Iklan Layanan

Cuplikan

Untuk Pemerataan, UKT Beasiswa BI Diberi Tarif Khusus


SK Rektor IAIN Ponorogo No. 065/In.32.1/PP.00.9/01/2019
Bank Indonesia (BI) memberikan kontribusinya pada pendidikan melalui pengadaan beasiswa kepada beberapa peguruan tinggi negeri di Indonesia, salah satunya adalah IAIN Ponorogo. Penerima merupakan mahasiswa yang lulus kualifikasi tertentu, antara lain mempertahankan prestasinya di setiap semester. Penerimanya pun dibatasi, yakni 50 mahasiswa.
Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Rektor IAIN Ponorogo No. 065/In.32.1/PP.00.9/01/2019, bahwa penerima beasiswa berkewajiban untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang lebih banyak dari pada mahasiswa bukan penerima beasiswa. Besarnya UKT yang harus dibayar oleh mahasiswa tersebut dipatok pada UKT 5, UKT tertiggi yang berlaku di IAIN Ponorogo.
SK tersebut berlaku untuk setiap penerima beasiswa BI, tanpa terkecuali. Penerima berasal dari tahun angkatan 2016 dan 2017 yang mana pada tahun tersebut Keputusan Menteri Agama (KMA) yang berlaku masih menetapkan golongan UKT tidak lebih dari 3 golongan.
Pada SK, yang tertulis menjadi acuan hukum adalah KMA No. 289 Tahun 2016. KMA itu dikeluarkan saat kampus masih berstatus sebagai STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) dengan 3 golongan UKT. Satu-satunya yang menggunakan 5 golongan adalah KMA No. 211 Tahun 2018.
KMA No. 157 Tahun 2017 pada Diktum Kedua memuat bahwa ketentuan tersebut berlaku pada mahasiswa baru program diploma dan program sarjana tahun akademik 2017-2018. Hal tersebut menandakan bahwa bagaimanapun juga mahasiswa memiliki aturan tentang UKT sesuai dengan KMA yang keluar di tahun masuknya mahasiswa. Berarti, mahasiswa penerima beasiswa BI yang notabene angkatan 2016 dan 2017 diwajibkan untuk mengikuti aturan dari KMA yang tidak diberlakukan bagi mereka. “Kebijakan itu berlaku sejak SK Rektor dikeluarkan dan berlaku sesuai KMA yang terbaru.” Tutur Agus Purnomo, Wakil Rektor II Bagian Administrasi dan Keuangan.
Padahal, UKT tidak akan berubah selama menjadi mahasiswa. Didiek Nuryono, Kabag. Perencanaan dan Keuangan IAIN Ponorogo menyampaikan bahwa UKT yang pertama didapat saat diterima di kampus yang menjadi patokan. “UKT ditentukan di awal masuk kuliah, tidak akan berubah,” ujarnya saat mengisi Public Discussion mengenai UKT (Kamis, 2/5/19).
Sebelumnya, mahasiswa penerima beasiswa BI mendapatkan sosialisasi mengenai kewajiban pembayaran UKT. Sosialisasi tersebut baru terlaksana setelah kebijakan UKT 5 diberlakukan. Pada waktu sosialisasi tersebut, belum ada SK yang melandasinya. SK tersebut baru dibagikan pasca sosialisasi.
Ketentuan naiknya UKT penerima beasiswa BI didasari oleh peningkatan layanan administrasi. Siti Maryam Yusuf, rektor IAIN Ponorogo, mengakui itu. Uang yang berasal dari UKT mahasiswa penerima beasiswa tersebut akan masuk ke dalam kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Semakin besar PNBP yang masuk dalam kas negara dari kampus kita, maka semakin besar juga anggaran negara yang akan kita terima. Nanti akan berdampak pada peningkatan layanan yang ada di dalam kampus,” ungkapnya.
Menurut Maryam, penerima beasiswa rata-rata berasal dari UKT 1 yang notabene mendapatkan keringanan dalam membayarnya, ketika mendapatkan beasiswa tersebut, maka sudah dianggap memiliki kemampuan lebih dalam membayar UKT, sekalipun UKT 5. Dia menuturkan bahwa mahasiswa mendapatkan 6 juta per semester yang mana setiap bulannya mendapatkan 1 juta. Dengan nominal yang tidak sedikit tersebut, dia berpendapat bahwa kebutuhan mahasiswa penerima beasiswa BI sudah terpenuhi, bahkan dapat digolongkan sangat mampu secara ekonomi. Ya, nggak apa-apa bila kita naikkan sedikit UKT mereka. Toh, dua juta itu sudah tidak banyak bagi mereka,”  tutur mantan Ketua STAIN Ponorogo tersebut.
Sementara pernyataan yang hampir sama disampaikan oleh Agus Purnomo. UKT yang didapat dari mahasiswa penerima beasiswa akan masuk ke dalam kas negara dan bertimbal-balik pada peningkatan pelayanan administrasi yang bisa dimanfaatkan oleh semua mahasiswa. Sehingga, mahasiswa yang tidak mendapatkan beasiswa bisa turut menikmati hasilnya dalam bentuk fasilitas bersama. Ia memberi contoh bus kampus yang bisa dipergunakan oleh mahasiswa. “Keputusan ini berdasarkan pada pemerataan,” kata Agus.
Aan, Kasubag Akademik bagian Kemahasiswaan mengamini pemerataan ini. Dia, selaku pembina penyelenggara beasiswa BI, mengutarakan bahwa setiap UKT yang berasal dari mahasiswa akan diambil untuk dimasukkan pada kas negara. Ia menekankan, tidak ada dana yang masuk ke dosen. “Sehingga semua mahasiswa yang tidak ikut menerima beasiswa tersebut juga ‘kebagian’,” ungkap Aan.
Hal yang berbeda dikatakan oleh Dwi, koordinator Genbi (Generasi Baru Indonesia), komunitas mahasiswa penerima beasiswa BI. Menurutnya, dana beasiswa BI tersebut merupakan hak sepenuhnya bagi mahasiswa yang mendapatkannya, sehingga kurang pantas apabila diambil dan digunakan untuk keperluan peningkatan layanan. Karena setiap layanan kampus bisa dimanfaatkan oleh semua mahasiswa IAIN Ponorogo yang sesungguhnya menggunakan sebagian dari hak mahasiswa penerima beasiswa BI. Menurut saya kurang pantas saja. Kita yang berusaha mendapatkan beasiswanya dengan ikut tes, menjaga prestasi di setiap semester. Kok tahu-tahu dari pihak kampus menaikkan UKT kita,” ungkap mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah, semester 6 ini.
Sedangkan, Desi, mahasiswa penerima beasiswa BI, mengatakan tidak keberatan dengan kebijakan kampus tersebut. Menurutnya, adalah hal yang wajar bila dari pihak kampus menaikkan UKT penerima beasiswa BI dengan alasan peningkatan layanan dan fasilitas kampus. Sah-sah saja menurut saya. Dari pihak kampus juga memfasilitasi pengadaan beasiswa tersebut, jadi nggak salah bila pihak kampus menaikkan UKT ke UKT 5,” ungkap mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam, semester 6 tersebut.

Reporter: Chandra, Yaya, Hanik
Penulis : Chandra

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.