Butiran Debu
Butiran Debu
Oleh: Airyn
Nadia mematut dirinya di depan cermin. Menanggalkan
seragam putih abu-abu dan hari ini menggantinya dengan seragam warna putih dan
rok hitam. Ia bersiap untuk memasuki sebuah gerbang tangguh, dimana ia akan
bertransformasi menjadi seorang mahasiswa.
Selama 3 hari mendatang, melewati sebuah proses, yang disebut
PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan). Sekali lagi ia menarik
nafas panjang sebelum benar-benar meninggalkan kos dan pergi ke kampus hijau
yang dipilihnya dalam menuntut ilmu.
Matahari meluapkan kehangatan bersama sinarnya yang
tampak jingga. Membangunkan burung-burung yang asik terlelap diantara dedaunan.
Bersemayam di sarangnya dengan nyaman. Sementara di jalan raya, bunyi deru
kendaraan bermotor telah memenuhi semesta, diiringi suara klakson yang terus
menggema. Nadia menyusun langkah kaki menuju kampus, dengan sepatu hitam
bertali. Sepatu yang telah menemaninya sejak kelas 2 SMA.
Upacara pembukaan PBAK akan segera dimulai, Nadia bergegas
mengambil tempat dalam barisan. Lalu menenangkan jantungnya yang berdegup di
luar batas normal. Nadia iseng mengedarkan pandangannya ke seluruh lapangan. Begitu
banyak manusia yang mengabdikan diri sebagai mahasiswa baru. Berbicara tentang
mahasiswa, siapa dan bagaimana sebenarnya mahasiswa itu? Nadia menyimpan pertanyaan itu
dalam hatinya.
Dan segenap kegiatan dalam rangkaian PBAK terus bergulir,
hingga sampailah di ujung hari, dimana senja akan segera bertahta. Banyak dari
peserta PBAK yang menunaikan ibadah sholat asar sebelum pulang, termasuk Nadia.
Menutup hari yang melelahkan dengan bersujud pada Yang Maha Kuasa.
Setelah keluar dari masjid, Nadia berjalan diantara
kerumunan mahasiswi baru yang lain. Beberapa anak di sekitar Nadia memulai
pembicaraan, dengan topik utama “organisasi”. Sedikit menarik perhatian.
“Kamu tahu nggak yang berdiri di gerbang itu siapa?”
Tanya seorang gadis manis yang dikenal Nadia, bernama Desy.
“Cowok yang pake seragam panitia?”
“Itu ketua HMJ loh, keren ya.”
Penasaran, Nadia menolehkan pandangan ke arah yang
dimaksud mereka. ‘Ketua HMJ?’ Gumamnya dalam hati. Gadis kecil itu memiringkan
kepalanya. Membuka kembali lembar-lembar memori. Yang tadi pagi mengisi salah
satu kegiatan adalah ketua DEMA. Ya, keren memang. Jabatan tinggi selalu tampak
mengesankan. Nadia mengerutkan kening. Ia kini berfikir, tentang siapakah
dirinya sendiri. Siapa?
Nadia melambatkan langkah, menerjemahkan dirinya sendiri,
lalu menyadari bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa. Bila dibandingkan dengan
ketua organisasi, bukankah dirinya hanyalah sebutir debu? Ya, butiran debu,
itulah kiasan yang tepat untuk dirinya. Lalu, apakah butiran debu seperti
dirinya mampu berproses menjadi berlian?
Seorang mahasiswi biasa yang akan merangkak menjadi aktivis?
Nadia mengikat tali sepatunya yang tiba-tiba saja
terlepas. Lalu kembali menoreh tanya. Akankah ia menjadi berlian? Tatapi, berlian itu
seperti apa. Apakah seperti para ketua organisasi yang selalu tampak
menyilaukan itu? Atau menjadi anggota organisasi, yang kebanyakan minim aksi
namun dengan
bangga memakai jubah kebesaran organisasi. Entahlah.
Lagipula, aksi apa yang seharusnya ia lakukan sebagai
mahasiswa.
Nadia mendesah panjang, kemana pertanyaannya harus
berlabuh. Kepada siapa ia sebaiknya berbagi, tentang kegelisahan yang menjamah
dirinya. Nadia menoleh ke belakang. Tepat ke arah pintu gerbang yang baru
dilewatinya. Di batas gerbang itu, seusai masa PBAK, akankah ia menjelma
menjadi berlian? Atau ia akan tetap menjadi butiran debu, yang beterbangan,
yang dengan mudah dipermainkan oleh arus dunia?
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.