Iklan Layanan

Cuplikan

Mengupas Kesenian Gong Gumbeng di Sudut Kabupaten Ponorogo

(Foto: Vindy)

Features oleh: Erick


Banyaknya industri genting serta sejuknya pemandangan yang ada, menemani perjalanan kami berlima menuju sudut selatan Kabupaten Ponorogo. Ditemani kicauan burung serta hamparan hijaunya sawah, kami makin terpesona saat menuju daerah ini. Desa Wringinanom, Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo, merupakan desa yang membuat saya terpesona dengan setiap jalan yang saya lewati. 

Rasa penasaranlah yang membuat kami rela untuk sampai ke sini. Dikatakan bahwa di desa ini terdapat kesenian yang tidak ada di tempat-tempat lain, Kesenian Gong Gumbeng namanya. Untuk itu, kami bermaksud untuk mencari tahu lebih lanjut dengan mencari tokoh yang mengetahui tentang kesenian Gong Gumbeng tersebut.

Berdasarkan informasi dari warga sekitar, Kesenian Gong Gumbeng disimpan oleh mantan Kepala Dusun Banyuripan yang bernama Gunarto. Kami pun segera bergegas untuk mencari tempat tinggal beliau. Sesampainya di lokasi, niat hati ingin berbincang dengan beliau, tapi ternyata kami hanya bisa bertemu dengan Sumini, istri dari Gunarto. Kebetulan pada saat itu, Gunarto sedang tidak enak badan.

Kami pun akhirnya berbincang-bincang tentang Kesenian Gong Gumbeng tersebut. Keberadaan Kesenian Gong Gumbeng di kediaman Gunarto ini memang sudah terbilang lama. Selain itu, perawatan alat Kesenian Gong Gumbeng memang dipasrahkan pada kepala dusun. Sehingga, secara otomatis ketika berganti kepala dusun, tentu berganti juga pihak yang berkewajiban untuk merawat alat kesenian tersebut.

Hal unik kemudian disampaikan oleh Sumini. Menurut penuturannya, alat kesenian tersebut tidak mau berpindah penanggung jawab. “Alat musik ini sudah lama di sini. Bahkan sekarang pejabat kepala dusun sudah berganti. Tapi entah kenapa, waktu alat musik ini dipindahkan ke kepala dusun yang baru, malah kembali lagi ke sini,” ucap istri Gunarto tersebut.

Di sana kami juga ditunjukkan bentuk dari Kesenian Gong Gumbeng. Setelah dilihat-lihat, Kesenian Gong Gumbeng ini hampir seluruh alat musiknya terbuat dari bambu. Kesenian ini juga terdiri dari beberapa alat musik lainnya yang memiliki karakteristik berbeda-beda. 

Alat Gumbeng sendiri terdiri dari lima buah ring bambu yang digantung dengan ongkek dan dimainkan dengan cara ditiup. Bentuknya hampir mirip dengan angklung. Kemudian ada Gong Bonjor yang terdiri dari dua buah bambu panjang dan pendek, bambu kecil yang dimasukkan ke dalam bambu yang besar. Cara memainkanya dengan cara ditiup lubang bambu yang lebih kecil dengan resonator bambu yang lebih besar. Ada alat musik yang bernama Slinter yang terbuat dari baja, disusun memanjang di atas kotak kecil. Cara memainkannya dengan dipetik. Ada gendang yang berfungsi mengendalikan irama dalam suatu lagu dan mengatur napas permainan.

Ketika hendak bertanya lebih lanjut, sayangnya Sumini kurang memahami kesenian tersebut. Kami pun diarahkan untuk menuju ke rumah sesepuh pemain Gumbeng bernama Darmanto. Kami pun berpamitan dan menuju ke rumah Darmanto untuk mendapat penjelasan lebih lanjut.

Sebuah keberuntungan bahwa kami dapat bertemu dengan Darmanto pada hari itu. Kami pun disambut dengan suka cita oleh beliau. Lalu, pada kesempatan ini beliau menceritakan cukup banyak hal tentang kesenian Gumbeng. Beliau menyebutkan bahwa kesenian ini sering dipentaskan pada kegiatan bersih desa. Hal tersebut berkaitan dengan sejarah dari kesenian Gumbeng sendiri.

Kemunculan Gong Gumbeng dibawa oleh seorang abdi dari Kerajaan Mataram bernama Irobiri yang mendapatkan wangsit untuk melakukan ritual bersih desa. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan harapan supaya di Desa Wringinanom subur makmur. “[Awalnya dibawa] punggawa keraton yang bernama Irobiri. Ia mengatakan pada lurahnya bahwa Wringinanom bisa subur makmur, air melimpah, kalau diadakan ritual bersih desa. [Yakni] menyembelih kambing diiringi dengan kesenian Gong Gumbeng,” ujar Darmanto.

Hingga sekarang, setiap kegiatan bersih desa, kesenian Gong Gumbeng ikut serta di dalamnya. Bersih desa sendiri diselenggarakan pada Jumat terakhir di bulan Sela (Dzulhijjah). Untuk lokasinya di Telaga Mantili Dirja. Adanya kegiatan tersebut juga menjadi salah satu bentuk pelestarian dari Gong Gumbeng. Tidak hanya itu, latihan rutin juga sering dilaksanakan setiap malam Jum’at.

Mendengar apa yang telah diceritakan oleh Darmanto, membuat kami menyadari bahwa masih terdapat kesenian lain yang ada di Ponorogo. Barangkali yang sering kita tahu bahwa di Ponorogo hanyalah ada Reyog saja, padahal masih terdapat kesenian lainnya yang tak kalah menarik. Begitulah kesenian tradisional Gumbeng, sebuah alat musik yang lestari di Desa Wringinanom. Semoga kesenian Gong Gumbeng tidak hanya lestari di Wringinanom saja, melainkan juga di Ponorogo. Jangan sampai kesenian ini menghilang di daerahnya sendiri.

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.