Iklan Layanan

Cuplikan

KPAP Tegaskan Reforma Agraria dalam Diskusi Publik

dok.Khusna
lpmalmillah.com, Ponorogo KPAP (Komite Peduli Agraria Ponorogo) menyelenggarakan  Diskusi Publik dengan tema Islam dan Persoalan Agraria. KPAP sendiri adalah wadah bagi solidaritas dari berbagai organisasi dan komunitas yang memiiliki keresahan atas permasalahan sosial dan agraria di Indonesia khususnya Ponorogo. Organisasi tersebut adalah AGRA (Aliansi Gerakan Reforma Agraria) Ponorogo, Kabar Bumi (Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia), KP2I (Komunitas Peduli Pendidikan Indonesia), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) aL-Millah dan FNKSDA (Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam). Diskusi dihadiri oleh sejumlah mahasiswa serta masyarakat umum.

Diskusi dimulai pukul 14.00 WIB yang dibuka oleh Mohammad Zaenal Abidin dari LPM aL-Millah sebagai moderator. Sambutan pertama disampaikan oleh ketua KPAP, Heri Setiawan. Lalu disusul oleh Sriati selaku perwakilan Kabar Bumi.

Masuk pada acara inti, materi pertama disampaikan oleh Muhammad Al Fayyadl. Ia berpendapat bahwa ada banyak fakta yang sekarang sedang dihadapi masyarakat mengenai agraria. Perampasan ruang lingkup dan krisis ekonomi sangat gencar, terbukti 2-3 tahun terakhir ini berita-berita tentang penggusuran, pencopotan lahan mewarnai pemberitaan media massa walaupun belum menjadi trending topic. Perampasan itu pangkalnya dari pembentukan kebijakan infrastruktur. Kemudian dijelaskan pula tentang fakta tentang ruang hidup masyarakat yang belum ada kelayakan.

Muhammad Al Fayyadl yang akrab disapa Gus Fayadl juga memaparkan tentang agraria dalam prespektif Islam. Ia mengibaratkan makna isra’ mi’raj yang mana Nabi Muhammad dibawa naik ke Sidratul Muntaha dan turun ke bumi adalah menunjukkan bahwa manusia sebagai umat beragama harus peduli pada bumi, tanah, dan segala yang ada di atasnya. Kesalehan bukanlah hanya soal saleh individu dan sosial, tapi tentang memastikan seseorang memperoleh ruang lingkup untuk hidup yang layak”. Ujar Gus Fayadl.
dok. Khusna

Materi dilanjutkan oleh Dewan Pimpinan Pusat AGRA Nasional, Putut Prabowo. Ia menyampaikan tentang liberalisme di dunia dengan menampilkan vidio terkait monopoli tanah. Ia melanjutkan, monopoli tanah di Indonesia dan konflik agraria terjadi bertahun-tahun bahkan sebelum kemerdekaan. Liberalisme kapital berlangsung lama, menghimpun keuntungan kaum tani dan buruh (super profit). Krisis ekonomi dunia tergambarkan dengan 8 orang kaya di dunia yang kekayaannya setara dengan kehidupan 6,3 milyar penduduk termiskin sedunia.

“Persoalan super profit tidak selesai di situ, ketika uang atau finasial kumpul disatu titik uang ini harus diputar lagi. Kalau uang ini hanya mengumpul di satu titik dan tidak bisa berputar, maka uang ini tidak punya nilai, tidak berarti apa-apa, dan hanya berupa angka tanpa batas“. Singgung Putut pada materinya.

Dosen IAIN Endrik Safudin menjadi pemateri terakhir dalam diskusi ini. Pada saat materi disampaikan, jumlah pendengar yang notabene mahasiswa sudah berkurang setengah dari jumlah awal. Endrik selaku dosen mengapresiasi dan memotivasi mahasiswa yang masih bertahan. Endrik menuturkan bahwa yang dibahas pada materi Agraria ini tidak hanya terpusat pada pertanahan. Karena sesungguhnya, Agraria juga menyangkut sawah, wilayah laut dan sebagainya.

Ia menegaskan, persoalan sengketa tak bisa jika hanya dilawan tanpa dasar-dasar yang kuat. Maka paham hukum merupakan konsep utama. Jika tanah digunakan untuk kepentingan umum, tapi belum ada ganti rugi, maka itu adalah masalah. Jalur penyelesaiannya ada 2 yaitu non-litigasi atau litigasi. Sudah di atur dalam UU nomor 2 Tahun 2012, PERMA Nomor 2 Tahun 2016 dan PERMA Nomor 3 Tahun 2016. Sengketa Ganti rugi di PN. Hal ini sesuai dengan PERMA Nomer 3 tahun 2016. sengketa penentuan lokasi penyelesaiannya ada di PTUN. Hal ini sesuai dengan PERMA Nomor 2 tahun 2016,” terang Endrik yang juga merupakan pengurus LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum) IAIN Ponorogo.

Selanjutnya, diskusi disambung dengan sesi tanya jawab. Salah satu peserta,  Rian Pratama mahasiswa AS semester 8 bertanya mengenai kebijakan sertifikat tanah gratis oleh pemerintah. “Sebenarnya kebijakan itu baik. Tapi tidak menyelesaikan masalah. Poinnya bukan itu, tetapi bagaimana masyarakat bisa memanfaatkan tanahnya dengan baik?jawab Endrik.

Setelah berbagai pertanyaan dijawab, acara ditutup dengan kesimpulan dari moderator, Tidak ada kemerdekaan sejati tanpa reforma agraria hakiki,” ungkapnya.


dok. Khusna

Setelah penutupan sekitar pukul 17.13 WIB, pemateri, audience dan panitia bersama-sama menyampaikan pernyataan menolak pembangunan NYIA (New Yogyakarta International Airport di Kulon Progo Yoyakarta. Pernyataan tersebut disampaikan melalui video dengan spanduk bertuliskan KPAP Menolak NYIA sembari meneriakkan kalimat “Kami, masyarakat Ponorogo menolak pembangunan bandara di Kulon Progo. Bandara Kulon Progo, TOLAK!


Reporter: Dinda dan Yulia

1 comment:

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.