Iklan Layanan

Cuplikan

Peternak Sapi Pudak Kulon Ubah Limbah Jadi Biogas

 

(Foto: Miftah)

Penulis: Cantrisah

 Apakah kamu salah satu orang yang memelihara sapi? Ataukah anak dari peternak sapi? Selain susu dan daging, apakah pernah terpikir tentang bagaimana kotoran yang dihasilkan oleh sapi? Apakah dibuang begitu saja? Apakah pernah terpikir untuk mengelolanya?

Desa di ujung timur Ponorogo, Desa Pudak Kulon, menawarkan sebuah cara tentang bagaimana menangani limbah kotoran yang dihasilkan oleh sapi-sapi ternak menjadi biogas. Sebuah desa yang menawarkan keindahan alam tersendiri. Bahkan saat pertama kali menginjakkan kaki, kesejukan alam seakan menyambut dengan tangan terbuka. Dengan suhu udara yang mencapai kisaran 18℃, setiap nyawa akan lebih memilih untuk lanjut menghangatkan diri di balik selimut jika saja tidak ingat tentang pekerjaan yang harus dilakukan.

Ini [biogas] adalah program dari pemerintah. Mereka yang menentukan targetnya berapa. Dari kami [perangkat desa] hanya mendata siapa saja yang ingin mengikuti program tersebut dan menyeleksi sesuai target yang ditentukan oleh pemerintah.” Begitulah yang dipaparkan Tugi Andik selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pudak Kulon dengan lugas. Di rumahnya, dengan setelan santai ala penduduk desa, ia menceritakan tentang asal mula adanya metode biogas di desa tersebut, dimana kini sudah ada sekitar 40% warga yang menggunakannya.

Salah satu warga dengan senang hati memberi tahu tentang alat apa saja dan bagaimana cara menggunakan biogas tersebut. Namanya Endar, sosok pria paruh baya yang segera mengesampingkan rutinitas paginya untuk menyambut kami dan meladeni pertanyaan-pertanyaan seputar peternakan sapi, limbah, biogas, hingga pupuk. Memang benar celetukan tentang jiwa sosial masyarakat desa yang tinggi, tanpa pikir panjang pun mereka dengan senang hati dan sigap menyuguhkan wedang, jajan, bahkan sampai makanan. Keramah-tamahan mereka tidak perlu diragukan lagi.

Dalam pengelolaan limbah menjadi biogas, pemerintah Kabupaten Ponorogo sebagai pihak yang memiliki program, membantu menyediakan fasilitas dan sosialisasi tentang program biogas tersebut. Dengan logat khas Jawa-nya, Endar menjelaskan tentang teknik pengelolaan limbah kotoran sapi sebagai biogas. Ia menunjukkan bentuk nyata dari biogas berikut keterangannya.

Mulanya, kotoran sapi dialirkan ke wadah penampungan yang kedap udara. Wadah yang menyembul ke permukaan tanah di mana sebagiannya berada di dalam tanah, layaknya sumur yang lubang atasnya tertutup rapat. Kerasnya wadah tersebut terlihat dari bahan-bahan penyusunnya, adukan semen yang dipadukan dengan batu bata tampak begitu kokoh menyatu. Kotoran yang telah terkumpul, didiamkan selama 1-2 minggu agar gas dari kotoran tersebut bisa menguar. Gas yang telah menguar disalurkan menggunakan pipa menuju kompor. Sepanjang jalur pipa yang ada, terdapat dua keran yang masing-masing berada di dua ujung pipa tersebut; dekat dengan wadah penampungan dan dekat dengan kompor.

Keran yang pertama adalah alat akses untuk membuka wadah kedap udara. Sedangkan yang kedua, digunakan untuk alat akses dari gas sebelum sampai ke kompor. Akses ini digunakan sebagai pengatur buka dan tutup dari saluran gas. Dalam penggunaannya, biogas pun memiliki cara yang sedikit berbeda dari gas elpiji. Jika saat memakai gas elpiji kita hanya tinggal memutar tombol pengatur api, maka biogas tidak cukup sampai di situ. Perlu adanya sebuah pancingan dengan api di sumbu kompor tersebut.

Uniknya, ketika keran kedua sebagai pengatur buka dan tutup saluran itu dalam mode terbuka dan tidak segera dipancing dengan api, maka akan timbul bau biogas yang notabene berasal dari kotoran. Jadi yang muncul bukan lagi api, tapi aroma kotoran sapi. Hal bagus lainnya ialah sari sisa pengolahan biogas tadi bisa digunakan sebagai pupuk dalam dua hasil dengan metode yang berbeda. Pertama ialah pupuk basah, yakni dengan dialirkan langsung pada irigasi untuk tanaman yang ada di sekitar jalur selokan. Kedua adalah pupuk kering, yakni dengan dikeringkan lebih dahulu dalam beberapa hari sebelum digunakan.

Namun dengan lahan yang terbatas, Gemi selaku ibu mertua dari Endar, mengungkapkan bahwa para pengelola biogas lebih condong untuk menggunakan metode pupuk basah. Metode yang tidak memerlukan lahan berlebih, tapi tetap memiliki manfaat untuk lingkungan alam sekitarnya. Menilik hal tersebut, tentu pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk perlu diberi perhatian lebih untuk mengimbangi gelar yang tersemat pada Desa Pudak Kulon ini, yakni Desa Sapi Perah dengan 80% profesi masyarakatnya adalah peternak susu sapi perah.

PJTD 2022

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.