihatinan kita semua untuk berjuang. Bagaimana kekerasan seksual itu bisa kita minimalisir berangkat dari kesadaran diri kita sendiri, lingkungan sekitar, dan lingkungan kampus,“ jelas Layyin.

Materi kemudian dilanjutkan dengan pemaparan data survei kekerasan seksual dan diskriminasi pada jenjang pendidikan tahun 2015-2019 yang dilaporkan ke Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS PEREMPUAN). Pada tingkat Universitas (14%), Pesantren/basis Pendidikan Islam (10%), SMA/SMK (8%), SMP (4%), SD (2%), TK (2%), SLB (2%), serta Pelatihan Khusus (2%). Selain itu, dipaparkan pula data survei tahun 2019 Koalisi Ruang Publik Aman yang menjelaskan pelecehan seksual di ruang publik, di jalan (33%), transportasi umum (19%), dan kampus/sekolah (15%).

Layyin juga menambahkan bahwa siapa saja bisa menjadi stakeholder pencegahan pelecehan seksual di lingkungan kampus. “Stakeholder di kampus itu bisa mahasiswa, tenaga pendidik (dosen), dan orang-orang yang berada di sekitar kampus. Ini harus bekerjasama dalam mencegah kekerasan seksual,” tambahnya.

Kemudian, talkshow dilanjutkan dengan pemaparan materi ketiga oleh Septian Adi Nugroho, Fasilitator Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera Ponorogo. Septian menjelaskan beberapa hal yang bisa dilakukan mahasiswa sebagai bentuk pencegahan kekerasan seksual bisa dimulai dengan melengkapi keilmuan untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman dalam pencegahan kekerasan seksual.  “Kita perlu mengambil hak dalam mengedukasi, karena adanya pelaku dan korban itu karena kurangnya wawasan sehingga terjadilah kekerasan seksual,”  jelas Septian.

Acara talkshow tersebut mendapat tanggapan dari peserta, salah satunya Zubaidatul Masruroh. Zubaidatul mengungkapkan bahwa acara tersebut sangat bagus menambah wawasan untuk kedepannya bagi perempuan. “Saya sebagai perempuan ingin mengetahui dan menambah wawasan mengenai kekerasan seksual yang ada di kampus lingkungan,” ungkapnya.

Dengan dilaksanakan acara talksow ini, Atik Husniya selaku ketua pelaksana berharap setelah diadakannya talkshow ini, mahasiswa dan masyarakat menjadi sadar terkait kekerasan seksual. “Harapan kami (panitia, red.), peserta menjadi sadar poin klasifikasi kekerasan seksual. Disini kami jelaskan secara gamblang berdasarkan RUUPKS, ataupun regulasi hukum di Indonesia sebenarnya klasifikasi kekerasan seksual itu apa saja. Kan kadang orang-orang belum sadar ketika entah itu secara verbal dilecehkan. Nah, disini poin pertama adalah menyadarkan dulu.” harapnya.



Reporter: Atania, Dewi, Miftah


No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.