Iklan Layanan

Cuplikan

Wajah Baru Demokrasi Mahasiswa Pasca Musma Jadi Kongres



Wajah Baru Demokrasi Mahasiswa Pasca Musma Jadi Kongres
Oleh: Rina P.R. & Arini S.


Transformasi Musma (Musyawarah Mahasiswa) menjadi Kongres tak hanya sekedar mengubah sebuah nama yang telah secara turun temurun menjadi pesta demokrasi tahunan di kalangan mahasiswa IAIN Ponorogo, tapi turut mengubah sistem perundang-undangan, sistem pemerintahan dan struktur pemerintahan. Tak dielakkan, wajah demokratis kampus pun berubah. Demokrasi baru yang dibingkai dalam kongres Pemilwa (Pemilihan Umum Mahasiswa) jauh berbeda dari sistem Musma.
Perubahan secara fundamental tersebut telah disepakati bersama jajaran Ormawa (Organisasi Mahasiswa). Di langkah awal, ketua Sema (Senat Mahasiswa) Yudha menawarkan sebuah perubahan tersebut nantinya serupa aparatur sebuah negara. Dengan begitu, Sema kembali mengepakkan sayapnya sebagai badan legislatif. Draft konstitusi secara utuh merupakan hak legislasi. Bukan untuk dibahas dan diperdebatkan, melainkan untuk disetujui, sebab pembentukan undang-undang sepenuhnya merupakan wewenang badan legislatif mahasiswa. Langkah awal ini mulus tanpa penolakan pihak manapun.
Beberapa perubahan yang paling mendasar dari Kongres Pemilwa 2017 adalah pada draft kongres tahun ini. Beberapa poin-poin mengalami amandemen, yang pertama terletak pada bagian Anggaran Dasar, diantaranya terdapat tambahan berupa mukadimah, perubahan nama sistem pemerintahan dari KBM (Keluarga Besar Mahasiswa) menjadi RM (Republik Mahasiswa), penggantian nama Musma menjadi kongres, adanya KPUM sebagai komisioner kongres, sistem pemilu raya, regulasi tentang prosedur pendirian organisasi yang baru dan hasil musyawarah yang dinamakan Sidang Paripurna bagi legislatif dan Musyawarah Besar bagi lembaga eksekutif.
Sistem Pemilu Raya memberikan gambaran yang jauh berbeda dari sistem sebelumnya. Bila sebelumnya, prosesi pencalonan ketua Sema dan Dema adalah secara musyawarah, maka pada Kongres sistem ini tidak lagi dipakai. Adanya KPUM sebagai komisioner kongres dalam sistem Pemilu Raya berarti mengubah sistem pemilihan yang saat ini dapat dilakukan secara langung oleh seluruh mahasiswa atas nama-nama yang telah mencalonkan diri dan disepakati KPUM. Mekanisme ini pun diikuti oleh semua mahasiswa IAIN Ponorogo tanpa terkecuali. Sistem ini nampak lebih terbuka dibanding sitem sebelumnya jika benar diterapkan sebagaimana prosedur yang telah disosialisasikan.
Perubahan penting lainnya adalah keterangan mengenai status keanggotaan organisasi RM IAIN Ponorgo, penjelasan secara detail mengenai tata urutan perundang-undangan RM, penjelasan mengenai organisasi mahasiswa yang tergabung dalam RM berikut tugas, fungsi dan wewenangnya, dan penjelasan tentang KPUM. Selanjutnya, terdapat keterangan tentang fungsi pengawasan dari Sema kepada setiap lembaga. Sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian peraturan atau permasalahan antar lembaga, akan mendapat teguran dari Sema Institut maupun Fakultas.
Sistem yang dulunya KBM dengan segala aturan yang ada berganti beralih rupa menjadi RM. Benarkah Republik? Republik merupakan kata yang menggambarkan sebuah ekspresi sebagian mahasiswa yang mempertanyakan: mengapa sistemnya berubah? Argumen yang marak terdengar, hal ini berkaitan dengan peralihan status dari STAIN menjadi IAIN sehingga merubah semua sistem yang ada di IAIN Ponorogo, pun juga sistem organisasi kemahasiswaan. Cukup rasional jika memang benar bahwa ini ada kaitannya dengan alih status. Namun, sudah legalkah sistem kongres dengan berbagai aturan barunya?
Jika demikian, UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) beserta lembaga yang tergabung dalam RM berkeharusan untuk tunduk kepada keputusan Senat Mahasiwa sebagai lembaga legislatif. Jika dilihat lebih dalam lagi nampak bahwa perubahan yang berlangsung signifikan ini mengarah kepada sistem organisasi yang kontras dengan individualisme dan demokrasi.
Setiap perubahan pasti membawa implikasi yang ditimbulkan. Seperti halnya perubahan sistem kongres sebagai implikasi dari perubahan alih status kampus yang telah terjadi. Tidak ada yang salah dengan perubahan ini sebab dengan alih status IAIN, sistem keorganisasian mahasiswa dituntut untuk berubah pula. Amandemen yang sepihak –meski tanpa perlawanan-- melahirkan aturan-aturan serta kewenangan baru. Sebab sekali lagi sebagai badan legislatif Sema memiliki wewenang atas perundang-undagan mencakup seluruh UKM dan lembaga di lingkup RM.
Rezim hasil Musma yang terkesan tertutup sudah berlalu, kini berganti dengan rezim Kongres. Dengan demikian, penentuan calon pemenang akan ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak. Aturan-aturan mengenai calon kandidat beserta prosedur pemilu raya telah tersusun rapi, meski tanpa partai. Tinggal bagaimana di dalam pelaksanaan, akan jauh berbeda atau sesuai dengan yang telah terpapar dalam tata aturannya.
Aturan-aturan telah ditetapkan. Sistem musma pasca perubahaanya menjadi kongres beserta amandemen AD/ART dan sistem kepengurusan ini nantinya akan berkemungkinan tampil dengan dua wajah yaitu wajah demokrasi yang lebih terbuka –dengan kata lain sema sebagai representasi dari perwakilan mahasiswa benar terwujud--  atau wajah demokrasi yang berujung pada kekuasaan otoriter.
Kontradiksi dari poin-poin dalam draft konstitusi tidak menutup kemungkinan akan memunculkan banyak pihak yang dirugikan. Konsolidasi memang telah dijalankan meski sebatas “pemberitahuan” bahwa Sema telah menghasilkan produk hukum untuk segera “disepakati”. Namun apakah hal demikian bisa diterima secara rasional? Sementara urutan perundang-undangan dalam hal menyangkut AD/ART yang merupakan bagian paling vital menjadi tidak urgen lagi karena tidak ada pembahasan secara rinci.
Demokrasi kampus kita kiranya sedang berada di fase transisi. Konstitusi baru yang dalam sekejap telah tersetujui –dengan sadar atau mimpi–seluruh elite mahasiswa tentu akan memberikan bermacam warna sebagai wujud konsekuensi dari perubahan tersebut. Semoga tak sekedar eksperimen yang menguntungkan satu pihak, melainkan sebagai percobaan eksperimen perubahan konstitusi dalam rangka mencari sistem demokrasi yang sesuai untuk kelangsungan semua lembaga mahasiswa tanpa terkecuali.

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.