Iklan Layanan

Cuplikan

Menggiring Maba ke Ormek “Itu”

(Ilustrasi: Erfin)

Opini Oleh: Ja'is

  Hari pertama Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) dimulai pada tanggal 13 Agustus 2021 lalu. Tidak asing lagi di dalam institusi setingkat IAIN bahwa PBAK adalah kesempatan bagi mahasiswa baru untuk mengenal seluk beluk kampus, antropologi kampus dan lain sebagainya. Bicara dunia perkampusan, bukan sekedar jadi ajang sebuah pengenalan kampus saja, namun juga menjadi sebuah ladang yang empuk bagi ormek (Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus) untuk merekrut maba dan bergabung menjadi kader-kadernya.

Memang benar, panitia PBAK adalah mereka yang tergabung dalam organisasi intra kampus (SEMA, DEMA, HMJ). Tapi, bukan sebuah rahasia lagi bahwa kebanyakan yang memegang kendali PBAK kampus tak lain dan tak bukan adalah ormek yang “itu”, mereka mempunyai basis massa mayoritas sehingga dapat leluasa dalam melakukan penggiringan massa dan perekrutan ke ormek yang “itu”. 

Menilik ke belakang, kurang lebih seperti ini keuntungan yang disampaikan pada maba. "Saya itu pas pra PBAK gini kakak-kakaknya bilang; kamu kalau ikut ormek ini banyak temannya. Dimana-mana enak, banyak jaringan. Ayo, gabung. Banyak keuntungannya, dek," tutur si maba meniru perkataan kakak tingkatnya.

Sebenarnya, kebutuhan regenerasi memang menjadi hal pokok dalam keberlangsungan organisasi. Bukan hanya ormek yang “itu” saja, bahkan ormek-ormek lain juga sudah melakukan ajakan untuk bergabung. Tetapi, mereka hanya melalui pamflet yang disebar di media sosial. Patut diacungi jempol untuk organisasi yang “itu” karena berani melakukan ajakan secara langsung sewaktu PBAK.

Seperti halnya pada saat memasuki kampus di hari pertama PBAK, sudah terpampang banner besar ormek dengan ucapan selamat datang (yang sekarang sudah tidak kelihatan) untuk maba. Tapi kok hanya dari ormek yang “itu-itu” saja? Lantas, yang lainnya kemana, kok nggak kelihatan? Apakah karena minoritas sehingga ormek yang lain belum berani start secara terang-terangan saat masih masa PBAK? Atau tidak tahu jika hal semacam ini diperbolehkan?

Jika dilihat lebih lanjut, pemateri, moderator, dan panitia juga memiliki latar belakang yang rata-rata “seragam”. Dengan menyisipkan motivasi bahwa “seragam” merekalah yang paling unggul, ini tentu jadi sebuah nilai yang sangat bagus, terutama untuk memikat para maba. Siapa yang tidak tergiur coba, menjadi sosok hebat yang berpartisipasi di kegiatan akbar?

Apalagi, ditambah dengan salam-salam penyemangat khas milik mereka. Dengan nada yang menggebu-gebu, sebagian mahasiswa yang masih polos belum tahu apa-apa bisa jadi terpesona dengan nada-nada perlawanan seperti ini. Apakah ini sebuah dorongan agar maba yang masih polos ini tergiring ke golongan mereka, yaaa? Coba dianalisa sendiri. Jawaban tersebut akan terjawab setelah anda paham, hahaha.


3 comments:

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.