Iklan Layanan

Cuplikan

Melawan Kebodohan

Oleh Adzka Haniina


“Sekolahlah sampai engkau tahu dirimu dibodohi, dan kamu tahu sekolah gagal membodohimu” (Emha Ainun Nadjib)

Kata “bodoh” dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) memiliki arti  tidak lekas mengerti, tidak mudah tahu atau tidak dapat (mengerjakan dan sebagainya). Kata ini sangatlah akrab di telinga masyarakat yang seringkali dicapkan pada orang yang lemah pemahamannya. Sering pula sebagai ejekan ringan sesama teman ataupun ungkapan untuk meluapkan amarah pada orang yang dianggap sulit memahami sesuatu. Sedangkan kebodohan lebih jatuh kepada sifat-sifatnya, seperti ketidaktahuan, kekeliruan, kesalahan dan lain sebagainya.

Dari pengertian di atas, kebodohan dapat diartikan sebagai segala hal yang tidak kita ketahui. Dalam keseharian, baik di rumah, sekolah, maupun di masyarakat kerap kita berselisih pendapat hingga bertengkar karena kebodohan kita. Ya. Ketidaktahuan atau kurang pemahaman kita terhadap suatu hal lah yang menyebabkan kita bodoh, hingga bisa memunculkan sifat-sifat kebencian. Seharusnya kita melawannya atas judgement subjektif dari pikiran tersebut. An-Nasu a’daau ma jahiluu, begitulah pepatah arab mengatakan. Manusia akan menjadi musuh atas kebodohannya. Manusia akan memusuhi sesuatu yang tidak ia ketahui dan fahami esensinya.

Masyarakat mungkin tidak setuju atas kebijakan pemerintah saat tidak memahaminya. Pemerintah pun akan marah atas sikap rakyat saat tidak memahaminya. Antar umat beragama akan saling tuduh menuduh jika tidak mengetahui maksud dari ajaran mereka. Lintas golongan dalam satu agama bisa saling mencibir jika tidak mengerti dasar dari pemahamannya. Hubungan pertemanan bisa hancur karena kesalahpahaman berdasar kebodohan. Pesuruh akan memandang negatif pada Bos-nya saat ia tidak tahu kebenaran tentangnya. Petinggi kantor akan berpikir negatif tentang bawahan yang selalu salah bila tidak tahu alasannya.

Kebodohan seseorang bisa menumbuhkan amarah dalam hatinya, membuatnya lebih cepat tersulut emosi. Kemarahan akan membuka tabir kebodohan kita. Seperti yang dikatakan oleh Bruce Lee,”A quick temper will make a fool of you seen enough”, yang artinya “cepat marah membuat kebodohanmu semakin terlihat”. Benar saja, karena orang yang mengetahui akan menimbang sesuatu dengan ilmunya, tidak mudah marah ataupun tersinggung dengan sesuatu. Tidak akan asal menuduh, tidak akan asal mengadakan tawuran, ataupun asal protes.

Kebodohan juga dapat menyebabkan kita kebingungan bahkan salah melakukan sesuatu. Jika kita bodoh akan peraturan lalu lintas, tidak tahu bahwa arti lampu merah adalah berhenti, kita akan melanggarnya dan membahayakan diri sendiri. Padahal sebenarnya, peraturan lalu lintas dibuat untuk kenyamanan dan keamanan bersama. Seorang beragama akan selalu melanggar aturan agaamanya karena kebodohannya tentang ajaran agama. Kebodohan menyesatkan seseorang dari jalan kebenaran. Ia laksana kegelapan yang membuat kita salah arah, salah tujuan.

Helmy Yahya berkata, “Orang yang tidak banyak membaca pasti tidak banyak tahu. Orang yang tidak banyak tahu sangat dekat dengan kebodohan. Dan kebodohan sangat dekat dengan kemiskinan.” Kebodohan memang sering dikaitkan dengan kemiskinan. Karena kebodohan, orang akan mudah diperbudak hingga hak sejahteranya sebagai warga negara dirampas. Karena kebodohan pula, orang tidak punya visi untuk maju dan meraih kesejahteraan finansial.

An-nasu a’daau maa jahiluu juga berarti bahwa kebodohan adalah musuh yang harus kita lawan. Tentunya, melawan kebodohan adalah dengan belajar. Belajar seumur hidup. Karena tidak mungkin kita mendapatkan semua ilmu di dunia walaupun kita belajar dari lahir hingga tutup usia. Apalagi, tidak mau belajar sama sekali?

Ilmu yang ada di dunia tidak berbatas pada buku sekolah. Sudah banyak perpustakaan umum dibuka, banyak majlis ilmu digelar.  Guru pun tidak hanya mereka yang berseragam, anak kecil yang mengamen pun adalah guru bagi kita yang mau mengambil pelajaran. Alam telah terbentang, raga telah bugar. Hanya hati yang belum tergerak untuk belajar.

Orang yang bodoh akan tertiggal, di manapun itu. Maka manusia sebenarnya tidak bisa mengategorikan diri pintar ataupun jenius, karena pasti ia memiliki kebodohan akan sesuatu. Karena hidup adalah proses, dan kebodohan adalah musuh sejati kita.

Kebodohan manusia tidak ada batasnya. Seperti Albert Enstein berkata “two things are infinite: the universe and human stupidity; And i’m not sure about the unverse”, yang artinya, ”Dua hal yang tidak ada batasnya: alam semesta dan kebodohan manusia. Dan saya tidak yakin dengan alam semesta”.

Maka tidak pantas jika seorang memilih untuk tidak belajar, sejatinya manusia tidak akan pernah pintar dalam artian mengatahui segala hal. Manusia selalu dalam keadaan bodoh akan sesuatu. Maka, “aku masih bodoh” adalah ungkapan yang pantas diucapkan manakala mendapatkan ilmu baru.

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.