Diantara Berpikir Kritis dan Sakit Kritis
Oleh:
Syamsulhadi
Namaku Yoyo, umurku 19 tahun, aku baru saja tamat
SMA, aku berasal dari
Kota Pinokio, dan sekarang melanjutkan
di salah satu perguruan tinggi yang
terletak di selatan Jawa Timur tepatanya
di Kabupaten Hellokity. Nama
perguruan tingginya Universitas Bahagia,
aku termasuk salah satu
orang yang berpenampilan apa adanya,
teman-temanku sering mengata-ngataiku bahwa aku itu culun,
tetapi aku tidak memasalahkan hal itu,
aku cenderung cuek saja.
Singkat cerita,
pada suatu pagi aku bangun pada pukul
04.00 WIB, karena mengingat hari ini adalah hari pertama
PBAK, karena sebulumnya sudah diimbau harus dating tepat waktu pada pukul
05.00 WIB, kalau dating terlambat akan dikenakan sanksi.
Aku
pun bergegas mandi, tak peduli
air dingin yang menyengat di setiap gebyuran
yang menghantam badanku,
selesai mandi akupun berkemas,
menyiapkan peralatan yang
akan digunakan saat
PBAK nanti, aku pun memakai baju putih dan menggunakan celana seperti celana
yang digunakan Jojon (celana kodok) sama halnya pakaian
yang setiap hari kukenakan,
aku pun melihat teman-temanku masih tertidur pulas,
ow iya, aku di sini ngekost sudah
2 hari, 1
kamar berisi 3 orang
termasuk aku. Kemudian temanku
yang bernama Yudi bangun dari tidurnya.
“Loh Yo,
kok sudah rapi?”
tanyanya dengan mata sayu.
“Iya mas, biar nggak terlambat”
jawabku.
“ Masih jam empat lebih
lima belas menit lo, masih pagi banget ini”
ujarnya lagi.
“Enggak papa mas hehe”
jawabku sambil tertawa lugu.
“Hmm, terserah deh”
jawabnya lagi, sambil menarik selimutnya,
untuk tidur lagi.
Kemudian aku pun bergegas keluar kost untuk berangkat,
aku berjalan kaki, jarak kampus dari kostku sekitar
10 menit, karena aku tidak mempunyai kendaraan dan
juga tidak bias naik
motor maupun naik mobil,
naik sepeda ontel
pun aku belum begitu mahir hehe,
aku pun dari kost jalan
kaki, pagi-pagi buta aku melangkahkan
kaki, setapak demi setapak untuk berangkat ke kampus mengikuti
PBAK “Wah, aku ntar terlambat nggak ya?” Hatiku berbicara.
Aku melihat peserta lainnya,
menaiki motor, mobil dan lain-lain,
beda dengan aku,
yang cuma jalan
kaki. Tidak kepikiran untuk naik ojek atau apa pokoknya jalan aja hehehe.
Tibalah aku di kampus,
ternyata acara 3 menit lagi akan dimulai,
aku pun bergegas kumpul di lapangan untuk berbaris mengikuti apel,
kemudian apel pun
dimulai “Woy dek cepat baris,
acara mau dimulai,” teriak
senior kepada mahasiswa yang
agak terlambat.
Acara apel pun dimulai, diawali dengan orasi-orasi
yang dipimpin langsung oleh salah satu
senior. Katanya sih Presiden Mahasiswa.
“Waah, hebat ya baru mahasiswa sudah jadi presiden,” bisikku dalam hati,
ow iya, banyak orang, mengatakan bahwa aku tu
polos, dan banyak juga
orang yang mengatakan bahwa aku tu lemot,
yang bener mana ya? Lemot apa
polos yak? hehe, aku juga
bingung. Kembali ke cerita,
kakak-kakak senior itu pun berorasi di depan sambil melantangakan suara,
“Kalian adalah mahasiswa,
bukan siswa lagi,
disiplin adalah harga mati,” ujarnya dengan lantang.
Kemudian ia pun
melanjutkan orasinya. “Kita adalah mahasiswa
yang merupakan agen perubahan,
agen kontrol sosial dan agen intelektual, kita harus berpikir kritis,” ujarnya.
Aku pun bertanya-tanya dalam hatiku “Berpikir kritis?
Kritis itu bukannya
orang yang sakit kritis itu ya?”
tanyaku dalam hati.
Aku pun benar-benar tidak tahu apa
yang dimaksud kritis, aku pun bertanya kepada
orang di sebelahku.
“Mas, mas kritis yang dimaksud itu,
kayak orang sakit gituya?”
tanyaku, dengan penuh kepolosan.
“Huft, dengarkan dulu aja deh,”
jawabnya dengan ekspresi
yang aneh
“Hehe iya
mas,” balasku sambil garuk-garuk kepala.
Matahari pun mulai agak tinggi,
sinar matahari pun
sudah cukup terang,
akupun agak kaget melihat salah satu cewek
yang jatuh tidak sadarkan diri,
kemudian disusul oleh cewek di sebelahnya lagi ia jatuh pingsan dan tersungkur,
dan tidak lama kemudian yang lebih mengejutkan kakak
senior yang tadi berorasi juga
jatuh pingsan,
benakku pun penuh Tanya dengan kebodohannya,
aku pun Tanya kepada
orang sebelahku lagi, “Mas, mas
kritis itu kayak gitu ya?”
tanyaku dengan kepolosanku.
Kemudian
orang yang ku tanyai menganga dengan ekspresi
yang aneh “Assem,”
sambil menepuk jidatnya.
Aku pun merasa nggak enak hanya melemparkan sedikit tawa “Hehehe,”
sambil garuk-garuk kepala.
Tamat !
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.