Iklan Layanan

Cuplikan

SERTIFIKAT OPAK-PBAK MANGKRAK: JUTAAN RUPIAH TERBUANG SIA-SIA





Reporter: Hanina, Mofik
Foto : M. Taufik



Pada Senin (28/5/18), crew LPM aL-Millah digegerkan dengan keberadaan kardus misterius terikat rafia biru di kantor LPM aL-Millah. Tidak seorangpun tahu, dari mana kardus berasal, siapa yang menaruh, dan apa motifnya. Di luar ketidakjelasan itu, isi kardus jauh lebih memancing pertanyaan. Kardus itu berisikan sertifikat Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) 2015.

OPAK, yang pada tahun 2017 berubah nama menjadi Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) adalah agenda yang wajib diikuti mahasiswa baru. Sebagai pengenalan kehidupan kampus, agenda tersebut memberi hak bagi pesertanya, salah satunya adalah sertifikat. Faktanya, mahasiswa angkatan 2017 bahkan angkatan 2015 tidak mendapatkan hak itu.

Sepatutnya, panitia bertanggungjawab penuh atas dibagikannya sertifikat itu. Akan tetapi fakta mangkraknya setumpuk sertifikat menimbulkan pertanyaan bagaimana penyaluran sertifikat kepada mahasiswa. Novia Hana Pertiwi salah satu mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab semester 6 yang juga merupakan peserta OPAK 2015 mengaku bahwa ia belum menerima sertifikat, meski panitia dulu sudah menjanjikannya. ”Saya bingung, kapan sertifikat dibagi, setelah OPAK berakhir atau saat saya semester akhir ya?” tuturnya.

Lebih mengherankan setumpuk sertifikat OPAK’2015 itu tidak dibubuhi dengan stampel di atas tanda tangan Wakil Rektor maupun sekretarisnya. Padahal, selembar sertifikat tanpa stampel dapat dianggap ilegal. Di samping itu, Syaifullah selaku Wakil Rektor III bagian Kemahasiswaan mengakui bahwa tanda tangan yang tertera adalah darinya, tanpa memberi keterangan mengenai tidak adanya stampel. “…..Ya, itu tanda tangan saya,” jelasnya.


Pengadaan sertifikat orientasi untuk mahasiswa baru dianggarkan setiap tahunnya. Anggaran yang digunakan pasti tidak sedikit. Ambil saja kisaran Rp 2.000 untuk setiap sertifikat, dikali sekitar 2.200 mahasiswa baru (2017), akan didapatkan hasil sekitar 4 juta rupiah. Jika diperkirakan angkatan 2016 dan 2015 sebanyak 2.500 mahasiswa, kita menemui hasil sekitar 9 juta dalam tiga tahun, hanya untuk sertifikat. Walaupun dana sudah dialirkan kepada yang berkewajiban, laporan telah disetujui, akan tetapi hingga kini mahasiswa belum menerima. "Selama ini laporannya ya sudah dibagi. Saya sangat kecewa mendengar sertifikat yang mangkrak," ujar Syaifullah.

Teramat disayangkan jika jutaan dana yang telah diberikan hanya berbuah sertifikat mangkrak. Hingga, wujud sertifikat hanya ada di khayalan mahasiswa, antara sudah ada namun tidak dibagikan, atau memang sengaja ditiadakan.

Namun, hak tetaplah hak. Selain panitia, pihak rektorat sebagai pemantau semua kegiatan mahasiswa turut andil dalam pengadaan sertifikat. Syaifullah mengaku telah mendapatkan laporan bahwa sertifikat orientasi setiap tahunnya telah dibagikan. Ia pun menganggap telah melakukan controlling dengan selalu menanyakan kepada DEMA (baca institut) atau pihak yang dilimpahi tanggungjawab.

Tetapi kontrol yang dilakukan rektorat tak membuahkan hasil. Hingga kini, sudah tiga generasi sertifikat tidak sampai ke tangan peserta. Padahal selain memang hak dari mahasiswa, Syaifullah mengiyakan bahwa sertifikat bisa digunakan sebagai Surat Keterangan Pendamping Ijazah mulai tahun 2016. Bahkan mulai tahun 2017, setiap mahasiswa yang hendak memasuki organisasi intra haruslah menunjukkan sertifikat PBAK sebagai syarat.

Melihat peran sertifikat yang semakin meningkat setiap tahunnya, menjadi sebuah tanda tanya besar mengapa alokasinya kepada mahasiswa belum terorganisir dengan baik?

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.