Iklan Layanan

Cuplikan

Pembawa Banner yang Lupa

Cerpen Oleh: Umi Ula

Panggil dia Dita, gadis yang tampak terlihat manis mempesona. Ia anggun, matanya nampak berseri-seri walau wajahnya terlihat begitu pucat pasi.
***
Aku menatapnya dari kejauhan, lewat celah gerbang di seberang barisan para mahasiswa baru. Ia nampak duduk di kursi bertemankan panitia disampingnya. Aku tertegun memikirkan apa yang sedang terjadi dengannya. Jika ia sakit, pasti akan di tempatkan di posko kesehatan, bukan duduk di kursi sembari memperhatikan pemandangan PBAK. Pikiranku terus melayang pada gadis itu, rasa penasaran pada gadis itu melambung tinggi. Mulai kutapaki jalan menyusuri hiruk-pikuk keramaian menuju gadis itu. Kulihat tubuhnya nampak lunglai, lemas tak berdaya.
Dek, kok nggak ikut baris disitu, kenapa?” tanyaku sembari melihat fisiknya yang nampak tak sempurna.
Badanku nggak kuat kak.” jawabnya sambil terbata-bata seperti orang bisu namun dipaksakan bicara.
Oh, iya-iya.
Tak ada balasan, ia hanya membalas senyum seadanya dan mengganggukkan kepala.
Sebelum aku beranjak, terlihat barisan para mahasiswa baru mulai berdiri dan meninggalkan lapangan menuju ruang besar dan ber-AC. Sedangkan Dita harus dituntun panitia menuju tempat itu, semangatnya untuk menapaki dunia kampus sungguh mempesona menurutku. Bagaimana tidak? mereka yang memiliki fisik kuat belum tentu mau untuk menginjakkan kaki di kampus menempuh pendidikan tinggi, sedangkan Dita? dengan fisik yang tak sempurna namun mampu menopang segala resiko demi pendidikan yang memadai.
Setelah mengantarkan Dita ke ruang itu, aku kembali melanjutkan pencarian berita. Akhir-akhir ini kampus sedang digencarkan permasalahan OMEK masuk kampus, yang melebarkan sayap menggunakan banner.
Mulai kususuri sudut kampus demi mendapat narasumber yang  tepat. Namun sia-sia, pihak yang terkait tidak kutemui di kampus, mungkin mereka menghindar pikirku. Kulanjutkan berjalan menuju fakultas-fakultas, akan tetapi langkahku terhenti di depan BEM kulihat banner itu sudah mulai di copot sebelum data terkumpul dengan sempurna. Mungkin mereka berfikir bahwa aku akan menyerah begitu saja. Tidak itu salah, aku tidak akan mundur satu langkah pun. Kudekati ia, ini sasaran yang empuk pikirku dan dia tidak akan bisa menghindar lagi. Mantap.
Mas, kenapa kok pasang banner OMEK di kampus? bukankah itu menyalahi aturan?” tanyaku menelisik.
Nggak tau, saya cuma disuruh.” jawabnya sinis.
Siapa yang nyuruh mas?
Pihak kampus.
Siapa namanya?
Nggak tau.Ia menjawab dengan terburu-buru sembari membawa banner ditangannya.
Kupanggil-panggil dia dengan sebutan ‘mas’ namun ia tak menjawab malah pergi meninggalkan atau bisa kusebut mengelak. Orang-orang di sekelilingku melihat dengan tatapan benci ada juga yang tersenyum dan ketawa. Namun, satu orang yang membuatku terperangah diantara kerumunan banyak orang yang melihatku. Ia Dita, gadis yang tak sempurna fisiknya. Kutemui ia yang berdiri dengan kaki gemetar karena kelainan yang dideritanya. Ia menuliskan sesuatu padaku berisi surat yang tertuju atas namaku. Kata-katanya melambung tinggi, ia membuatkanku puisi dengan sajak yang indah ditambah lagi yang mengagetkan ia mengkritisi permasalahan OMEK yang masuk kampus. Sesaat pikiranku melayang mengapa ia begitu kritis mengenai permasalahan ini? bukankah ia mahasiswa baru yang masih melaksanakan PBAK? Mengapa ia juga memaparkan permasalahan OMEK yang tidak boleh bergabung di kampus?
Diakhir suratnya ia memaparkan bahwa sebelum memantapkan hati untuk kuliah ia mencari tahu hal-hal yang kontroversi dikalangan mahasiswa. Dita memang membukakan mataku perihal kritis dikalangan mahasiswa yang tak harus percaya pada suatu permasalahan yang ada. Jika mahasiswa baru menggunakan otaknya sebagai lahan kritis, lalu untuk apa mahasiswa lama koar-koar perihal mahasiswa agent of change?

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.