Iklan Layanan

Cuplikan

TERTUTUP: Republik Mahasiswa Macam Apa Sesungguhnya?



TERTUTUP:
Republik Mahasiswa Macam Apa Sesungguhnya?
Oleh: Arini S.



Dilansir dari pemerintah.net, republik  adalah terjemahan bahasa latin dari kata res publica yang artinya kepentingan umum. Secara universal bentuk pemerintahan republik adalah sebuah versi pemerintahan di mana pusat pemerintahan negara berada di tangan rakyat. Ada satu pemimpin dalam proses penyelenggaraan pemerintahannya yakni presiden. Disamping itu perlu diketahui bahwa republik memiliki beberapa versi, di antaranya adalah republik absolut, republik konstitusional, dan republik parlementer.
Ketiga bentuk republik tersebut memiliki perbedaan yang mendasar. Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat mutlak, penguasa mengabaikan konstitusi, legitimasi kekuasaan berdasarkan partai politik, dan adanya parlemen yang tidak difungsikan. Untuk republik konstitusional, presiden adalah sebagai kepala negara dan pemerintahan, namun kekuasaan tersebut dibatasi oleh konstitusi, di samping itu parlemen melakukan pengawasan secara efektif. Sedangkan republik parlementer, kekuasaan legislatif lebih tinggi dari pada kekuasaan eksekutif, sehingga presiden hanya sebagai kepala negara, namun kekuasaannya tidak bisa diganggu gugat, dan kepala pemerintahan berada di tangan perdana menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen.
Perubahan format sistem baru oleh dewan legislasi mahasiswa IAIN Ponorogo bernama RM (Republik Mahasiswa) sebagai bentuk transformasi dari sitem KBM (Keluarga Besar Mahasiswa) yang dianut sebelumnya. Melihat prosesi dimulainya acara pra-kongres hingga dilaksanakannya saat ini, bentuk republik yang dianut dalam tubuh pemerintahan mahasiswa IAIN Ponorogo adalah republik parlementer, meskipun belum sepenuhnya. Dibuktikan oleh adanya hak prerogatif Sema untuk merumuskan undang-undang beserta isinya. Ini memang termasuk dalam salah satu fungsinya. Akan tetapi perlu diketahui bahwa bentuk republik dan sistem pemerintahan presidensial - dalam hal ini Dema (Dewan Eksekutif Mahasiswa)- memegang peranan penting dalam setiap kebijakan.
Lalu kekuasaan eksekutif (Dema) nampak jelas berada di bawah naungan legislatif (Sema). Maka dapat dikatakan sistem pemerintahan yang dianut saat ini adalah quasi presidensial atau presidensial berdasarkan ciri-ciri parlementer. Sistem ini meletakkan presiden sebagai kepala pemerintahan, akan tetapi dia bertanggungjawab kepada lembaga di mana ia bekuasa. Sehingga legslatif dapat menjatuhkan eksekutif. Dalam hal ini dapat dilihat secara kasat mata bahwa keberadaan eksekutif (Dema) hanyalah sebagai simbol saja. Memang tidak menutup kemungkinan pembentukan draft konstitusi oleh Sema periode ini disusun dengan  infiltrasi dari pihak-pihak yang tidak disebutkan.
Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah. Sehingga tidak ada kontrol antara kedua lembaga tersebut, baik eksekutif maupun legislatif. 
 Suatu hal yang perlu dikhawatirkan adalah ketika pembuatan keputusan atau kebijakan publik merupakan hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif. Sehingga dapat terjadi keputusan yang tidak tegas dan memakan waktu lama. Persoalan seperti ini menjadi hal yang perlu ditelisik kembali, apakah benar antara pihak legislatif dan eksekutif melakukan negosiasi secara tertutup dalam proses amandemen konstitusi.
Selain itu konstitusi yang dirumuskan secara eksklusif tidak menutup kemungkinan memunculkan protes atau penolakan suatu saat nanti  dari sebagian Ormawa (Organisasi Mahasiswa) yang merasa dirugikan. Konsolidasi terkait perundang-undangan memang telah digelar, akan tetapi mahasiswa tidak “dipahamkan” oleh adanya amandemen. Sehingga persoalan seperti ini dapat disebut sebagai bentuk “kesengajaan” supaya tidak ada intervensi dari pihak lain kecuali dewan legislasi. Pada akhirnya lembaga-lembaga mahasiswa intra kampus (UKM, UKK, HMJ) selanjutnya diharuskan tunduk pada aturan yang tertera pada perundang-undangan.
Kejanggalan lain juga terindikasi dari pihak KPUM (Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa) yang telah membuka pendaftaran kandidat ketua Ormawa (5-8/07). Ketika pertanyaan muncul terkait mahasiswa yang telah mendaftarkan diri untuk menjadi kandidat, jawaban yang didapat tidaklah konsisten. Mis-komunikasi terjadi antara pihak panitia kongres dan panitia penyelenggara Pemilwa (Pemilihan Umum Mahasiswa). Selain itu juga terlihat adanya ketidaktransparansian dari panitia KPUM perihal pencalonan ketua. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, sistem republik macam apakah yang sedang berlangsung?
Fenomena semacam itu belum bisa mencerminkan sifat pemerintahan republik mahasiswa yang tertera dalam anggaran dasar RM IAIN Ponorogo BAB IV pasal 9 tentang Sifat, yang ber-redaksi “RM IAIN Ponorogo bersifat independen, aspiratif, responsif, dan demokratis”. Kurangnya keterbukaan di awal prosesi bergulirnya sistem republik mahasiswa sudah menunjukkan bahwa sistem pemerintahan ini sesungguhnya belum mampu berjalan sesuai kesepakatan, sehingga terkesan memaksa. Lalu, untuk siapakah sesungguhnya republik mahasiswa yang baru ancang-ancang berjalan ini?  
Produk hukum hasil amandemen dewan legislasi mahasiswa yang sudah disepakati selayaknya harus dilaksanakan oleh mahasiswa juga di masa selanjutnya. Jika tidak maka akan memunculkan “indikator” ketidakadilan bahkan disfungsi konstitusi.
Maka semestinya transparansi data dan segala peraturan wajib dilaksanakan apabila menginginkan transformasi sistem itu mengarah pada perubahan yang konstruktif. Teknis “memahamkan” juga perlu dilaksanakan agar mahasiswa tidak buta akan realitas hukum dan politik yang dibentuk dan yang akan diberlakukan. Pada akhirnya perjalanan Republik Mahasiswa yang diidam-idamkan akan terselenggara secara komprehensif dan permisif (terbuka).

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.