Iklan Layanan

Cuplikan

Tak Semuanya Bisa Diwakilkan


Asumsi.co

Opini oleh: Zanida Iqra Minati


    Sebanyak 1.285 orang (per tanggal 29/03/2020) dari masyarakat Indonesia dinyatakan positif terpapar Covid-19. Pemerintah saat ini sedang melakukan screening kesehatan dengan metode rapid test atau tes cepat. Masyarakat juga bergerak menyemprotkan disinfektan di desa-desa mereka. Usaha ini dilakukan untuk menghentikan penyebaran Coronavirus.

    Krisis kesehatan di Indonesia saat ini merupakan insiden yang menyedihkan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Di tengah-tengah itu DPR sebagai wakil rakyat malah melakukan rapid test untuk diri sendiri. Tes Covid-19 yang dilakukan oleh wakil rakyat ini dilakukan di aula kompleks rumah dinas anggota DPR di Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan, dan akan dilakukan secara bergantian.

    Pandemi Covid-19 sudah memakan 114 korban nyawa (per tanggal 29/03/2020), rasio kematian tertinggi di Asia Tenggara. Beginikah sikap yang diambil oleh wakil rakyat yang terhormat? Beritanya, DPR iuran untuk membeli alat rapid test Corona namun ada juga berita yang menyatakan mereka membeli alat tersebut dengan menggunakan asuransi Jasindo (hayo yang bener yang mana?) Sebenarnya, dari manapun uangnya tidak penting, toh keduanya sama-sama hak pribadi. Namun, sikap ini tidak mencerminkan seorang wakil rakyat, di saat negara berkabung, justru memikirkan diri sendiri.

    Rapid test yang dilakukan DPR ini menuai kritik oleh belasan ribu orang. Mereka menandatangani petisi di Change.org agar pemerintah tidak memberikan alokasi khusus  kepada anggota DPR. Sangat disayangkan jika DPR yang bukan ODP maupun PDP melakukan tes tersebut, karena yang harusnya lebih diprioritaskan adalah tenaga medis. Tenaga medis saat ini sedang berjuang di rumah sakit menangani Pandemi ini, berharap tidak bertambahnya jumlah orang yang terkena Coronavirus ini. Toh, DPR dan keluarga belum tentu mengalami gejala penyakit covid-19 atau PDP.

    Atau, DPR memang berbaik hati berniat mewakili rakyat, ya? Nyatanya, 575 anggota DPR dengan masing-masing empat anggota keluarga, tukang kebun serta driver-nya diperkirakan 2.000 orang, sama sekali tidak bisa mewakili tes Covid-19 dari 269,6 juta nyawa orang Indonesia. Sama seperti sakit yang tidak bisa diwakilkan, tes juga tidak bisa, Bambank. Heran, tes seperti ini (seakan) berlomba-lomba mewakili. Di saat betul-betul mewakili rakyat membuat UU, malah berpotensi menyengsarakan seperti RUU Omnibus Law Cilaka. Behh.

    Masyarakat saja yang melakukan pemeriksaan harus melakukan pembayaran jika hasilnya negatif. Pembayaran tes Covid-19 dilakukan untuk meminimalisir agar masyarakat tidak berbondong-bondong untuk memeriksakan diri sehingga tenaga medis tidak kewalahan. Namun, DPR malah berbondong-bondong ingin menghentikan detak jantung para medis memeriksakan diri. Lucunya tenaga medis juga mendatangi kediaman DPR. Okelah, bekerja dari rumah, periksa di rumah juga. Padahal, masyarakat yang berangkat ke RS untuk cek kesehatan masih ada yang ditolak.

Tidak Cukup dengan kabar rapid test, DPR juga menuai kontroversi lain, yakni digelarnya Sidang Paripurna pada hari ini (30/03/2020). Hm, di saat gencar-gencarnya polisi membubarkan kerumunan massa, DPR malah berkumpul. Sebagai rakyat biasa penulis hanya bisa berdoa, semoga DPR bukan mengebut RUU Omnibus Law Cilaka, namun mengerjakan RUU yang sempat tertunda namun sebenarnya dibutuhkan. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, misalnya.

    Sebagai wakil rakyat seharusnya ya memprioritaskan rakyat bukan kepentingan kelompok. Karena tanpa rakyat DPR pun tidak akan ada. Rakyat juga sama-sama warga Indonesia yang berhak mendapatkan kesejahteraan, yang jangan sampai diwakilkan oleh anggota dewan.

Sebagai penutup, penulis akan mengutip salah satu esai dalam buku Titik Nadir Demokrasi karya Emha Ainun Nadjib. "Asumsi DPR mewakili rakyat itu nonsens dan tidak ilmiah karena Dewan Perwakilan Rakyat memang bukanlah lembaga yang mewakili kepentingan rakyat. Selama ini betapa banyak orang tolol di negeri ni karena menyangka kerja DPR itu ada hubungannya dengan aspirasi rakyat."

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.