Tata Tertib Lalu Langgar
Opini oleh Adzka Haniina
Daya kritis mahasiswa
kini mungkin memang sedang krisis. Meski terhitung sebagai anggota sah Republik
Mahasiswa, tapi mahasiswa terkesan tidak mempedulikan jalannya pesta demokrasi
ini. Bisa dilihat dari Pembukaan Kongres yang sepi pengunjung. Jadi, demokrasi
yang dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat seperti apa yang ada di
Republik ini?
Sistem demokrasi
memerlukan rakyat yang kritis. Misalnya, untuk memahami apa itu sosialisasi dan
sidang. Dua kata yang berbeda, tapi menjadi mirip saat ini. Sosialisasi berarti
memasyarakatkan sesuatu agar dipahami khalayak luas. Sedangkan sidang berarti
perkumpulan untuk membicarakan sesuatu.
Nalar kritis sangat
diperlukan dalam memahami fenomena ‘Sosialisasi Kongres’ yang ternyata berisi
pembahasan ART, UU Pemilwa dan GBHO. Juga untuk menalar sidang pertama pada
Kongres yang ternyata tidak membicarakan sesuatu, melainkan mengumumkan hasil
rekrutmen KPUM. Di sini, selain daya kritis mahasiswa yang krisis, namun ternyata
ada pergeseran arti dan makna dari sosialisasi dan sidang yang mungkin
mahasiswa pengusungnya terlalu pandai hingga merubah makna dalam KBBI.
Ketika tidak ada
pemikiran terhadap kritik, mahasiswa lebih memilih masa bodoh dan fokus UAS
saja. Pamflet maupun undangan sebagai ajakan menghadiri Pembukaan Kongres sehari
sebelumnya tidak sesuai dengan acara yang dilaksanakan. Pembukaan Kongres
ternyata dilanjutkan dengan sidang. Sekalipun tidak ada pembahasan, tapi sidang
ini menunjukkan sesuatu yang sangat penting: jangan pecaya pada presidium. Bagaimana
tidak, tata tertib saja tidak ditaati, bagaimana bisa memimpin sidang?
Presidium menyampaikan
bahwa tahun ini ditiadakan peserta penuh dan peserta peninjau yang umumnya ada
di suatu sidang. Akan tetapi, tata tertib Kongres di halaman terakhir draft
Undang Undang produk SEMA--yang dibagikan sesaat sebelum sidang dimulai--itu
mengatakan hal lain. Dalam rancangan TATIB Kongres pasal 3 ayat 1 berbunyi, ”peserta
Kongres terdiri dari peserta penuh dan peserta peninjau. Bahkan dalam pasal 4, haknya disampaikan
secara gamblang. Antara peserta penuh yang punya hak bicara, suara, memilih dan
dipilih. Serta peserta peninjau yang hanya memiliki hak bicara. Ketua sidang
juga menyatakan peserta telah kondusif, karena telah terpisah antara laki-laki
dan perempuan. Padahal, pemisahan seharusnya antara peserta penuh dan peninjau.
Sebenarnya logika tikus mana yang terlihat bodoh?
Dalam draf itu juga mengatur
sahnya Kongres adalah dengan dihadiri oleh anggota Sema-Dema, 2 delegasi dari
Sema-F, Dema-F, HMJ, dan UKM. Selain
itu, ada peraturan bahwa ketua sidang dan sekretarisnya adalah Ketua dan
Sekretaris Sema. Namun pada kenyataannya tidak demikian. Karena ketidakpahaman
pimpinan sidang akan hal tersebut, aturan tersebut tidak bisa dilaksanakan.
Atau memang salah mahasiswa yang sudah diberi waktu beberapa menit untuk
membaca namun tetap tidak faham. Tapi yang lebih layak dipertanyakan, mengapa
presidium yang dua darinya adalah Sema-I tidak mengetahui dan memahami Tata
Tertib Kongres. Jika nalar berpikirnya masih sehat, Sang Presidium tidak
akan melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri. Tak bisa dipungkiri, tanpa
kejelian dalam memahami draft rancangan kongres, mahasiswa lain tidak akan
menyadari itu.
Sebelum sidang,
presidium memberi sedikit pengarahan. Sang Ketua presidium memberi pengertian
bahwa draft yang dibagikan itu sudah tidak bisa diubah karena sudah diamandemen
Sema. Akan tetapi jika ada yang ingin mempertanyakan sesuatu dipersilahkan.
Sayangnya, tidak dibuka waktu untuk bertanya namun sidang langsung di-skorsing.
(Berpikir keras untuk memahami cara berpikir para pejabat itu).
Pengantar yang tadinya
seakan mengajak mahasiswa untuk kritis seakan tidak berarti. Seperti mengajak
untuk melakukan sesuatu, lalu melarang setelahnya. Dibuat sendiri, disahkan
sendiri, hingga dilanggar sendiri. Dibandingkan dengan MUSMA dulu yang secara
terbuka melibatkan seluruh perwakilan mahasiswa (bukan hanya yang ikut
organisasi), maka Kongres telah kalah demokratis.
Penyempitan anggota
kongres adalah bentuk pengekangan daya kritis mahasiswa. Menjadi salah satu
sikap yang membuat sekat antara birokrasi mahasiswa dengan mahasiswa umum. Mereka
sering melontarakan harapan tanpa usaha memperbaiki. Mereka mengonsep agenda
kongres agar kelihatan demokratis tapi melupakan unsur demokratis itu sendiri. Sedangkan
mahasiswa lain sengaja dibuat manggut-manggut untuk menyetujui produk
hukum para pejabat yang duduk di kursi-kursi rapuh di gedung itu.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.