Iklan Layanan

Cuplikan

UU MD3, Alat Orba Masa Kini

Opini oleh Candra & Lia


Sebuah negara dapat dikatakan demokratis apabila memiliki lembaga yang berfungsi menampung aspirasi rakyat, salah satunya adalah pers. Kualitas demokrasi sebuah negara dapat dilihat dari terjaminnya kebebasan pers yang sehat sebagai perwujudan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Tentu saja ada beberapa unsur yang bisa mencederai upaya kebebasan berpendapat yang digaungkan dalam negara demokrasi.  

Baru-baru ini sedang hangat sebuah kabar yang berisi tentang UU No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3)  yang dinilai mampu memberikan hak imunitas DPR secara mutlak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hak imunitas berarti hak anggota lembaga perwakilan rakyat dan para menteri untuk membicarakan atau menyatakan secara tertulis segala hal di dalam lembaga tersebut tanpa boleh dituntut di muka pengadilan. Segala bentuk kritik atau ujaran yang merendahkan DPR dapat dipidanakan dengan bukti pasal tersebut.

Definisi ‘merendahkan’ memiliki arti yang sangat luas, tidak terlalu baku dalam arti yang sempit. Secara tidak langsung, mampu memberikan hak subjektif pada MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) untuk menindak siapa saja yang memberikan kritik terhadap kinerja DPR. Padahal suatu kritik  bisa dijadikan cermin bagi DPR agar mengevaluasi roda  kebijakan di masa yang datang.

Hal ini tentu saja menarik perhatian publik. Bagaimana tidak? Posisi pers sedang di ujung tanduk. Suara rakyat yang disampaikan melalui pers sengaja dilumpuhkan agar memungkinkan mereka mampu menjalankan konspirasi kebijakan otoriter. Berarti saat ini Indonesia kembali mengulang sejarah kelam rezim orba yang begitu fobia dengan kritik. Kebebasan pers tidak diberi tempat di ranah publik dan selalu disudutkan keberadaaannya oleh kaum oligarkis.

Semakin tampak titik terang kemunduran harkat DPR, yang secara langsung menghanguskan kerangka demokrasi. DPR sengaja membungkam suara-suara rakyat dengan hukum abal-abal yang sejatinya hanya untuk melindungi diri mereka sendiri. Dengan begitu, DPR  membangun jarak antara mereka dengan publik sehingga menjadi kebal dari kritik.

Kebebasan menyampaikan pendapat tercantum dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas  kebebasan  berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Kemerdekaan mengemukakan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi manusia. Dapat disimpulkan bahwa UU MD3 secara langsung melanggar pasal tersebut. Dapat diketahui bahwa kebebasan pers merupakan bagian dari hak menyampaikan pendapat di mana setiap pengkritik harus dijamin kebebasan tersebut. DPR terbentuk sebagai perwujudan wakil rakyat, di mana suara-suara rakyat dalam ranah politik ditampung dan diwadahi oleh dewan tersebut. Jika UU MD3 memang benar-benar diwujudkan, bukankah DPR juga akan kehilangan fungsi sejatinya sebagai wakil rakyat. Lalu apa gunanya DPR dibentuk?

Foto : Azizah
Ilustrasi : kolokolrussia.ru

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.