Iklan Layanan

Cuplikan

Antara PBAK dan Atributnya

(Foto: Kru)

 Opini Oleh: Vivia

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) adalah serangkaian kegiatan bagi mahasiswa baru untuk mengenalkan proses pendidikan dan pembelajaran serta kegiatan kemahasiswaan di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Singkatnya, PBAK ini adalah cara mahasiswa baru untuk mengenal lebih dekat dunia kampus, bukan hanya sekadar bangunan kampusnya saja, tapi juga kelembagaan dan keorganisasian yang ada di dalamnya.

Berbeda dengan PBAK dua tahun sebelumnya yang dilaksanakan secara daring dan luring untuk beberapa mahasiswa, PBAK tahun ini dilaksanakan secara full luring untuk seluruh mahasiswa. Kemudian untuk waktu pelaksanaannya, PBAK tahun ini dilaksanakan pada minggu kedua perkuliahan, jadi para mahasiswa baru sudah masuk selama satu minggu lebih dahulu. Makanya, tak heran jika para maba ini sudah mulai mendapatkan tugas-tugas terkait perkuliahan mereka. Selain sibuk dengan tugas kuliah, para mahasiswa baru ini juga sibuk mencari perlengkapan untuk PBAK.

Sama seperti PBAK tahun-tahun sebelumnya, peserta PBAK tahun ini diwajibkan untuk membawa beberapa perlengkapan dan memakai atribut wajib, seperti pita merah-putih dan papan nama yang ditentukan warna dan ukurannya. Sebenarnya, jika ditelisik lebih jauh, hal di atas tidak ada hubungannya sama sekali dengan fungsi penyelenggaraan PBAK.

Pada hakikatnya, PBAK ini berfungsi untuk mendidik, membimbing, dan mengarahkan peserta untuk mengenali dan memahami sistem pendidikan di lingkungan PTKI. Jadi, sudah seharusnya segala kegiatan yang ada di dalamnya berisi pengenalan dan pemahaman terhadap sistem pendidikan maupun lingkungan yang ada di perguruan tinggi. Namun, apakah penggunaan atribut wajib dan perlengkapan tersebut termasuk cara yang tepat untuk mengenalkan mahasiswa pada budaya kampus?

Coba kita bahas beberapa mulai dari atas kepala; atribut pita merah-putih yang melingkari penutup kepala mereka—dimana yang putri melingkarkan pita di jilbabnya, sedangkan yang putra pada kopiah hitamnya. Apakah hal ini merupakan salah satu cara mengenalkan mahasiswa pada kebudayaan kampusnya? Mungkin atribut pita merah-putih dipilih untuk menunjukan nasionalisme seorang mahasiswa, semacam cara mereka untuk memunculkan kecintaan pada tanah air, begitu? Kalau begitu, wujud cinta pada kampusnya di PBAK ini ditunjukkan dengan apa?

Lanjut ke atribut lainnya, yakni papan nama besar yang di dalamnya memuat identitas mahasiswa. Kira-kira tujuannya apa? Agar semua mahasiswa saling mengenal satu sama lain? Ya, cara seperti itu memang memudahkan mereka-mereka yang berkepentingan, sih. Para panitia yang harus memanggil peserta, misalnya, memanggil, lalu menghukum tentunya. Fungsi lainnya, ya, hanya mau membuat ribet mahasiswa saja. Pasalnya, kartu identitas tidak perlu dibuat hampir sebesar buku A4 juga, sih, dikalungin, pula. Hadeh.

Lalu, ada pula makanan yang wajib dibawa mahasiswa sesuai instruksi panitia. Para peserta diinstruksikan untuk membawa nasi pecel, air dan permen yang disampaikan melalui clue. Tugas wajib macam ini, kalau dilihat-lihat juga tidak ada hubungannya tujuan PBAK. Tapi, mungkin saja panitia memaknai pecel sebagai simbol kesederhanaan dan keragaman. Jadi, kurang lebih, mahasiswa yang beragam asal, karakter, dan segalanya itu bisa bersatu dalam kesederhanaan seperti nasi pecel tersebut. Masalahnya, pagi-pagi buta, sebelum subuh pula, nyari nasi pecel jadi pekerjaan yang agak merepotkan. Oh iya, jangan lupa pula untuk memecahkan clue-nya.

Tak hanya itu, dalam PBAK kali ini, terdapat pula pertunjukan flash mob di beberapa fakultas. Para peserta akan diarahkan untuk membentuk formasi tertentu menggunakan properti seperti balon ataupun kardus dengan kertas warna tertentu yang dibeli atas biaya pribadi para maba. Lagi-lagi, apa sih hubungannya dengan pengenalan terhadap budaya akademik maupun kemahasiswaan kampus? Mungkin sedikit terpikir aktivitas tersebut memupuk kekompakan mahasiswa, tapi tampaknya tujuan flash mob lebih condong untuk seru-seruan semata. Hasil formasi yang nantinya didokumentasi hanya akan jadi ajang pamer yang sebenarnya tidak berdampak apa-apa.

Lucunya, kemarin ada salah seorang maba yang mengaku masih dibantu orang tuanya terkait pengadaan makanan-makanan untuk PBAK tersebut. Pasalnya, mahasiswa tersebut sedang bermukim di pondok, jadi mau tak mau, orang tua ikut turun tangan untuk memenuhi tugas-tugas wajib dari panitia PBAK. Wah, jadi ingat waktu masa kanak-kanak dan tugas sekolah masih dibantu orang tua agar bisa selesai, ya?

Penggunaan perlengkapan dan atribut tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun yang masih berlanjut hingga saat ini. Dalam pemenuhannya, atribut-atribut tersebut juga cukup menguras waktu dan biaya, bahkan orang tua pun sampai terkena imbasnya. Lalu, apakah perlu budaya-budaya yang tidak ada hubungannya dengan tujuan utama PBAK itu tetap dilestarikan?

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.